Tuhan, Ijinkan Aku
Menjadi Pelacur
"kita boleh sama
membaca Al-Quran dan sunnah, tapi gambaran di dalam kepala kita bisa jadi
berwarna banyak," - Muhidin M Dahlan
Jika pembaca menyangka buku ini adalah kiat-kiat bagaimana menjadi seorang pelacur, anda salah besar. Yah, meski dalam Pengakuan Kesepuluh ada judul “Dosenku, Germoku”. Apa? Iya. Memang benar, tokoh utama menjadi pelacur VVIP berkat jasa dosenya sendiri. Dosen yang tampak berwibawa dan penuh ilmu di tempatnya kuliah.
Ini adalah novel fiksi, beragkat
dari korespodensi Mas Muhidin ke seorang perempuan yang menjalani kisah hidup
penuh liku. Saya sendiri merasai bahwa ini adalah novel yang dengan tegas
menyisipkan pesan feminis, teologis, filsafat, dan psikologi karena membedah
persinggungan manusia dengan agama.
Penulis buku ini (Muhidin M
Dahlan) tak menduga respon yang begitu besar atas terbitnya buku ini di
pelbagai diskusi di beberapa kota seperti Yogyakarta, Malang, Makasar, Palu,
Jombang dan Surabaya.
Ada yang mengatakan buku ini
menyudutkan gerakan islam tertentu. Ada yang mengatakan penulis adalah Kafir
dan mengusung ide-ide kufur yang sangat Marxis dengan derajat kebencian
terhadap agama yang luar biasa besarnya. Ada yang juga mempermasalahkan bahwa
penulis tidak bertanggung jawab terhadap implikasi sosial sembari mendoakannya
masuk neraka. Ada juga yang mengatakan bahwa buku ini telah mencemarkan nama
baik Islam karena itu wajib ditarik dari peredaran.
Dipelbagai forum bedah buku,
banyak pengulas yang menyatakan bahwa penulis harus bertanggung jawab atas
akibat sosial yang ditimbulkan oleh buku ini. Merusak iman remaja yang masih
tumbuh-tumbuhnya. Merusak akhlak bangsa, penulisnya harus bertanggung jawab,
dan itu harus.
Ada juga seorang Da’I agama
terpelajar dan terkemuka menyebut buku ini sebgai buku sampah yang tak layak
dibaca. Buku ini dituis dengan kekerasan Bahasa yang luar biasa dan tak punya
sopan santun dan Pendidikan. Buku yang ditulis oleh orang yang berpikir atheis
dan isinya fitnah belaka.
Sementata ada beberapa pihak yang
merasa terfitnah oleh adanya seting tempat dalam buku ini yang menyudutkan
instansi tertentu, nama orang tertentu, bahkan menahan seorang Mahasiswi yang
“Dicurigai” sebagai tokoh utama dalam novel ini, Nidah Kirani.
Buku ini menggambarkan perjalanan
hidup seorang wanita yang tadinya begitu spiritual berubah menjadi pemberontak.
Sejumlah pertanyaan yang muncul dalam perjalanan hidup wanita bernama Nidah
Kirani ini mewakili mereka yang berpikiran kritis dan logis dalam memilih
kepercayaan yang dianut. Kehidupan beragama yang dikisahkan dalam buku ini
memang bercerita mengenai satu agama. Namun kejadian yang dialami Kiran sangat
mungkin terjadi pada manusia beragama lainnya. Jadi tidak sepatutnya kita
mencela satu agama karena apa yang diceritakan buku ini.
Penulisan ceritanya menggunakan
banyak kata yang tidak umum namun masih bisa ditafsirkan dengan cepat dari alur
ceritanya. Terkadang penggambaran suatu keadaan terlalu melebar padahal tidak
begitu penting. Tata bahasa yang bervariasi cukup indah untuk dibaca namun beberapa
struktur kalimatnya terasa seperti kurang pas.
Isi ceritanya mengandung makna
yang membuat pembaca ikut berpikir tentang konsep ketuhanan. Mempertanyakan
segala sesuatu dan berusaha mencari jawabannya menurut saya adalah hal yang sah
dilakukan agar bisa menemukan kebenaran. Beberapa orang khawatir kalau buku ini
bisa menggoyahkan keimanan. Namun seperti pesan penulis, iman yang kuat adalah
iman yang teruji.
"Aku hanya ingin tahu, hanya ingin mengerti barang sedikit, apa maksud Dia
menciptakan aku. Salahkah aku bertanya demikian?"
Ali Ahsan Al Haris
Malang, 17 September 2020
No comments:
Post a Comment