Tuesday, September 22, 2020

Hidup Harus Pintar Ngegas Ngerem

 

Hidup Harus Pintar Ngegas Ngerem

 

Gusti Allah Siap Memberi Ampunan

Mbah Nun mengajarkan pada pembaca untuk bersungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu, apapun itu. Terlebih yang hubungannya menyangkut dengan Allah SWT. Hubungan ini dapat di detilkan, mulai dari pekerjaan, keluarga, bermasyarakat dan bernegara. Apapun yang kita kerjakan hendaknya mempertimbangkan "Apa yang sedang kamu lakukan membuat Allah marah atau tidak". Konsep tersebut dapat ditarik ke dalam pelbagai hal. Contohnya bekerja, seorang suami berkewajiban memberi makan anak istrinya dan mencukupi segala kebutuhan mereka. Hal ini bukan berarti si suami lantas melakukan apa saja demi mendapatkan uang dan mencukupi kebutuhan keluarga, sehingga kalap dan korupsi. Nah, hal-hal tersebut yang Mbah Nun sampaikan agar kita sebagai hamba ber mesra-mesralah dengan Allah. Apapun yang kita lakukan, sekecil apapun itu tetaplah sungguh-sungguh dan ikhlas. Standar yang dipakai buka orang lain kok dapat banyak sedangkan kita tidak. Melainkan kesungguhan hati dan keberkahan apa yang kita dapat.



Mbah Nun mengajak kita tidak gerusa-gerusu dalam menilai sesuatu, bahkan menghakimi sebuah perkara yang kita tidak paham betul permasalahan di dalamnya. Hidup di lereng gunung Merapi akan di anggap sebagai daerah rawan bencana jika dilihat dalam kacamata kepentingan manusia. Tapi jika dilihat dengan sudut pandang yang lebih luas, hidup di lereng gunung berapi adalah berkah yang tiada akhir. Ia mengeluarkan berjuta kubik pasir untuk dimanfaatkan masyarakat, tanahnya subur sehingga dapat tumbuh sayuran yang hijau dan menyehatkan, atau, udaranya yang segar membuat masyarakat di sana tanpa perlu takut mengalami ispa. Tinggal pilih, kita mau memakai sudut pandang yang mana.


PEMAHAMAN MELALUI RASA

Sebelum membaca judul ini, saya berkesempatan menonton vidio Mbah Nun dengan Mas Helmi dan Kang Sabrang di chanel youtube Cak Nun Dot Com dengan judul "Awas Bias Antara Sains Dengan Agama". Mbah Nun bertanya ke Kang Sabrang apa perbedaan antara Ilmu dan Pengetahuan?. Pertanyaan dasar yang sangat menarik. Dalam buku ini kok ya kebetulan dibahas hal ini. Sungguh kenikmatan pengetahuan yang tiada tara. Allhamdulillah.


Baca tulisan saya yang lain: Apa Itu Maiyah?


Tidak semua semua pembelajaran itu bersifat kognitif. Tidak semua pemahaman lewat melalui kata. Pembelajaran dapat kita dapatkan melalui pengalaman, ia akan menjadi file dalam akal kita. Saat awal kita mengalami sebuah permasalahan, banyak kita tak tahu apa yang harus kita lakukan. Namun ia akan membuka dan menjadi petunjuk bagi saat kita mengalami permasalahan serupa pada beda kesempatan. Kita menjadi tahu apa yang harus kita lakukan dengan cara yang tak pernah kita sangka-sangka.


Kita sekolah untuk mencari ilmu atau pengetahuan? Apa bedanya ilmu dengan pengetahuan? Jika ilmu bahasa inggrisnya apa? Science. Lantas pengetahuan bahasa inggrisnya apa? Knowledge. Saat kita sekolah, yang kita cari science atau knowledge? Berapa prosentase science dan knowledge yang kita dapatkan?


Mbah Nun mengibaratkan sebuah Truk, Bak beserta isinya adalah Knowledge. Sedangkan Mesin Truk adalah Science.


Kita sekolah agar mampu untuk hidup. Kemampuan hidup terletak pada mesin kehidupan. Mesinnya ada pada otak dan nurani kita. Agar mesinnya lengkap dan canggih, kita membutuhkan bahan-bahan, pengetahuan-pengetahuan yang dimuat oleh "Bak Truk" tadi.


Kembali lagi. Di indonesia, apakah perbedaan ilmu dan pengetahuan menjadi perhatian khusus? Atau di biarkan begitu saja. Saya jadi bertanya pada diri sendiri, selama sekolah, saya cari ilmu atau pengetahuan, ya? Hahaha


Lantas bagaimana?

Ya kita jangan hanya pintar di sekolah saja. Kita juga harus pintar hidup. Banyak yang pintar sekolahnya tapi tidak pintar dalam hidup. Berdagang tidak bisa, bekerja dengan orang lain tidak amanah. Hidupnya malah menjadi toxic bagi orang lain dan lingkungan.


Perihal kebenaran dalam berpendapat, Mbah Nun menulis untuk jangan sampai bersitegang siapa diantara kita pendapatnya yang paling benar. Apa yang kita ketahui adalah hasil dari kesepakatan manusia, mahluk yang tak luput dari kesalahan. Meski hal yang kita per bincangkan perkara sains sekali pun. Karena soal kebenaran dalam sains, itu hanya kebenaran dalam catatan, bukan kebenaran yang sebenarnya benar. Kebenaran sejati. Karena kebenaran sejati yang muncul dari manusia hanyalah kebenaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.


***
Sepemahaman saya dalam membaca jurnalisme investigasi. Kebenaran dibagi menjadi tiga. 1. Kebenaran menurutmu. 2. Kebenaran menurut saya, dan 3. Kebenaran itu sendiri. Dalam konteks ini yang coba saya elaborasi dengan apa yang Mbah Nun tulis. Perkataan dan tulisan manusia sifatnya hanyalah relatif. Jika semua manusia bersitegang dengan kebenaranya masing-masing, pasti ribut. Kita kudu rendah hati dengan mencari kebenaran banyak orang. Kebenaran kolektif. Sekali lagi, sifatnya relatif. Keputusan kolektif NU tentu berbeda dengan keputusan kolektif dari Muhamadiyah. Juga kelompok-kelompok yang lain.

***


Manusia tempatnya salah. Demi menebus kesalahan, Allah menyuruh kita untuk beribadah. Kita shalat sehari lima kali. Setiap menegakan shalat kita berucap ihdinashshirathal mustaqim? Betulan tidak. Kita memohon agar Allah menunjukan kepada kita jalan yang lurus. Allah tahu bahwa kita ini sebanarnya tidak sesat pun, masih saja sesat. Kalau prinsip hidup kita seperti ini kan enak. Kita jadi gak uring-uringan dan menyalahkan keadaan atau orang lain. Jika kita bertemu orang yang sering menyalahkan orang lain bahkan berani mengkafirkan. Mungkin orang tersebut sudah tidak perlu membaca Ihdinashirathal mustaqim. Apa intinya? Allah menyuruh kita untuk selalu beribadah. Kita tidak perlu menagih ke Allah apa yang kita dapatkan dari beribadah kepadanya setiap hari. Ibadah itu mengabdi. Mengabdi itu melayani. Kodrat manusia hanya pada semoga, maqom kita hanya pada insya Allah saja.


Baca tulisan saya yang lain: RESENSI BUKU KEHIDUPAN LIAR KARYA MICHEL TOURNIER


Menjadikan apa pun yang kita lakukan dengan niat ibadah, dengan niat melayani. Allah akan menjamin hak dan kebutuhan kita tanpa harus memintanya. Allah tidak akan tutup mata pada hambanya yang berlaku seperti ini. Seperti halnya berdagang, fokus kita bukanlah laba. Melainkan melayani konsumen. Peran yang Allah berikan kepada kita. Entah menjadi pimpinan, pedagang, orangtua, seniman kunci utamanya adalah melayani.


Goalnya adalah Allah. Tujuan akhir adalah pertemuan dengan Allah. Niat bekerja bukan mencari uang, karena itu termasuk nafsu, dan nafsu bagian dari diri kita yang dikendalikan oleh naluri. Kita tidak perlu mencitrakan diri. Itu juga bagian dari nafsu. Asal membuat orang aman dan nyaman, otomatis citra kita akan baik. Jangan bermimpi jadi orang besar. Jadilah orang yang bermanfaat, bonusnya kita akan disebut orang besar oleh orang lain. Ingat, niatnya hanya satu. Ibadah.


Mbah Nun juga memberikan idiom bahwa manusia itu tugasnya hanya menanam. Tugas kita hanya terus menerus untuk bersungguh-sungguh dan ikhlas menanam tanpa menagih hasil. Seperti menanam padi. Memang saat kita menanam padi, menyirami dan memupuk nya lantas padi yang kita tanam akan dipanen? Kita hanya menanam dan menyiraminya saja. Keluar buahnya atau tidak, siapa yang menentukan? Allah.


Allah tidak menuntut kita untuk sukses, yang dituntut oleh Allah adalah, kita berjuang tanpa henti sampai titik darah penghabisan. Kita tidak disuruh panen. Kita disuruh menanam. Karena itu, jangan berhenti untuk menanam. Bahkan seandainya besok kiamat, tetaplah menanam. Jangan pernah putus asa, karena memang tujuannya bukan untuk panen.


Hidup Itu Harus Pintar Ngegas Ngerem

Saudara-saudara kita yang berada di luar negeri. Ada yang sedang bekerja dan kuliah. Dalam hidup, ada yang menolong dan ditolong. Yang menjadi pertanyaan, saudara-saudara kita yang bekerja di luar negeri itu menolong atau ditolong Indonesia?


Tentu jawabannya kembali pada niat. Kalau kenyataanya tidak sengaja menolong, nanti pertolongannya malah tidak ikhlas. Tapi jika kenyataanya saudara-saudara kita yang sedang bekerja menolong Indonesia, sangat pantas jika mereka semua mendapatkan penghargaan dari Indonesia dan Allah.


Baca tulisan saya yang lain: RESENSI BUKU LELAKI MALANG, KENAPA LAGI? Hans Fallada


Bisa dikatakan, Indonesia berdosa sama orang-orangnya, ya termasuk yang sedang di luar negeri. Dengan sumberdaya alam yang luar biasa besar, tambang digali di sana sini, hutan ditebangi, tanahnya ditanami sawit, padi, tembakau belum lagi sumberdaya lautnya yang melimpah ruah. Nah, bukankah semua itu harusnya milik orang Indonesia semua?. Pemerintah dan Negara berkewajiban menjamin hak hidup para warga negaranya. Tapi, kenyataanya malah banyak saudara kita yang bekerja ke luar negeri.


Sampai sini, rakyat yang harus berterimakasih ke Indonesia atau sebaliknya?


Dalam essai ini, Mbah Nun mengajak pembaca untuk tidak membenci Indonesia. Apalagi kok sampai hati membenci Pemerintahnya. Mbah Nun memberikan kita wawasan bahwa seperti inilah keadaan Negara kita. Jadikan hal ini sebagai dasar untuk bersyukur kepada Allah.


Berbicara masalah mental. Internet itu bagus untuk membantu komunikasi. Tapi sangat buruk untuk pembangunan mental manusia. Tujuan agama hanya satu; mendidik manusia agar mampu mengendalikan diri. Kita shalat lima waktu agar memiliki ritme untuk mengendalikan diri.


Sedangkan internet memberi peluang kepada untuk melampiaskan diri. Mau bicara apa saja, bohong dan konfrontatif tak jadi soal, apa saja bisa. Kita diajarkan guru dan kyai kita untuk tidak memasuki sistem atau suatu keadaan yang membuat kita melampiaskan diri. Kita diharuskan dekat dengan orang-orang dan lingkungan yang mendukung kita untuk mengendalikan diri. Sementara internet itu melampiaskan. Hidup itu harus pintar ngegas dan ngerem.


Jadi Manusia Dulu Baru Jadi Muslim

Iblis ditaruh dalam hidupmu untuk menjadi katalisator, kalau dalam bahasa kimia. Tugasnya untuk mengurai. Untuk menciptakan pembeda atau furqon, dalam bahasa Al-Quran. Pembeda siapa yang percaya akhirat dan siapa yang tidak. Itu gunanya iblis.


Dari sini kita dapat menilai, aslinya Iblis tidaklah kuasa atas diri kita. Ia hanya diberikan kewenangan oleh Allah untuk menggoda keimanan manusia goyah atau tidak. Iblis tidak berani melawan Allah, lha wong ia diciptakan oleh Allah kok, bahkan dapat dibilang bahwasanya Iblis adalah mahluk Allah yang paling ikhlas karena rela masuk neraka padahal telah melaksanakan tugasnya dengan sangat baik. Yakni membuat keimanan manusia goyah.


Kepemimpinan dan Kasih Sayang

Mbah Nun juga memberikan konsep untuk selalu mengaji dan mengkaji. Mengaji berarti belajar yang muaranya martabat dan kedalaman ilmu. Sedangkan mengkaji berhubungan dengan intelektualitas di mana kita mempelajari fenomena apa yang terjadi dan kita hadapi. Seperti halnya membaca Al-Quran, idealnya 90% mengaji dan 10% nya mengkaji. Jika sedang ngobrol dengan teman, hendaknya saling mengaji satu sama lain, jika yang terjadi saling mengkaji, yang terjadi kita tidak akan sampai paham dengan apa yang kita diskusikan. Makanya kita harus banyak taddabburan. Terlebih megntaddaburi Al-Quran, perbanyak dan akrablah dengan Al-Quran. Kalau tidak bisa membaca bahasa arabnya, berusahalah membaca terjemahannya, maknai setiap kata dan tajwidnya kemudian taddabburi maksut dari ayat tersebut. Tujuan dari mengtaddabburi Al-Quran bukan masalah kita paham atau tidak, melainkan kita mendapatkan manfaat dari Al-Quran atau tidak.


Kita butuh tiga hal dari Allah. Pertama, hidayah. Hidayah itu meliputi apa saja. Berguna untuk bisnismu, karirmu, sekolahmu, dagangmu, apa saja. Kedua, kita butuh rezeki. Ketiga, kita butuh kasih sayang dari Allah.


Kemuliaan dan Kemandirian

Segala hal yang kita lakukan pada dasarnya adalah menanam; menanam yang baik-baik agar Gusti Allah lebih sayang kepada kita. Jangan sampai hal yang kita lakukan membuat Allah marah, jika Allah sampai marah kepada kita. Apapun yang kita punya tidak ada berkahnya lagi karena semua yang kita miliki hanyalah titipan dari Allah.


Baca tulisan saya yang lain: Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur


Jika kita berdagang, apapun yang kita siapkan dari mulai produksi sampai strategi marketing sifatnya hanya menanam. Masalah nanti laku atau tidak itu terserah Allah. Jika kita bekerja untuk orang lain. Atau punya unek-unek ke atasan bahkan negara tapi takut menyampaikannya. Bila kita bertakwa, Allah akan menyampaikan ide kita kepada orang yang kita tuju. Atau kalau tidak, Allah akan meniupkan energi kepada kita agar semakin kuat menjalani pekerjaan kita. Kita harus percaya kepada Allah. Kalau kita sendiri tidak yakin dengan Allah, ya Allah juga tidak akan membantu kita.


Jadilah manusia yang baik, terlebih mulia. Karena mulia dan baik adalah dua hal yang berbeda. Zakat itu wajib, dan itu baik jika melakukan hal tersebut. Akan menjadi mulia jika mengeluarkan infaq dan sedekah. Kita rela mengeluarkan harta di saat kita orang lain membutuhkan. Begitu dengan shalat lima waktu, hal tersebut bersifat wajib dan baik. Menjadi mulia saat kita menambahi shalat sunah.


Baca tulisan saya yang lain: Lelaki Memang Tidak Menangis, Dik. Tapi Hatinya Berdarah


Jangan terlalu memaksa orang untuk menghormatimu. Tapi sibukkan diri kita dengan menghargai orang lain. Baiklah kepada orang lain dan keraslah terhadap dirimu sendiri.



Malang, 22 September 2020

Ali Ahsan Al Haris

 

No comments:

Post a Comment