Hidup Harus Pintar
Ngegas Ngerem
Gusti Allah Siap Memberi
Ampunan
Mbah Nun mengajarkan pada pembaca
untuk bersungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu, apapun itu. Terlebih yang
hubungannya menyangkut dengan Allah SWT. Hubungan ini dapat di detilkan, mulai
dari pekerjaan, keluarga, bermasyarakat dan bernegara. Apapun yang kita
kerjakan hendaknya mempertimbangkan "Apa yang sedang kamu lakukan membuat
Allah marah atau tidak". Konsep tersebut dapat ditarik ke dalam pelbagai
hal. Contohnya bekerja, seorang suami berkewajiban memberi makan anak istrinya
dan mencukupi segala kebutuhan mereka. Hal ini bukan berarti si suami lantas
melakukan apa saja demi mendapatkan uang dan mencukupi kebutuhan keluarga,
sehingga kalap dan korupsi. Nah, hal-hal tersebut yang Mbah Nun sampaikan agar
kita sebagai hamba ber mesra-mesralah dengan Allah. Apapun yang kita lakukan,
sekecil apapun itu tetaplah sungguh-sungguh dan ikhlas. Standar yang dipakai
buka orang lain kok dapat banyak sedangkan kita tidak. Melainkan kesungguhan
hati dan keberkahan apa yang kita dapat.
Mbah Nun mengajak kita tidak gerusa-gerusu dalam menilai sesuatu, bahkan menghakimi sebuah perkara yang kita tidak paham betul permasalahan di dalamnya. Hidup di lereng gunung Merapi akan di anggap sebagai daerah rawan bencana jika dilihat dalam kacamata kepentingan manusia. Tapi jika dilihat dengan sudut pandang yang lebih luas, hidup di lereng gunung berapi adalah berkah yang tiada akhir. Ia mengeluarkan berjuta kubik pasir untuk dimanfaatkan masyarakat, tanahnya subur sehingga dapat tumbuh sayuran yang hijau dan menyehatkan, atau, udaranya yang segar membuat masyarakat di sana tanpa perlu takut mengalami ispa. Tinggal pilih, kita mau memakai sudut pandang yang mana.
PEMAHAMAN MELALUI RASA
Sebelum membaca judul ini, saya
berkesempatan menonton vidio Mbah Nun dengan Mas Helmi dan Kang Sabrang di
chanel youtube Cak Nun Dot Com dengan judul "Awas Bias Antara Sains Dengan
Agama". Mbah Nun bertanya ke Kang Sabrang apa perbedaan antara Ilmu dan
Pengetahuan?. Pertanyaan dasar yang sangat menarik. Dalam buku ini kok ya
kebetulan dibahas hal ini. Sungguh kenikmatan pengetahuan yang tiada tara.
Allhamdulillah.
Baca tulisan saya yang lain: Apa Itu Maiyah?
Tidak semua semua pembelajaran
itu bersifat kognitif. Tidak semua pemahaman lewat melalui kata. Pembelajaran dapat
kita dapatkan melalui pengalaman, ia akan menjadi file dalam akal kita. Saat
awal kita mengalami sebuah permasalahan, banyak kita tak tahu apa yang harus
kita lakukan. Namun ia akan membuka dan menjadi petunjuk bagi saat kita
mengalami permasalahan serupa pada beda kesempatan. Kita menjadi tahu apa yang
harus kita lakukan dengan cara yang tak pernah kita sangka-sangka.
Kita sekolah untuk mencari ilmu
atau pengetahuan? Apa bedanya ilmu dengan pengetahuan? Jika ilmu bahasa
inggrisnya apa? Science. Lantas pengetahuan bahasa inggrisnya apa? Knowledge.
Saat kita sekolah, yang kita cari science atau knowledge? Berapa prosentase
science dan knowledge yang kita dapatkan?
Mbah Nun mengibaratkan sebuah
Truk, Bak beserta isinya adalah Knowledge. Sedangkan Mesin Truk adalah Science.
Kita sekolah agar mampu untuk
hidup. Kemampuan hidup terletak pada mesin kehidupan. Mesinnya ada pada otak
dan nurani kita. Agar mesinnya lengkap dan canggih, kita membutuhkan
bahan-bahan, pengetahuan-pengetahuan yang dimuat oleh "Bak Truk"
tadi.
Kembali lagi. Di indonesia,
apakah perbedaan ilmu dan pengetahuan menjadi perhatian khusus? Atau di biarkan
begitu saja. Saya jadi bertanya pada diri sendiri, selama sekolah, saya cari
ilmu atau pengetahuan, ya? Hahaha
Lantas bagaimana?
Ya kita jangan hanya pintar di
sekolah saja. Kita juga harus pintar hidup. Banyak yang pintar sekolahnya tapi
tidak pintar dalam hidup. Berdagang tidak bisa, bekerja dengan orang lain tidak
amanah. Hidupnya malah menjadi toxic bagi orang lain dan lingkungan.
Perihal kebenaran dalam
berpendapat, Mbah Nun menulis untuk jangan sampai bersitegang siapa diantara
kita pendapatnya yang paling benar. Apa yang kita ketahui adalah hasil dari
kesepakatan manusia, mahluk yang tak luput dari kesalahan. Meski hal yang kita
per bincangkan perkara sains sekali pun. Karena soal kebenaran dalam sains, itu
hanya kebenaran dalam catatan, bukan kebenaran yang sebenarnya benar. Kebenaran
sejati. Karena kebenaran sejati yang muncul dari manusia hanyalah kebenaran
yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
***
Sepemahaman saya dalam membaca jurnalisme investigasi. Kebenaran dibagi menjadi
tiga. 1. Kebenaran menurutmu. 2. Kebenaran menurut saya, dan 3. Kebenaran itu
sendiri. Dalam konteks ini yang coba saya elaborasi dengan apa yang Mbah Nun
tulis. Perkataan dan tulisan manusia sifatnya hanyalah relatif. Jika semua
manusia bersitegang dengan kebenaranya masing-masing, pasti ribut. Kita kudu
rendah hati dengan mencari kebenaran banyak orang. Kebenaran kolektif. Sekali
lagi, sifatnya relatif. Keputusan kolektif NU tentu berbeda dengan keputusan
kolektif dari Muhamadiyah. Juga kelompok-kelompok yang lain.
***
Manusia tempatnya salah. Demi
menebus kesalahan, Allah menyuruh kita untuk beribadah. Kita shalat sehari lima
kali. Setiap menegakan shalat kita berucap ihdinashshirathal mustaqim? Betulan
tidak. Kita memohon agar Allah menunjukan kepada kita jalan yang lurus. Allah
tahu bahwa kita ini sebanarnya tidak sesat pun, masih saja sesat. Kalau prinsip
hidup kita seperti ini kan enak. Kita jadi gak uring-uringan dan menyalahkan
keadaan atau orang lain. Jika kita bertemu orang yang sering menyalahkan orang
lain bahkan berani mengkafirkan. Mungkin orang tersebut sudah tidak perlu
membaca Ihdinashirathal mustaqim. Apa intinya? Allah menyuruh kita untuk selalu
beribadah. Kita tidak perlu menagih ke Allah apa yang kita dapatkan dari
beribadah kepadanya setiap hari. Ibadah itu mengabdi. Mengabdi itu melayani.
Kodrat manusia hanya pada semoga, maqom kita hanya pada insya Allah saja.
Baca tulisan saya yang lain: RESENSI BUKU KEHIDUPAN LIAR KARYA MICHEL TOURNIER
Menjadikan apa pun yang kita lakukan
dengan niat ibadah, dengan niat melayani. Allah akan menjamin hak dan kebutuhan
kita tanpa harus memintanya. Allah tidak akan tutup mata pada hambanya yang
berlaku seperti ini. Seperti halnya berdagang, fokus kita bukanlah laba.
Melainkan melayani konsumen. Peran yang Allah berikan kepada kita. Entah
menjadi pimpinan, pedagang, orangtua, seniman kunci utamanya adalah melayani.
Goalnya adalah Allah. Tujuan
akhir adalah pertemuan dengan Allah. Niat bekerja bukan mencari uang, karena
itu termasuk nafsu, dan nafsu bagian dari diri kita yang dikendalikan oleh
naluri. Kita tidak perlu mencitrakan diri. Itu juga bagian dari nafsu. Asal
membuat orang aman dan nyaman, otomatis citra kita akan baik. Jangan bermimpi
jadi orang besar. Jadilah orang yang bermanfaat, bonusnya kita akan disebut
orang besar oleh orang lain. Ingat, niatnya hanya satu. Ibadah.
Mbah Nun juga memberikan idiom
bahwa manusia itu tugasnya hanya menanam. Tugas kita hanya terus menerus untuk
bersungguh-sungguh dan ikhlas menanam tanpa menagih hasil. Seperti menanam
padi. Memang saat kita menanam padi, menyirami dan memupuk nya lantas padi yang
kita tanam akan dipanen? Kita hanya menanam dan menyiraminya saja. Keluar
buahnya atau tidak, siapa yang menentukan? Allah.
Allah tidak menuntut kita untuk sukses,
yang dituntut oleh Allah adalah, kita berjuang tanpa henti sampai titik darah
penghabisan. Kita tidak disuruh panen. Kita disuruh menanam. Karena itu, jangan
berhenti untuk menanam. Bahkan seandainya besok kiamat, tetaplah menanam.
Jangan pernah putus asa, karena memang tujuannya bukan untuk panen.
Hidup Itu Harus Pintar Ngegas
Ngerem
Saudara-saudara kita yang berada
di luar negeri. Ada yang sedang bekerja dan kuliah. Dalam hidup, ada yang
menolong dan ditolong. Yang menjadi pertanyaan, saudara-saudara kita yang
bekerja di luar negeri itu menolong atau ditolong Indonesia?
Tentu jawabannya kembali pada
niat. Kalau kenyataanya tidak sengaja menolong, nanti pertolongannya malah
tidak ikhlas. Tapi jika kenyataanya saudara-saudara kita yang sedang bekerja
menolong Indonesia, sangat pantas jika mereka semua mendapatkan penghargaan
dari Indonesia dan Allah.
Baca tulisan saya yang lain: RESENSI BUKU LELAKI MALANG, KENAPA LAGI? Hans Fallada
Bisa dikatakan, Indonesia berdosa
sama orang-orangnya, ya termasuk yang sedang di luar negeri. Dengan sumberdaya
alam yang luar biasa besar, tambang digali di sana sini, hutan ditebangi,
tanahnya ditanami sawit, padi, tembakau belum lagi sumberdaya lautnya yang
melimpah ruah. Nah, bukankah semua itu harusnya milik orang Indonesia semua?.
Pemerintah dan Negara berkewajiban menjamin hak hidup para warga negaranya.
Tapi, kenyataanya malah banyak saudara kita yang bekerja ke luar negeri.
Sampai sini, rakyat yang harus
berterimakasih ke Indonesia atau sebaliknya?
Dalam essai ini, Mbah Nun
mengajak pembaca untuk tidak membenci Indonesia. Apalagi kok sampai hati
membenci Pemerintahnya. Mbah Nun memberikan kita wawasan bahwa seperti inilah
keadaan Negara kita. Jadikan hal ini sebagai dasar untuk bersyukur kepada
Allah.
Berbicara masalah mental.
Internet itu bagus untuk membantu komunikasi. Tapi sangat buruk untuk
pembangunan mental manusia. Tujuan agama hanya satu; mendidik manusia agar
mampu mengendalikan diri. Kita shalat lima waktu agar memiliki ritme untuk
mengendalikan diri.
Sedangkan internet memberi
peluang kepada untuk melampiaskan diri. Mau bicara apa saja, bohong dan
konfrontatif tak jadi soal, apa saja bisa. Kita diajarkan guru dan kyai kita
untuk tidak memasuki sistem atau suatu keadaan yang membuat kita melampiaskan
diri. Kita diharuskan dekat dengan orang-orang dan lingkungan yang mendukung
kita untuk mengendalikan diri. Sementara internet itu melampiaskan. Hidup itu
harus pintar ngegas dan ngerem.
Jadi Manusia Dulu Baru Jadi
Muslim
Iblis ditaruh dalam hidupmu untuk
menjadi katalisator, kalau dalam bahasa kimia. Tugasnya untuk mengurai. Untuk
menciptakan pembeda atau furqon, dalam bahasa Al-Quran. Pembeda siapa yang
percaya akhirat dan siapa yang tidak. Itu gunanya iblis.
Dari sini kita dapat menilai,
aslinya Iblis tidaklah kuasa atas diri kita. Ia hanya diberikan kewenangan oleh
Allah untuk menggoda keimanan manusia goyah atau tidak. Iblis tidak berani
melawan Allah, lha wong ia diciptakan oleh Allah kok, bahkan dapat dibilang
bahwasanya Iblis adalah mahluk Allah yang paling ikhlas karena rela masuk
neraka padahal telah melaksanakan tugasnya dengan sangat baik. Yakni membuat
keimanan manusia goyah.
Kepemimpinan dan Kasih Sayang
Mbah Nun juga memberikan konsep
untuk selalu mengaji dan mengkaji. Mengaji berarti belajar yang muaranya
martabat dan kedalaman ilmu. Sedangkan mengkaji berhubungan dengan intelektualitas
di mana kita mempelajari fenomena apa yang terjadi dan kita hadapi. Seperti
halnya membaca Al-Quran, idealnya 90% mengaji dan 10% nya mengkaji. Jika sedang
ngobrol dengan teman, hendaknya saling mengaji satu sama lain, jika yang
terjadi saling mengkaji, yang terjadi kita tidak akan sampai paham dengan apa
yang kita diskusikan. Makanya kita harus banyak taddabburan. Terlebih
megntaddaburi Al-Quran, perbanyak dan akrablah dengan Al-Quran. Kalau tidak
bisa membaca bahasa arabnya, berusahalah membaca terjemahannya, maknai setiap
kata dan tajwidnya kemudian taddabburi maksut dari ayat tersebut. Tujuan dari
mengtaddabburi Al-Quran bukan masalah kita paham atau tidak, melainkan kita
mendapatkan manfaat dari Al-Quran atau tidak.
Kita butuh tiga hal dari Allah.
Pertama, hidayah. Hidayah itu meliputi apa saja. Berguna untuk bisnismu,
karirmu, sekolahmu, dagangmu, apa saja. Kedua, kita butuh rezeki. Ketiga, kita
butuh kasih sayang dari Allah.
Segala
hal yang kita lakukan pada dasarnya adalah menanam; menanam yang baik-baik agar
Gusti Allah lebih sayang kepada kita. Jangan sampai hal yang kita lakukan
membuat Allah marah, jika Allah sampai marah kepada kita. Apapun yang kita
punya tidak ada berkahnya lagi karena semua yang kita miliki hanyalah titipan
dari Allah.
Baca tulisan saya yang lain: Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur
Jika
kita berdagang, apapun yang kita siapkan dari mulai produksi sampai strategi
marketing sifatnya hanya menanam. Masalah nanti laku atau tidak itu terserah
Allah. Jika kita bekerja untuk orang lain. Atau punya unek-unek ke atasan
bahkan negara tapi takut menyampaikannya. Bila kita bertakwa, Allah akan
menyampaikan ide kita kepada orang yang kita tuju. Atau kalau tidak, Allah akan
meniupkan energi kepada kita agar semakin kuat menjalani pekerjaan kita. Kita
harus percaya kepada Allah. Kalau kita sendiri tidak yakin dengan Allah, ya
Allah juga tidak akan membantu kita.
Jadilah
manusia yang baik, terlebih mulia. Karena mulia dan baik adalah dua hal yang
berbeda. Zakat itu wajib, dan itu baik jika melakukan hal tersebut. Akan menjadi
mulia jika mengeluarkan infaq dan sedekah. Kita rela mengeluarkan harta di saat
kita orang lain membutuhkan. Begitu dengan shalat lima waktu, hal tersebut
bersifat wajib dan baik. Menjadi mulia saat kita menambahi shalat sunah.
Baca tulisan saya yang lain: Lelaki Memang Tidak Menangis, Dik. Tapi Hatinya Berdarah
Jangan
terlalu memaksa orang untuk menghormatimu. Tapi sibukkan diri kita dengan
menghargai orang lain. Baiklah kepada orang lain dan keraslah terhadap dirimu
sendiri.
Malang, 22 September 2020
Ali Ahsan Al Haris
No comments:
Post a Comment