Saturday, July 25, 2020

APA ITU MAIYAH?


APA ITU MAIYAH?

Pertama, saya haturkan terimakasih yang sangat besar untuk Mbah Nun sekeluarga dan keluarga ndalem Jombang termasuk Cak Dil dan Abah Fuad. Tidak lupa terimakasih banyak ke Pak Toto, Alm. Pak Kamba, Kyai Muzamil, Kang Sabrang, Mas Helmi, sedulur Kiai Kanjeng, para JM dan tentunya Kang Prayogi senior saya di Religi Malang. Karena buku beliau, saya mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang selama ini saya cari. Heran memang, banyak pertanyaan yang selama ini saya cari ternyata banyak terjawab di buku yang beliau tulis. Padahal, beberapa kali saya berjumpa dengan beliau, kok ya gak sadar.



***


Aku jamin, jika ada orang yang bertanya seperti itu kepada 100 orang Jamaah Maiyah, maka dia akan mendapatkan 100 jawaban yang berbeda. Mengapa bisa demikian? Tidak ada penjelasan yang akurat, Saudara. Namun, sekadar untuk mendekatinya, kiranya penjelasan ini akan membantu. 


Menurut tulisan-tulisan kecil yang banyak beredar di kalangan komunitas maiyah, kata maiyah berasal dari bahasa Arab maiyatullah yang berarti bersama Allah. Kemudian, kesandung lidah Jawa dan akhirnya akrab sebagai maiyah. Maiyah lebih merupakan komitmen nilai, bukan bentuk. Sehingga, maiyah tidak akan pernah mencapai bentuk formal semacam organisasi masyarakat.


Lebih lanjut, Emha Ainun Nadjib, sebagai guru, sahabat sekaligus ayah orang maiyah pernah memberikan juga alasan untuk menjawab pertanyaan seperti itu.


Pertama, kata Emha, "Saya lebih baik nyolokin cabai rawit ke mulut orang maiyah daripada duduk dan menjelaskan panjang lebar tentang makna cabe kepada mereka.


Kedua, mereka kan orang maiyah, bukan hanya saya. Mengapa saya yang harus menjawab." Sementara alasan ketiga Emha, "Saya pasti dimarahi Kanjeng Nabi, Sunan Bonang dan sejumlah Auliya' jika metode thoriqot semacam itu yang saya terapkan kepada orang maivah dan siapa pun.”


Baca tulisan saya yang lain: Saat Saya Ditanya Mengapa Ikut Maiyah


Jadi, apa itu Maiyah? Aku juga tidak memiliki jawaban pasti, Saudara. Tapi, ada metode yang menurutku paling cepat untuk membuat orang paham tentang maiyah, yaitu mengisahkan asal-usulnya.


Dulu, pada tahun 1993, atas gagasan Adil Amrullah adik Emha diselenggarakanlah pengajian di rumah Ibu Emha di Jombang sebagai jalan silaturahmi Emha dan keluarganya. Selain itu, dimaksudkan sebagai respon lingkaran Emha terhadap kondisi masyarakat pada saat itu yang mengalami ketidakpuasan, keputusasaan, amarah terpendam. Pendeknya, psikologi masyarakat sudah berada pada tubir semangat penghancuran.


Sebab, masyarakat merasakan ada lubang di hatinya yang tak terisi oleh lembaga-lembaga modern yang ada saat itu. Itu juga yang dirasakan orang-orang di lingkaran Emha. Maka, pengajian itu hadir untuk mengisi lubang di hati keluarga dan lingkaran Emha.


Baca tulisan saya yang lain: Maiyah Adalah Sebuah Pohon Besar


Tetapi kemudian, keluarga itu meluas hingga kepada para tetangga satu RT, satu desa. Lambat laun meluas hingga satu kecamatan, satu kabupaten, satu provinsI, dan akhimya meluas hingga tetangga-tetangga di luar Jawa Timur. Ini boleh jadi sebuah indikasi masyarakat luas juga mengidap penyakit "lubang di hati".


Karena pengajian itu diselenggarakan secara reguler sebulan sekali dan mengambil waktu saat bulan purnama, maka pengajian itu dinamakan Pengajian Padhangmbulan.


Kemudian, usai sejarah besar reformasi di Jakarta dan kejatuhan Soeharto, dimulailah pengajian serupa di Yogya, rumah tinggal Emha. Pengajian itu diberi nama Mocopat Syafaat. Seiring berjalannya waktu, lahir pula pengajian serupa dengan nama Papperandang Ate di Mandar. Kemudian, Haflah Shalawat dan Pengajian Tombo Ati di Surabaya yang kelak bermetamorfosis men- jadi Bangbangwetan. Lahir pula berikutnya Gambang Svafaat di Semarang, Kenduri Cinta di Jakarta serta Obor Illahi di Malang.


Sementara, ada pula pengajian-pengajian serupa yang diinspirasi oleh Pengajian Maiyah dan diselenggarakan oleh Jamaah Maiyah seperti pengajian Idza Ja di Ende, Flores. Orang-orang yang hadir di pengajian-pengajian itulah yang kemudian menamakan diri mereka sendiri sebagai Jamaah Maiyah.


Maiyah dihidupi oleh pengajian maiyah. Pengajian-Pengajian Maiyah itulah yang menjadi kekuatan jasmani dari maiyah. Sementara, kekuatan jasmani itu menghidupi dirìnya dan mendapat kehidupannya dari roh shalawat. Bershalawat adalah bagian utama dari Pengajian Maiyah. Sedangkan diskusi-diskusi multi arah yang mengiringi setiap pengajian diletakkan sebagai pendamping yang harus ada sebagai upaya memperluas wawasan keilmuan.


Kalau demikian, apa posisi Emha di Maiyah? Apakah dia Ketua Umum Maiyah, Ketua Dewan Pembina, Sekjen, Direktur Eksekutif atau apa? Setahuku, bukan itu semua, Saudara. Emha adalah bagian sangat penting dari maiyah, tetapi aku tidak tahu jabatannya. Sebab, dirinya sendiri juga menolak diletakkan di suatu tempat.


Namun sesungguhnya, dia ada di mana-mana. Aku ceritakanakan pengalamanku soal ini.


Sepanjang sepuluh tahun menjadi bagian dari pengajian-pengajiannya, aku berusaha sekuat mungkin menutup diri dari perbincangan soal Emha maupun Maiyah kepada orang di luar Maiyah. Bahkan kepada orang tuaku sendiri.


Baca tulisan saya yang lain: Menderita Karena Maiyah (Sebuah Respon)


Aku malu jika ada orang tahu kalau kadang-kadang aku berkunjung ke Pengajian Maiyah. Lebih malu lagi kalau orang tahu bahwa aku menganggap diriku sebagal bagian dari Jamaah Maiyah. Tapi, begitu ada orang yang tahu-entah dari mana-bahwa aku terkadang bertemu dengan Emha, mereka sekonyong-konyong bertanya banyak hal tentang Emha. Di mana tinggalnya? Apa aktivitasnya? Mengapa lama tidak tampil di TV, dan seterusnya. Pertanyaan mereka seolah-olah menempatkan aku ini sebagai perangko yang selalu nempel padanya.


Seorang pengasuh pesantren Gontor pernah mengatakan, "Kecenderungan setiap orang untuk tertarik memperkenalkan dirinya sebagai bukti eksistensi, namun hal ini tidak saya temui pada diri Emha. Emha justru ingin selalu menyembunyikan dirinya," kata beliau. Emha hadir di hati banyak orang, Kendati dia berusaha lari ke jalan yang sunyi.


Mungkin, semangat itu pula yang menjadi pertimbangan Emha saat mengatakan, "Maiyah bukan karya saya, bukan ajaran saya dan bukan milik saya. Orang-örang Maiyah bukan santri saya, bukan murid saya, bukan anak buah, makmum, jamaah atau umat saya."


Baca tulisan saya yang lain: Bermimpi Bertemu Mbah Nun


Kendati ada juga orang Maiyah yang menganggap Emha sebagai mursyid, guru bahkan seorang doktor hukum sebuah PTN di Surabaya menyebutnya imam bangsa. Namun, Emha tetap saja menganggap dirinya hanya sebagai pengikut Rosulullah. Emha menandaskan.


"Saya tidak berani, tidak bersedia dan tidak mampu berada di antara hamba dengan Tuhannya. Setiap hamba memiliki hak privacy untuk berhadapan dengan Tuhannya tanpa dicampuri, digurui atau diganggu oleh siapa pun."


"Saya tidak boleh meninggikan suara melebihi suara Nabi, apalagi suara Tuhan. Saya tidak boleh dikenal oleh siapa pun melebihi pengenalannya kepada Nabi, apalagi Tuhan."


Dia juga menjaga diri untuk tetap tersembunyi.


"Saya wajib menghindari kemasyhuran dan menolak kedekatan siapa pun yang membuat lebih dari kadar perhatian dan kedekatannya kepada Tuhan dan Nabi."


Jadi, apa itu Maiyah? Untuk apa Maiyah ada, kalau mendefinisikan dirinya sendiri saja kesulitan? Apa artinya Maiyah untuk Jamaah Maiyah, untuk Indonesia dan untuk umat Islam?


Baca tulisan saya yang lain: Dukun Pak Harto dan Perpusda Jepara


Balklah Saudara, aku akan sedikit kemaki. Menurut catatan yang blsa aku lacak, menerangkan bahwa Malyah itu sama sekali bukan agama baru, serta tidak pemah dimaksudkan oleh pelakunya sebagai suatu aliran teologi, mahzab maupun thoriqot. Apalagi diniatkan sebagal organisasi massa. Terlebih-lebih sebagal lembaga politik, lebih tidak lagi. Maiyah juga menjauh dari mempersaingkan diri dengan gerakan sosial, kemanusiaan, Intelektual atau spiritual apa pun. Juga tidak berminat merebut apa pun dan tidak berkehendak menguasai apa pun di dalam kehidupan bermasyarakat dan benegara.


Doktor Nursamad Kamba, peraih doktor filsafat dari bidang tasawuf dari AL Azhar pemah menuliskan sebuah artikel pendek tentang Maiyah. Doktor Kamba sepuhan Malyah. Doktor Kamba memfokuskan pandangannya untuk melihat isi atau sepuhan Maiyah. Doktor Kamba memandang, "Maiyah yang secara kreatif mengadopsi atau lebih tepatnya memfokuskan pandangannya untuk melihat isi atau menjabarkan prinsip-prinsip persahabatan, persaudaraan, dan Ikrar perjuangan berdasarkan cinta kasih serta dengan ikhlas dan jujur yang bersumber dari inspirasi gua tsur dan momentum hijrah Nabi, merupakan kreasi sufistik Emha yang jika disandingkan dengan gerakan-gerakan sufi dalam sejarah, menempati posisi setara dengan kaum malamatiyah."


Momentum gua tsur terjadi saat Rosululah Muhammad dan Abu Bakr sedang dalam perjalanan hijrah menuju Madinah. Saat mereka sedang berlindung di gua tsur, mereka dilempari batu dari luar oleh anak pasukan Qurais Mekkah hingga Rosulullah terluka. Saat itulah Abu Bakr menangis karena tidak sampai hati melihat Rosulullah terluka. Dia menangis. Maka, Rosulullah menenangkan Abu Bakr dengan mengatakan: Tenang saja, Allah bersama kita. Itulah pesan pokok yang disampaikan Rosulullah kepada sahabat seperjalanannya tersebut.


Baca tulisan saya yang lain: Maiyah dan Spontanitas


Lalu, siapa kaum malamatiyah itu? Kaum malamatiyah adalah kelompok sufi yang berkembang di Khurasan, Persia mulai abad ke-3 dan ke-4 hijriyah. Al malamatiyah dibangun di atas sikap pengorbanan diri sendiri demi kepentingan saudara. Sikap tersebut menciptakan idealisme alfutuwwah, yaitu semangat kepemudaan dalam berjuang seperti halnya ashabul kahfi.


Kaum malamatiyah menjadi tempat berteduh masyarakat umum yang menghadapi kezaliman ataupun ke sewenang-wenangan pemerintah maupun masyarakat. Bahkan, kaum malamatiyah cenderung mempraktikkan “rasa Bahagia” dan sikap "menikmati" ketidakadilan dan penderitaan yang dialaminya. Tokoh-tokoh besar dalam tradisi sufi pada umumnya penganut malamatiyan dan ahlul futuwwah mulai dari Abu Yazid al Bustami, Al Hallaj, Al Juneid, hingga Ibn Arabi.


Maka, menurut Doktor Kamba, Maiyah adalah nikmat bagi pemerintah dan negara Indonesia. Jangan tanya padaku apa maksudnya, Saudara. Beliau juga menambahkan bahwa Maiyah menjadi danau serapan bagi kebencian masyarakat, menjadi gegana penjinak bom kerusuhan sosial. Maiyah juga menjadi jembatan bilamana terjadi konflik dalam masyarakat. Lebih dan itu semua, Maiyah menjadi sekolah kehidupan yang memberikan pendidikan kearifan hidup.


Sementara, Timothy P. Daniels (TPD), Associate Professor di Universitas Hofstra, New York yang pemah melakukan penelitian soal Maiyah lebih memfokuskan pandangannya sebagai antropolog. Dia melihat Maiyah sebagai jasad. Menurutnya, Maiyah merupakan a revolutionary relliglous force In the world. TPD memasukkan Maiyah ke dalam gerakan penyegaran-untuk tidak menyebut pembaruan-Islam. Doktor Antropologi ini menilai bahwa kekuatan Maiyah yang unik adalah Maiyah tidak berada pada struktur sosial nomatif dan sampai hari ini bertahan untuk tidak mengalami siklus atau lingkaran setan penyegaran.


Seperti banyak ditemukan dalam gerakan-gerakan penyegaran di dunia, mereka tidak sanggup keluar dari lingkaran setan itu. Gerakan penyegaran awalnya muncul karena ketidakpuasan atas rutinitas dan kemandegan lingkungan yang ada yang melahirkan distorsi budaya. Kemudian, gerakan penyegaran itu melampaui fase-fase anti struktur-counter struktur dan akhirnya kembali menyusun struktur sosial normatif yang baru. Struktur yang baru itu kelak akan mengalami kemandegan lagi dan akan menumbuhkan gerakan ketidakpuasan lagi. Begitu seterusnya. Malyah berupaya menghindari itu dengan cara melakukan proses penyegaran dalam ke rangka ideologi dan organisasi yang fleksibel.


Lebih jauh, muslim Afro-Amerika ini menyatakan bahwa gerakan Maiyah merupakan kombinasi yang kreatif dari mistisisme Islam, fundamentalisme dan politik yang berakar pada pengajian bulanan. Salah satu pemikiran dasar Maiyah vang menarik menurut Salim adalah paradigma Perang Badr. Perlawanan Badr yang sabar dan berilmu matang sebagai alat pandang untuk melakukan ijtihad.


Aku pribadi Saudara, berpikir bahwa Maiyah bisa dipandang dari dua hal. Pertama secara ide. Maiyah merupakan terminal yang fleksibel dan artikulatif vang mempertemukan dan menterjemahkan gagasan-gagasan tasawuf ke dalam kehidupan sehari-hari. Maiyah bukan saja berhasil menjadikan tasawuf sebagai cara pandang dan menerjemahkan gagasan-gagasannya yang rumit itu menjadi aplikatif dalam kehidupan sehari-hari. Namun, sekaligus memberikan konteks kekinian dalam berbagai bidang kehidupan. Mulai dari kehidupan budaya, kehidupan sosial, ekonomi perdagangan, demokrasi hingga politik internasional. Hasilnya, tasawuf yang rumit dan "kuno" itu sanggup mengejar kemajuan dalam cara pandangnya sendiri. Sementara, fungsi internalnya, Maiyah membangun akhlak sufistik di dalam diri para jamaahnya.


Kedua, secara sosial. Maiyah bagaimanapun telah menjadi komunitas. Sekelompok orang memiliki gagasan, harapan dan cita-cita yang sama dan secaa regular memperkuat diri dalam keilmuan dan kebersamaan kiranya cukup untuk dinilai sebagai suatu komunitas. Meskipun untuk menjaga sifat egaliter dan independennya, Maiyah bertahan untuk tidak menjadi bagian dari struktur social normatif seperti halnya organisasi-organisasi modern lain.

Baca tulisan saya yang lain: Surat Terbuka Untuk Jamaah Maiyah



***




Sumber: 
Buku Spiritual Journey Emha Ainun Nadjib (Pemikiran & Permenungan)
Penulis : Prayogi R. Saputra
Cetakan ke 2
Penerbit Buku Kompas
Tulisan ada pada halaman 29-37


No comments:

Post a Comment