Friday, December 13, 2019

Dukun Pak Harto dan Perpusda Jepara

~ Dukun Pak Harto dan Perpusda Jepara ~

Jika pembaca dalam lima belas detik kedepan merasa bosan dengan tulisan saya, silahkan close dan akhiri bacaan ini. Akan tetapi jika masih penasaran dengan apa yang saya tulis, saya harap pembaca tidak kecewa dengan pesan yang saya sampaikan lewat tulisan sederhana ini.

Saya sudah suka membaca buku sejak kecil, entah hobi ini turun atau terbentuk dari siapa, mungkin jawaban yang tepat adalah kedua orang tua saya. Sejak SD saya sering membawa buku-buku diperpustakaan sekolah untuk kemudian saya bawa pulang. Hal ini saya lakukan karena perpustakaan di SD saya sangat kotor, mungkin hanya demit sebangsa kuntilanak atau tuyul yang mau masuk kedalam Perpus, sisanya hanya saya dan tukang kebon sekolah saja.

Dari bermacam buku perpustakaan SD yang pernah saya baca, hanya dua buku yang masih saya ingat betul. Yaitu buku tebal kisaran empat ratusan halaman yang mengulas tentang asal usul sejarah daerah beserta wisatanya di seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Buku kedua adalah buku dengan cover dominan warna putih dan merah dengan judul "Gerakan 30 September/PKI" versi Kemendikbud. Bagaimana, dari SD saja saya sudah membaca buku tragedi sejarah merah di negeri ini, maka tidak heran jika selama ini bacaan saya kalau tidak genre kanan ya kiri. Hehe

Bahan dan akses bacaan saya semakin banyak saat di SMP, maklum saja karena SMP saya tergolong yang memperhatikan betul sarana dan prasarana para anak didiknya, mulai dari lab bahasa, lab komputer, lab fisika dan biologi, perpustakaan yang luas sampai dengan tempat tidur Kepala Sekolah yang bisa kami lihat lewat gerbang utama sekolah. Setali tiga uang, perpustakaan menjadi tempat persembunyian paling aman saat jam istirahat tiba, bukan karena koleksi bukunya yang bagus, melainkan karena uang saku yang tak cukup untuk jajan dua kali jam istirahat. Praktis, saya ini terbilang pelanggan tetap perpustakaan hanya pada jam istirahat kedua dimana jam tersebut adalah lapar-lapar nya. Haha, sempak.

Baca tulisan lain Manusia Bisa Apa?

Beranjak dewasa saya mensyukuri betul keterbatasan selama SMP dulu, karena keterbatasan itulah saya terbentuk menjadi pribadi yang menyukai buku dan literasi.

Masa suram muncul saat saya masuk SMK, ternyata sekolah negeri bukanlah jaminan terjaminnya sarana prasarana yang lengkap, termasuk dengan adanya perpustakaan, lab produksi, lab bahasa bahkan musholla saja belum punya. Piye perasaanmu? Enak jamane sopo jal ! Mungkin Allah memang menyukai saya hidup dalam keterbatasan, jikalau saya diberikan akses lebih dan sedikit rasa kemapanan, Allah tahu jika saya akan dibuat kalap oleh Nya. Tentu dalam konteks ini saya tidak menjelekan SMK saya, perlu pembaca tahu jika SMK saya tergolong baru berdiri, saya adalah angkatan ketiga, pernah mengalami sekolah sistem shift pagi dan siang (Seperti orang kerja saja bukan), tapi dikenal orang sebagai anak-anak SMK yang bar-bar. Hahaha

Oke kita fokus lagi

Karena tidak adanya perpustakaan disekolah dan bacaan saya kebanyakan buku-buku agama yang saya pinjam dari Bapak saya. Kemudian saya berpikir bagaimana caranya saya dapat sumber bacaan murah dan beragam, dan kebetulan kawan saya mengajak ke Perpusda Kab Jepara. Alangkah bahagianya saya yang merindukan banyak bahan bacaan dapat sepuasnya menyelami teks demi teks di Perpusda Jepara.

Baca tulisan lain Surat Terbuka Untuk Jamaah Maiyah Baru

Belasan kali kunjungan ke Perpusda Jepara membuat saya nagih, selain bukunya yang banyak dan tempatnya yang nyaman. Saya memiliki alasan kuat untuk pulang telat. Hehe. Karena belum memiliki kartu anggota, saya tidak diperkenankan meminjam buku, alhasil terhitung awal tahun 2008 saya resmi menjadi anggota Perpusda Jepara dengan nomor anggota 01 0 40 0162
Kartu Anggota Perpusda Saya


Karena paceklik bahan bacaan kurang lebih satu tahun, praktis selepas memiliki kartu anggota Perpusda Jepara saya rutin meminjam buku. Tidak tanggung-tanggung, sekali meminjam saya langsung membawa lima buku yang harus saya baca maksimal dua minggu.

Harus saya akui juga, Perpusda Jepara lah yang mengenalkan saya dengan sastra. Banyak novel, majalah, tips trik dan biografi yang saya lalap habis. Dari banyak buku yang saya pinjam dari Perpusda Jepara, buku delapan seri yang membahas tentang Alm. Presiden Soeharto (Saya lupa judul dan penulisnya) menjadi buku favorit saya. Buku tersebut membahas perjalanan mendiang orang yang tiga puluh dua tahun memimpin Indonesia dari masa kecil sampai dengan lengsernya beliau menjadi orang nomor satu di Indonesia. Dari buku tersebutlah saya tahu jika Pak Harto percaya pada dukun, bahkan disebutkan pada awal menjadi Presiden sampai dengan awal delapan puluhan Pak Harto merangkul kelompok Islam, Pak Harto memiliki empat puluh delapan dukun. Belum lagi dengan tirakat beliau seperti bertapa telanjang di Gunung Kawi, Pantai Selatan dan Alas Purwo.

Saya sempat ketakutan kembali ke Perpusda Jepara karena telat mengembalikan buku. Alasannya bukan dari besarnya denda, melainkan karena saya menghilangkan buku tersebut. Karena takut nama saya di blacklist dan pihak Perpusda Jepara menghubungi sekolah, saya diantar kawan saya untuk menghadap kebagian pengembalian buku. Dengan memasang wajah melas, saya menceritakan kronologis bagaimana hilangnya buku yang saya pinjam. Hehe. Syukur allhamdulillah Ibuk di bagian pengembalian memaklumi alasan saya dan mengbebas tugaskan saya dari denda.

Baca tulisan lain Manusia Adalah Hewan Yang Online

Apakah kalian masih membaca tulisan saya? Bosan tidak? Sudah mendapatkan makna dari tulisan saya? Kalau sudah tolong komentar ya, karena saya sendiri juga bingung dengan yang saya tulis.


Sekian terimakasih.
Salam hangat.

Jangan Lupa Ngopi.

No comments:

Post a Comment