Monday, January 20, 2020

RESENSI BUKU LELAKI MALANG, KENAPA LAGI?


RESENSI BUKU LELAKI MALANG, KENAPA LAGI?



Sebelum saya lanjut. Tentu saya harus mengapresiasi diri saya sendiri karena telah selesai membaca dan dapat meresensi novel ini. Kenapa? Selain memiliki hampir 500 halaman, ukuran huruf pada novel "Lelaki Malang, Kenapa Lagi?" karangan Hans Fallada terbilang kecil. Butuh waktu dengan cermat dan fokus untuk membaca kalimat demi kalimat yang ada. Oleh karena itu, sekali lagi selamat untuk diri saya sendiri. Hello Ali, selamat ya.


Ini adalah buku ke empat yang saya resensi di ahun 2020. Lelaki Malang Kenapa Lagi? Adalah novel kedua yang diterbitkan Moooi Pustaka setelah "Angsa Liar" karangan Mori Ogai, sebuah rumah penerbitan yang digawangi salah satu maestro sastra di Indonesia, Mas Eka Kurniawan. Diterjemahkan dengan apik oleh Mbak Tiya Hapitiawati dari Bahasa Jerman. Mulai terbit Desember 2019, namun beredar dipasaran per Januari 2020. Saya termasuk beruntung mendapatkan buku ini agak murah karena Pre Order terlebih dahulu. Saya mulai membaca novel ini tanggal 9 Januari 2020 pukul 02.23 dinihari dan selesai Minggu 19 Januari pukul 16.32 WIB. Saya baca tepat selepas membaca novel "Orang-orang Proyek" karangan Mbah Ahmad Tohari. Jika belum ada blogger atau penulis yang meresensi buku ini, tentu saya akan sangat bangga jika resensi saya ini menjadi salah satu rujukan para calon pembaca novel "Lelaki Malang, Kenapa Lagi?" Sebelum memutuskan membeli atau membaca buku ini.


Sebelum saya lanjut, tentu tidak afdol jika belum membahas siapa Hans Fallada. Dari berbagai sumber yang saya baca, Hans Fallada adalah salah satu penulis ternama berkebangsaan Jerman di awal abad 20-an. Hans lahir pada tanggal 21 Juli 1893 di GreifswaldJerman. Novel yang ia tuis kebanyakan berbahsa Jerman, dan hanya 11 buah yang diterjemahkan kedalam bahasa Inggris. 


Hans Fallada terlahir dengan nama Rudolf Wilhelm Adolf Ditzen. Nama pena-nya diambil dari tokoh dalam kisah Grimm: Lucky Hans (protagonis) dan Falada (seekor kuda) di Goose Girl. Dalam cerita tersebut, kuda Falada dikisahkan sanggup berbicara dan selalu berkata jujur. Hal itu pula yang menyebabkan si kuda terbunuh. Anehnya, setelah kuda itu dipenggal, ia masih terus saja bicara.


Fallada lahir dari keluarga kelas menengah atas. Ayahnya, Wilhelm Ditzen, adalah seorang hakim, sedangkan ibunya berasal dari kalangan terdidik. Orang tuanya menyukai sastra dan musik. Falada adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Ayahnya sering membacakan cerita anak untuk Fallada dan saudaranya, termasuk juga karya Shakespeare dan Schiller.


Pada tahun 1899, ayahnya diangkat menjadi hakim agung dan keluarga Fallada memutuskan pindah dari Greifswald ke Berlin. Fallada mengalami kesulitan belajar pada awal masuk sekolah pada tahun 1901. Dia kemudian menghabiskan waktu dengan membaca buku, tetapi menghindari buku dengan tema yang tidak sesuai untuk usianya.


Keluarga Fallada berpindah lagi dari Berlin ke Leipzig, saat ayahnya memperoleh jabatan sebagai hakim di Mahkamah Konstitusi.


Selain itu, tidak afdhol pula jika saya tidak sedikit menyinggung penerjemah buku ini, yakni Mbak Tiya Hapitiawati. Saya tidak mengenal siapa beliau, mungkin beliau sudah beberapa kali menerjemahkan buku dan saya luput atau lupa menghafal nama beliau. Tapi yang jelas, saya sangat mengapresiasi sekali kinerja Mbak Tiya Hapitiawati atas terjemahannya pada buku Lelaki Malang Kenapa Lagi?. Mungkin karena beliau adalah lulusan Sastra Jerman dan buku Lelaki Malang Kenapa Lagi? Diterjemahkan langsung dari Bahasa Jerman juga, berbeda dengan karya sastra luar negeri yang masuk Indonesia dengan Bahasa Inggris serta diterjemahkan dari Bahasa tersebut. Pembaca blog saya dapat mengecek langsung ke dinding facebook Mbak Tiya Hapitiawati perihal pendapatnya proyek terjemahan ini.


Baca Tulisan Saya Yang Lain: Emas Ghaib dab Sang Penjaga Wilayah


Awal membaca, saya sukses dibuat terkejut oleh Hans Fallada yang menceritakan tokoh utama pada buku ini, Lammchen dan Pinneberg yang sedang periksa ke dokter kandungan. Pinneberg keberatan dengan kehamilan pasangannya, Lammchen. Alasannya karena gajinya tidak cukup untuk menghidupi si buah hati. Karena hasil diagnosa kehamilan sudah memasuki bulan ke tiga dan tidak mungkin di gugurkan. Pinneberg akhirnya melamar Lammchen dan bertemu calon mertuanya. Nah, pertemuan Pinneberg dengan keluarga Morschel sangat menarik. Nyonya Emma (Ibunda Lammchen), Tuan Morschel (Ayah Lammchen) dan Karl (Adik Lammchen) menanggapi kedatangan Pinneberg dengan kalimat-kalimat kasar. Kedua orangtua Lammchen menghendaki putrinya mendapatkan suami dari kalangan buruh, sedangkan Pinneberg adalah seorang karyawan.


Sampai akhirnya mereka berdua menikah dan mengontrak rumah. Saya memiliki hipotesa bahwa kedua pasangan ini selalu diributkan dengan uang dan uang. Apalagi dengan melihat karakter Lammchen yang cerewet dan serba menuntut, sedangkan suaminya yang bergaji pas-pasan dan serba pasrah. Klop banget dengan rumah tangga kebanyakan orang.


Baca Tulisan Saya Yang Lain: Identifikasi Penyakit Sejak Dini, Pentingkah?


Sebelum saya lanjut (Lagi), beberapa saya temukan typo (Halaman 58) dan halaman rusak (Halaman 30,34). Entah karena ini adalah pengalaman pertama Moooi Pustaka mencetak buku, atau karena saya mendapatkan buku ini dari Pree Order juga kurang paham juga. Yang jelas saya bukanlah tipikal orang yang gampang ribet dengan bagus tidaknya cover, jenis kertas dll. Tapi jika ada beberapa halaman yang rusak menjadikan saya kehilangan mod untuk membaca. Yah itu hanya pendapat saja, harapannya kedepan akan diperbaiki oleh penerbit.


Oke lanjut.


Sampai penghabisan bagian satu, Hans Fallada banyak menceritakan Pinneberg dengan urusan pekerjaan di toko pupuknya. Sedangkan bagiku yang paling menarik adalah saat Pinneberg harus menghadapi pemutusan kontrak secara sepihak. Ternyata apa yang Hans Fallada tulis itu, sekarang masih kita temui di Indonesia. Memang sih gak ada survei resmi, karena saya pernah berkawan dengan beberapa kawan yang tergabung di LSM buruh dan saya sendiri juga seorang buruh. Rasan-rasan, saling intrik, cari muka dan bermental penjilat adalah wajah buruh hari ini, semua karena demi mendapat potongan roti dan keberlanjutan kontrak. Kisah Lammchen berbeda lagi, sebagai seorang istri dan menganggur. Membuatnya terkadang tidak dapat mengontrol pengeluaran rumah tangga yang sekiranya itu kebutuhan atau keinginan. Kalau pun pengeluaran itu termasuk kebutuhan yang harus segera di adakan, pasangan ini akan konfrontasi perihal sisa uang gaji Pinneberg. Jadi, jika pembaca buku "Lelaki Malang, Kenapa Lagi?", adalah pasangan pengantin baru. Saya yakin akan sangat menjiwai apa yang Hans Fallada tulis, dia seolah tahu apa yang sedang pasutri baru alami. Hehe


Di awal bagian dua. Saya dibuat kaget dan tertawa oleh Hans Fallada. Bagaimana tidak, kepergian Pinneberg dan Istri dari Duecherow ke Invalidenstrabe yang berharap mendapat pekerjaan dan kehidupan lebih baik harus pupus karena kelakuan sang Ibu Pinneberg yang menyewakan kamarnya ke anaknya sendiri. Selain itu sosok Jachmann yang pelupa dan suka berbohong menambah penderitaan pasutri baru itu…sampai penghabisan buku, ternyata Jachmann adalah orang baik, suka membantu kesulitan Pinneberg dan diam-diam menyukai Lammchen …. Pekerjaan yang ditawarkan Ibunya hanyalah bualan semata, selain itu tabiat buruk mertua Lammchen yang suka menyuruh dan mata duitan menambah cerita ini semakin seru. Sampai disini, Hans Fallada memang sukses dengan karya realisnya. Top.


Dugaan awal saya di mana Pinneberg tidak mendapatkan pekerjaan di Toko Mandel ternyata salah. Harapannya itu tercapai saat menjadi staf penjualan Toko dan ditempatkan di cabang Berlin. Sampai sini ada yang menarik, Fallada memberitahu kita bahwa manusia tidak jauh dari sifat sombong. Dan itu di reperesentasikannya lewat tokoh Pinneberg. Meski sudah mendapat pekerjaan ditengah lesunya ekonomi Jerman dan global, serta mendapatkan gaji lebih sesuai yang dia ekspetasikan. Sifat sombong dan menganggap rendah orang lain nyatanya ada, dan sampai sekarang. Scene itu terjadi saat Pinneberg melakukan proses tawar menawar dengan pramuniaga toko meubel saat hendak membeli meja rias. Tentu kasus tersebut bukan berarti saya hendak men justifikasi kalau Pinneberg adalah orang yang sombong. Banyak sifat baik khususnya mengalah yang Pinneberg miliki. Oh iya, saya adalah buruh di bidang hospitality. Apa yang Pinneberg alami juga saya alami pula, termasuk perihal jual menjual. Saya suka dengan pernyataan Fallada pada halaman 165 tentang bermacam tipe penjual "Mereka yang memberi kesan baik pada pembeli, mereka yang menebak keinginan para pembeli, dan mereka yang menjual karena memang ada kesempatan". Dari hal itu, ada pelajaran yang sangat penting untuk kita ketahui bersama bahwa apapun profesi kita, goalnya adalah menjual sesuatu, terlepas itu sektor jasa atau tidak. Jadi, lakukan yang terbaik apapun itu.
Pinneberg dipecat Lehman, kepala personalia nya di toko Mandel dulu. Alasannya karena dia tidak tembus target penjualan bulanan. Fase ini menjadi babak baru bagi tokoh utama buku ini, hidup terasa tanpa harapan lagi. Aktifitas hariannya hanya membersihkan rumah tumpangan dari Heilbut, mengasuh si kecil Murkel dan mengurus pekarangan demi bertahan hidup. Sesekali dia pergi ke kota untuk mengambil tunjangan sosial dan membayar kekurangan uang sewanya dulu ke Puttbreese. Babak ini sungguh memilukan, Fallada terlampau 'Sangar' menarasikan kemiskinan yang Pinneberg dan Lamcheen alami.


Perasaan marah dan dendam Pinneberg ke Lehman tak berlangsung lama, 18 bulan selepas dia dipecat dari toko Mandel. Pinneberg mendapat kabar jika Lehman ditendang dari toko, informasi tersebut datang dari Heilbut saat Pinneberg berkunjung ke kantornya. Alasan pemecatannya cukup menarik, Lehman terbukti telah memalsukan dokumen perihal pemindahan karyawan di beberapa cabang toko Mandel atas dasar 'like' dan 'dislike' dan berlaku sewenang-wenang terhadap karyawannya. Pada kenyataanya, semua orang sudah tahu jika hal itu dimanfaatkan Spanfub (Sebangsa General Manager) sebagai akal-akalan alasan pemecatan saja. Sampai tiba giliran Spanfub menempatkan pegawai sesuai dengan kesukaan dan kehendak hatinya.


Pada penghabisan cerita, ada beberapa kalimat yang sangat menarik dan pantas dijadikan quote. Seperti "Uang tidak membantu apapun. Pekerjaan lah yang dapat membantu kami" ujar Lammchen. Tentu konteks ini saya artikan sebagai berkarya, manusia harus tetap eksis dan berjuang mempertahankan hidup dan mimpi-mimpinya. Ya, kita harus seperti itu. Selain itu, kisah keluarga kecil yang Hans Fallada tulis ini mengajarkan kepada kita untuk mendedikasikan hidup ke keluarga. Karena keluarga adalah sumber energi dan inspirasi yang sangat nyata. Saat kita dalam kondisi terpuruk dan diremehkan orang, keluargalah yang akan menyemangati kita untuk selalu bangkit. Selain itu, dan ini sangat penting. Bekerjalah kalian semaksimal mungkin dengan cara dan sumber yang halal. Persis apa yang Pinneberg dan Lammchen lakukan di buku "Lelaki Malang, Kenapa Lagi?".


Baca Tulisan Saya Yang Lain: Surat Terbuka Untuk Jamaah Maiyah Baru


Sekian terimakasih, itu saja yang dapat saya ceritakan dari hasil membaca buku kedua terbitan Moooi Pustaka. Tentu akan apa yang saya tulis juga di elaborasi dengan pengalaman dan sejauh apa saya membaca buku. Karena membaca masalah selera, bolehlah saya merekomendasikan buku ini untuk kalian semua. Terutama bagi pasangan yang hendak menikah atau keluarga muda. Kisah dalam buku ini akan membuat kita total dalam berjuang, hati-hati dan dapat juga kalian jadikan referensi bahwa setelah menikah nanti, apa yang kalian alami dengan pasangan bisa jadi mirip dengan Pinneberg dan Lammchen alami.


Resensi Buku Lelaki Malang Kenapa Lagi Hans Fallada, Resensi Buku Lelaki Malang Kenapa Lagi Hans Fallada,Resensi Buku Lelaki Malang Kenapa Lagi Hans Fallada,Resensi Buku Lelaki Malang Kenapa Lagi Hans Fallada,Resensi Buku Lelaki Malang Kenapa Lagi Hans Fallada,Resensi Buku Lelaki Malang Kenapa Lagi Hans Fallada,Resensi Buku Lelaki Malang Kenapa Lagi Hans Fallada,Resensi Buku Lelaki Malang Kenapa Lagi Hans Fallada,Resensi Buku Lelaki Malang Kenapa Lagi Hans Fallada.






1 comment:

  1. Maaf koreksi mas, penulisan namanya yg bener Spanfuss atau Spanfuß (pake huruf umlaut Jerman)

    ReplyDelete