RESENSI BUKU LELAKI MALANG, KENAPA
LAGI?
Sebelum saya lanjut. Tentu saya
harus mengapresiasi diri saya sendiri karena telah selesai membaca dan dapat
meresensi novel ini. Kenapa? Selain memiliki hampir 500 halaman, ukuran huruf
pada novel "Lelaki Malang, Kenapa Lagi?" karangan Hans Fallada
terbilang kecil. Butuh waktu dengan cermat dan fokus untuk membaca kalimat demi
kalimat yang ada. Oleh karena itu, sekali lagi selamat untuk diri saya sendiri.
Hello Ali, selamat ya.
Ini adalah buku ke empat yang saya
resensi di ahun 2020. Lelaki Malang Kenapa Lagi? Adalah novel kedua yang
diterbitkan Moooi Pustaka setelah "Angsa Liar" karangan Mori Ogai,
sebuah rumah penerbitan yang digawangi salah satu maestro sastra di Indonesia,
Mas Eka Kurniawan. Diterjemahkan dengan apik oleh Mbak Tiya Hapitiawati dari
Bahasa Jerman. Mulai terbit Desember 2019, namun beredar dipasaran per Januari
2020. Saya termasuk beruntung mendapatkan buku ini agak murah karena Pre Order
terlebih dahulu. Saya mulai membaca novel ini tanggal 9 Januari 2020 pukul
02.23 dinihari dan selesai Minggu 19 Januari pukul 16.32 WIB. Saya baca tepat
selepas membaca novel "Orang-orang Proyek" karangan Mbah Ahmad
Tohari. Jika belum ada blogger atau penulis yang meresensi buku ini, tentu saya
akan sangat bangga jika resensi saya ini menjadi salah satu rujukan para calon
pembaca novel "Lelaki Malang, Kenapa Lagi?" Sebelum memutuskan
membeli atau membaca buku ini.
Sebelum saya lanjut, tentu tidak
afdol jika belum membahas siapa Hans Fallada. Dari berbagai sumber yang saya baca,
Hans Fallada adalah salah
satu penulis ternama berkebangsaan Jerman di awal abad 20-an. Hans lahir
pada tanggal 21 Juli 1893 di Greifswald, Jerman. Novel yang ia tuis kebanyakan berbahsa Jerman, dan hanya 11 buah yang diterjemahkan kedalam bahasa Inggris.
Hans Fallada terlahir dengan nama
Rudolf Wilhelm Adolf Ditzen. Nama pena-nya diambil dari tokoh dalam kisah
Grimm: Lucky Hans (protagonis) dan Falada (seekor kuda) di Goose Girl. Dalam
cerita tersebut, kuda Falada dikisahkan sanggup berbicara dan selalu berkata
jujur. Hal itu pula yang menyebabkan si kuda terbunuh. Anehnya, setelah kuda
itu dipenggal, ia masih terus saja bicara.
Baca Tulisan Saya Yang Lain: Laki-Laki dan Dendamnya Dengan Mantan Pacar Pada Buku Seorang Laki-Laki Yang Keluar Dari Rumah
Fallada lahir dari keluarga kelas
menengah atas. Ayahnya, Wilhelm Ditzen, adalah seorang hakim, sedangkan ibunya
berasal dari kalangan terdidik. Orang tuanya menyukai sastra dan musik. Falada
adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Ayahnya sering membacakan cerita anak
untuk Fallada dan saudaranya, termasuk juga karya Shakespeare dan Schiller.
Pada tahun 1899, ayahnya diangkat
menjadi hakim agung dan keluarga Fallada memutuskan pindah dari Greifswald ke Berlin.
Fallada mengalami kesulitan belajar pada awal masuk sekolah pada tahun 1901.
Dia kemudian menghabiskan waktu dengan membaca buku, tetapi menghindari buku
dengan tema yang tidak sesuai untuk usianya.
Keluarga Fallada berpindah lagi
dari Berlin ke Leipzig, saat ayahnya memperoleh jabatan sebagai
hakim di Mahkamah Konstitusi.
Selain itu, tidak afdhol pula jika
saya tidak sedikit menyinggung penerjemah buku ini, yakni Mbak Tiya
Hapitiawati. Saya tidak mengenal siapa beliau, mungkin beliau sudah beberapa
kali menerjemahkan buku dan saya luput atau lupa menghafal nama beliau. Tapi yang
jelas, saya sangat mengapresiasi sekali kinerja Mbak Tiya Hapitiawati atas
terjemahannya pada buku Lelaki Malang Kenapa Lagi?. Mungkin karena beliau
adalah lulusan Sastra Jerman dan buku Lelaki Malang Kenapa Lagi? Diterjemahkan langsung
dari Bahasa Jerman juga, berbeda dengan karya sastra luar negeri yang masuk
Indonesia dengan Bahasa Inggris serta diterjemahkan dari Bahasa tersebut. Pembaca
blog saya dapat mengecek langsung ke dinding facebook Mbak Tiya Hapitiawati perihal
pendapatnya proyek terjemahan ini.
Awal membaca, saya sukses dibuat
terkejut oleh Hans Fallada yang menceritakan tokoh utama pada buku ini,
Lammchen dan Pinneberg yang sedang periksa ke dokter kandungan. Pinneberg
keberatan dengan kehamilan pasangannya, Lammchen. Alasannya karena gajinya
tidak cukup untuk menghidupi si buah hati. Karena hasil diagnosa kehamilan
sudah memasuki bulan ke tiga dan tidak mungkin di gugurkan. Pinneberg akhirnya
melamar Lammchen dan bertemu calon mertuanya. Nah, pertemuan Pinneberg dengan
keluarga Morschel sangat menarik. Nyonya Emma (Ibunda Lammchen), Tuan Morschel
(Ayah Lammchen) dan Karl (Adik Lammchen) menanggapi kedatangan Pinneberg dengan
kalimat-kalimat kasar. Kedua orangtua Lammchen menghendaki putrinya mendapatkan
suami dari kalangan buruh, sedangkan Pinneberg adalah seorang karyawan.
Sampai akhirnya mereka berdua
menikah dan mengontrak rumah. Saya memiliki hipotesa bahwa kedua pasangan ini
selalu diributkan dengan uang dan uang. Apalagi dengan melihat karakter
Lammchen yang cerewet dan serba menuntut, sedangkan suaminya yang bergaji
pas-pasan dan serba pasrah. Klop banget dengan rumah tangga kebanyakan orang.
Sebelum saya lanjut (Lagi),
beberapa saya temukan typo (Halaman 58) dan halaman rusak (Halaman 30,34).
Entah karena ini adalah pengalaman pertama Moooi Pustaka mencetak buku, atau
karena saya mendapatkan buku ini dari Pree Order juga kurang paham juga. Yang
jelas saya bukanlah tipikal orang yang gampang ribet dengan bagus tidaknya
cover, jenis kertas dll. Tapi jika ada beberapa halaman yang rusak menjadikan
saya kehilangan mod untuk membaca. Yah itu hanya pendapat saja, harapannya
kedepan akan diperbaiki oleh penerbit.
Oke lanjut.
Sampai penghabisan bagian satu,
Hans Fallada banyak menceritakan Pinneberg dengan urusan pekerjaan di toko
pupuknya. Sedangkan bagiku yang paling menarik adalah saat Pinneberg harus
menghadapi pemutusan kontrak secara sepihak. Ternyata apa yang Hans Fallada
tulis itu, sekarang masih kita temui di Indonesia. Memang sih gak ada survei
resmi, karena saya pernah berkawan dengan beberapa kawan yang tergabung di LSM
buruh dan saya sendiri juga seorang buruh. Rasan-rasan, saling intrik, cari
muka dan bermental penjilat adalah wajah buruh hari ini, semua karena demi
mendapat potongan roti dan keberlanjutan kontrak. Kisah Lammchen berbeda lagi,
sebagai seorang istri dan menganggur. Membuatnya terkadang tidak dapat
mengontrol pengeluaran rumah tangga yang sekiranya itu kebutuhan atau
keinginan. Kalau pun pengeluaran itu termasuk kebutuhan yang harus segera di
adakan, pasangan ini akan konfrontasi perihal sisa uang gaji Pinneberg. Jadi,
jika pembaca buku "Lelaki Malang, Kenapa Lagi?", adalah pasangan
pengantin baru. Saya yakin akan sangat menjiwai apa yang Hans Fallada tulis,
dia seolah tahu apa yang sedang pasutri baru alami. Hehe
Di awal bagian dua. Saya dibuat
kaget dan tertawa oleh Hans Fallada. Bagaimana tidak, kepergian Pinneberg dan
Istri dari Duecherow ke Invalidenstrabe yang berharap mendapat pekerjaan dan
kehidupan lebih baik harus pupus karena kelakuan sang Ibu Pinneberg yang
menyewakan kamarnya ke anaknya sendiri. Selain itu sosok Jachmann yang pelupa
dan suka berbohong menambah penderitaan pasutri baru itu…sampai penghabisan buku,
ternyata Jachmann adalah orang baik, suka membantu kesulitan Pinneberg dan
diam-diam menyukai Lammchen …. Pekerjaan yang ditawarkan Ibunya hanyalah bualan
semata, selain itu tabiat buruk mertua Lammchen yang suka menyuruh dan mata
duitan menambah cerita ini semakin seru. Sampai disini, Hans Fallada memang
sukses dengan karya realisnya. Top.
Dugaan awal saya di mana Pinneberg
tidak mendapatkan pekerjaan di Toko Mandel ternyata salah. Harapannya itu
tercapai saat menjadi staf penjualan Toko dan ditempatkan di cabang Berlin.
Sampai sini ada yang menarik, Fallada memberitahu kita bahwa manusia tidak jauh
dari sifat sombong. Dan itu di reperesentasikannya lewat tokoh Pinneberg. Meski
sudah mendapat pekerjaan ditengah lesunya ekonomi Jerman dan global, serta
mendapatkan gaji lebih sesuai yang dia ekspetasikan. Sifat sombong dan
menganggap rendah orang lain nyatanya ada, dan sampai sekarang. Scene itu
terjadi saat Pinneberg melakukan proses tawar menawar dengan pramuniaga toko
meubel saat hendak membeli meja rias. Tentu kasus tersebut bukan berarti saya
hendak men justifikasi kalau Pinneberg adalah orang yang sombong. Banyak sifat
baik khususnya mengalah yang Pinneberg miliki. Oh iya, saya adalah buruh di
bidang hospitality. Apa yang Pinneberg alami juga saya alami pula, termasuk
perihal jual menjual. Saya suka dengan pernyataan Fallada pada halaman 165
tentang bermacam tipe penjual "Mereka yang memberi kesan baik pada
pembeli, mereka yang menebak keinginan para pembeli, dan mereka yang menjual
karena memang ada kesempatan". Dari hal itu, ada pelajaran yang sangat
penting untuk kita ketahui bersama bahwa apapun profesi kita, goalnya adalah
menjual sesuatu, terlepas itu sektor jasa atau tidak. Jadi, lakukan yang
terbaik apapun itu.
Pinneberg dipecat Lehman, kepala
personalia nya di toko Mandel dulu. Alasannya karena dia tidak tembus target
penjualan bulanan. Fase ini menjadi babak baru bagi tokoh utama buku ini, hidup
terasa tanpa harapan lagi. Aktifitas hariannya hanya membersihkan rumah
tumpangan dari Heilbut, mengasuh si kecil Murkel dan mengurus pekarangan demi
bertahan hidup. Sesekali dia pergi ke kota untuk mengambil tunjangan sosial dan
membayar kekurangan uang sewanya dulu ke Puttbreese. Babak ini sungguh
memilukan, Fallada terlampau 'Sangar' menarasikan kemiskinan yang Pinneberg dan
Lamcheen alami.
Perasaan marah dan dendam Pinneberg
ke Lehman tak berlangsung lama, 18 bulan selepas dia dipecat dari toko Mandel. Pinneberg
mendapat kabar jika Lehman ditendang dari toko, informasi tersebut datang dari
Heilbut saat Pinneberg berkunjung ke kantornya. Alasan pemecatannya cukup
menarik, Lehman terbukti telah memalsukan dokumen perihal pemindahan karyawan
di beberapa cabang toko Mandel atas dasar 'like' dan 'dislike' dan berlaku
sewenang-wenang terhadap karyawannya. Pada kenyataanya, semua orang sudah tahu
jika hal itu dimanfaatkan Spanfub (Sebangsa General Manager) sebagai
akal-akalan alasan pemecatan saja. Sampai tiba giliran Spanfub menempatkan
pegawai sesuai dengan kesukaan dan kehendak hatinya.
Pada penghabisan cerita, ada
beberapa kalimat yang sangat menarik dan pantas dijadikan quote. Seperti
"Uang tidak membantu apapun. Pekerjaan lah yang dapat membantu kami"
ujar Lammchen. Tentu konteks ini saya artikan sebagai berkarya, manusia harus
tetap eksis dan berjuang mempertahankan hidup dan mimpi-mimpinya. Ya, kita
harus seperti itu. Selain itu, kisah keluarga kecil yang Hans Fallada tulis ini
mengajarkan kepada kita untuk mendedikasikan hidup ke keluarga. Karena keluarga
adalah sumber energi dan inspirasi yang sangat nyata. Saat kita dalam kondisi
terpuruk dan diremehkan orang, keluargalah yang akan menyemangati kita untuk
selalu bangkit. Selain itu, dan ini sangat penting. Bekerjalah kalian
semaksimal mungkin dengan cara dan sumber yang halal. Persis apa yang Pinneberg
dan Lammchen lakukan di buku "Lelaki Malang, Kenapa Lagi?".
Sekian terimakasih, itu saja yang
dapat saya ceritakan dari hasil membaca buku kedua terbitan Moooi Pustaka.
Tentu akan apa yang saya tulis juga di elaborasi dengan pengalaman dan sejauh
apa saya membaca buku. Karena membaca masalah selera, bolehlah saya
merekomendasikan buku ini untuk kalian semua. Terutama bagi pasangan yang
hendak menikah atau keluarga muda. Kisah dalam buku ini akan membuat kita total
dalam berjuang, hati-hati dan dapat juga kalian jadikan referensi bahwa setelah
menikah nanti, apa yang kalian alami dengan pasangan bisa jadi mirip dengan
Pinneberg dan Lammchen alami.
Resensi Buku Lelaki Malang Kenapa Lagi Hans Fallada, Resensi Buku Lelaki Malang Kenapa Lagi Hans Fallada,Resensi Buku Lelaki Malang Kenapa Lagi Hans Fallada,Resensi Buku Lelaki Malang Kenapa Lagi Hans Fallada,Resensi Buku Lelaki Malang Kenapa Lagi Hans Fallada,Resensi Buku Lelaki Malang Kenapa Lagi Hans Fallada,Resensi Buku Lelaki Malang Kenapa Lagi Hans Fallada,Resensi Buku Lelaki Malang Kenapa Lagi Hans Fallada,Resensi Buku Lelaki Malang Kenapa Lagi Hans Fallada.
Maaf koreksi mas, penulisan namanya yg bener Spanfuss atau Spanfuß (pake huruf umlaut Jerman)
ReplyDelete