Proyek Antologi Cerpen dan Puisi Serta Syarat Bangsatnya
Tentu ini akan menjadi tulisan yang sangat singkat. Sesingkat uang bulanan yang mampir dompet. Mungkin pada setiap uang itu memiliki mata, mereka tahu harusnya lari kemana. Tagihan listrik, BPJS, angsuran sepeda motor, kotak amal masjid dan tidak luput dompet bendahara di rumah tangga.
Baca Tulisan Saya Yang Lain: Resensi Buku Orang-orang Proyek Karangan Ahmad Tohari
Baca Tulisan Saya Yang Lain: Resensi Buku Orang-orang Proyek Karangan Ahmad Tohari
Kemarin malam, seperti biasa. Karena pada dasarnya saya geblek dalam hal utak utek excel. Dan Tuhan karena banget sayangnya dengan saya, diperbantukan lah hambanya yang bernama "Anak Magang" yang telaten membantu mengatasi kegebelekan saya. Hasilnya sama, tetap saja gebelek. Untung saja saya ini dikarunai sifat keberuntungan, apapun masalahnya pasti ada jalan keluar. Allhamdulillah. Sembari proses utak utek excel, saya melihat status WhatsApp kawan SMP saya. Bagi saya, dia adalah salah satu jagoan literasi yang saya kenal di Njeporo. Tentu ini klaim pribadi saja, hehe. Saya balas statusnya yang memperlihatkan rokok, kopi dan laptop dengan kata singkat, "Halo Kang". Sebelum dia jawab, saya berondong dia dengan pesan beruntun. Hal itu seputar ide saya ke dia secara personal dan komunitasnya untuk membuat "Antologi Cerpen dan atau Puisi" yang penulisnya berasal dan menetap di Njeporo. Tentu ada maksud khusus mengapa harus berasal dan menetap di Njeporo. Salah satunya ya agar dapat menjaring para pemuda/I asli bumi Kartini dulu, dari penulis yang terpilih itu nantinya di kader menjadi garda terdepan ujung tombak komunitas. Bingung a? Sederhananya, mereka itu yang bakalan jadi tulang punggung komunitas melanjutkan tongkat estafet komunitas rumah baca. Dari tenaga dan sumbangsih mereka, koordinasi dan implementasi program akan cepat terlaksana mengingat jarak mereka yang berdekatan.
Selain alasan di atas, banyak saya dan kawan-kawan komunitas temui beberapa penulis kelahiran Njeporo yang berdomisili di luar Njeporo saat menulis atau mengkritik tentang Njeporo cenderung serampangan. Beberapa tulisan mereka asal bacot, informasi yang mereka dapatkan kurang update dan mendetail sehingga mengakibatkan missed pada pesan yang disampaikan. Imbasnya siapa lagi jika bukan ke pembaca. Tentu bukannya tidak boleh orang luar Njeporo menulis tentang tanah kelahiran Mbah Kartini. Selain pembaca yang berdomisili di Njeporo mendapatkan wacana, sudut pandang dan informasi baru, para warga dan komunitas literasi seperti kawan-kawan saya itu juga dapat belajar bagaimana membangun sebuah argumen dan kritik yang kooperatif.
Kembali lagi ke judul tulisan.
Ternyata komunitas rumah baca di Njeporo sudah menerbitkan Antologi Essai dan Puisi. Rencananya tahun ini akan bertambah lagi dengan program yang semakin mengedukasi meski tidak menarik...hahaha...kekurangan SDM masih menjadi kendala. Mereka siap menerima naskah untuk kemudian diterbitkan jika memang layak. Bayar atau tidak? Belum saya tanyakan.
"Suwe awakmu gak nongol, Lek. Opo goro-goro essaimu biyen seng garai awakmu arep dipenjara iku a?, info kegiatan kita ada di Instagram. Gak duwe Instagram? Gawe o Cok"., Bunyi balasan pesan dari kawan SMP saya.
Dia melanjutkan
"Project banyak dan panjang buat agenda semacam itu, tapi sumber daya kita yg kurang".
"Piye ...."
"Hehehe...enggak cuman tekok dan urun saran ae, Kang",. Jawabku singkat
"Kalau ada temen yg karyanya pingin dipublis, call me!",. Sahutnya kemudian.
Saat saya hendak membalas pesan tersebut, dia sudah mengirim pesan lagi.
"Seng penting, awakmu saiki ndang gae Instagram. Wes gak zaman bocah saiki gak duwe Instagram, Cok",. Pesan tersebut di ulanginya sebanyak tiga kali.
"Lhoo, emange nek gak duwe Instagram kenopo, Kang?,. Balasku dengan penasaran.
Tampak lama sekali dia mengetik pesan balasan, sampai balasannya terbaca.
"Gpp, aku cuman pengen awakmu duwe Instagram ae"
Saya balas pesannya itu dengan huruf kapital semua.
"BANGSAT KOWE KANG"
Ali Ahsan Al Haris
Malang, 14 Januari 2020.
No comments:
Post a Comment