Friday, January 10, 2020

Resensi Buku Orang-Orang Proyek Karangan Ahmad Tohari

Resensi Buku Orang-Orang Proyek Karangan Ahmad Tohari


"Orang tidak melakukan korupsi bukan karena sadar kalau korupsi itu salah, tapi lebih karena takut ketahuan; kalau tidak ketahuan ya jalan terus."


"Aku Insinyur. Aku tak bisa menguraikan dengan baik hubungan antara kejujuran dan kesungguhan dalam pembangunan proyek ini dengan keberpihakan kepada masyarakat miskin"


Kisah bermula saat Pak Tarya sedang memainkan seruling nya di pinggiran sungai Cibawor. Sembari menikmati keheningan, gemuruh air dan anginnya yang sepoi. Tampak dari kejauhan mendekat sosok pemuda bernama Kabul. Anak muda yang dipercaya sebagai pelaksana proyek pembangunan jembatan. Pak Tarya adalah pensiunan pegawai negeri, sedangkan Kabul adalah seorang insinyur yang dulunya mantan aktifis kampus.


Kabul yang menyandang tokoh utama dalam novel ini adalah seorang pendatang. Memiliki idealisme yang sangat tinggi, khususnya sikap empati ke masyarakat miskin. Berbeda sekali dengan Manajer proyeknya, Pak Dalkijo. Seorang Manajer yang menjadikan bahan baku proyek dibuat bancakan secara terang-terangan ke tangan penduduk dan menganggap lumrah praktek penggunaan bahan baku proyek yang tidak sesuai standar baku pembangunan. Ada lagi tokoh bernama Basar, seorang Kepala Desa di mana proyek jembatan dilaksanakan. Kebetulan Basar adalah kawan si Kabul sewaktu menjadi aktifis kampus. Bertemunya kedua kawan lama ini menjadikan cerita pada buku karangan Mbah Ahmad Tohari semakin menarik. Sewaktu membaca, saya di ajak menyelami bagaimana praktek kelicikan sebuah proyek berjalan dan disisipi wacana filsafat dan budaya. Serius, Mbah Ahmad Tohari memang salah satu maestro novelis realis tanah air.

Baca Tulisan Saya Yang Lain: Banjir dan Cerita-cerita di Dalamnya


Kabul yang masih membujang, diam-diam ditaksir oleh Wati, gadis asli desa tersebut yang terpaksa bekerja di proyek karena belum mendapatkan pekerjaan yang menurutnya ideal. Meski setiap hari berjumpa dengan Wati, tidak mudah bagi Kabul untuk tertarik padanya. Meski setiap hari Mak Sumeh (Pemilik warung di lokasi proyek) selalu mencomblangi mereka berdua. Butuh waktu agak lama bagi Kabul untuk sedikit demi sedikit menaruh perhatian ke Wati.


Dalam buku ini, Mbah Ahmad Tohari mengambil latar cerita Orde Baru. Dengan tokoh utama Kabul, seorang pelaksana proyek yang dalam hatinya berontak karena anggaran pembangunan jembatan banyak terkuras oleh pungutan liar, halus maupun kasar, langsung maupun tak langsung, yang dilakukan oleh oknum-oknum resmi sipil dan tentara, orang partai, preman-preman, serta tokoh-tokoh lokal yang menganggap proyek adalah bancakan. Belum lagi kelakukan mandornya yang terang-terangan memeras supir dan kernet karena merasa telah berjasa memberikan mereka pekerjaan. Sebagai kritik sosial, kita sebagai pembaca di antar oleh Mbah Tohari melihat realitas dunia proyek dan bagaimana sistem kepemerintahan Orde Baru dulu, teledor serta tidak amanah seperti itu, rasa-rasanya masih dapat kita ketahui sampai hari ini. Wajar saja jika Mbah Ahmad Tohari sempat merasakan dinginnya lantai jeruji besi karena buku-bukunya yang secara keras dan terang mengkritik penguasa rezim Orde Baru.


Baca Tulisan Saya Yang Lain: Bacaan Kok Gini-gini Aja


Pada pertengahan bab dua dan penghabisan bab tiga, cerita banyak mengulas kisah percintaan Kabul dengan Wati. Dari sini tangga drama mulai kentara. Ngambeknya Wati dengan kabul, datangnya Baldun mewakili pengurus Masjid yang memaksa Kabul menyumbang dan merenovasi masjid secara keseluruhan yang nantinya akan dipergunakan ketua partai penguasa shalat menjadi cerita yang sangat menarik. Saya sendiri akhirnya tersadar bagaimana orang-orang yang mengaku islami tiba-tiba dapat berubah menjadi sales partai dan tukang todong saat ada sebuah proyek atau momen pemilu. Mereka secara sadar dan terang-terangan meminta sumbangan untuk kemudian ditukar menjadi suara saat pemilihan. Di satu sisi kita bicara agama, di satu sisi kita korupsi. Membangun masjid dengan hasil korupsi? Sama halnya mencuci baju dengan air seni. Tidak ada bedanya.


Secara keseluruhan cerita tentang karut marutnya pelaksanaan proyek pembangunan jembatan itu dilukiskan dengan sangat baik oleh Mbah Ahmad Tohari dalam novelnya Orang-Orang Proyek. Tentu saja tak ada KPK dan operasi tangkap tangan di dalam cerita itu. Yang ada adalah sosok-sosok pegawai pemerintah yang korup dan tak malu memamerkan kekayaan hasil colongan nya. Sementara itu orang-orang seperti Kabul yang idealis pada akhirnya seringkali harus tersisih atau menyerah pada keadaan yang tak mampu lagi dia benahi.


Pernah seorang kawan berkelakar setengah getir tentang perbedaan bagaimana sebuah proyek dulu dan sekarang dijalankan. Kalau dulu, kata dia, orang berebut untuk jadi pimpinan proyek (Pimpro), posisi yang ditempati Kabul dalam novel Ahmad Tohari itu. Kalau sekarang, orang mikir-mikir dua kali untuk memegang proyek.


Lebih mengherankan lagi, seorang pejabat daerah pernah bercerita kepada saya, “Zaman sekarang kita mesti hati-hati, jangankan salah, benar saja bisa masuk penjara,” kata dia was-was. Apakah artinya zaman sekarang ini korupsi banyak berkurang dibanding pada masa yang lalu? Atau jangan-jangan banyak orang takut untuk menjalankan pekerjaan karena baik salah atau benar bisa terancam masuk penjara?


Baca Tulisan Saya Yang Lain: Emas Ghaib dan Sang Penjaga Wilayah


Terbitlah sebuah hipotesis alias dugaan: barangkali orang di zaman sekarang tak melakukan korupsi bukan karena sadar kalau korupsi itu salah, tapi lebih karena takut ketahuan (yang artinya, mungkin, kalau tidak ketahuan ya jalan terus). Yang pasti, setiap hari selalu saja kita menemukan berita perkara korupsi muncul di berbagai media massa.


Belum lagi korupsi yang disebabkan oleh “mental proyek” alias bikin proyek akal-akalan yang sama sekali tak berdasarkan pada kebutuhan obyektif. Seperti cerita beberapa sekolah di Jakarta yang ujug-ujug dapat alat fitnes, seakan-akan pendidikan bertujuan untuk membentuk tubuh lulusannya jadi six pack, gagah berotot bak binaragawan.


Terimakasih banyak.
Salam hangat dan jangan lupa ngopi.
Ali Ahsan Al Haris
9 Januari 2020.


Resensi Buku Orang-Orang Proyek Karangan Ahmad Tohari, Resensi Buku Orang-Orang Proyek Karangan Ahmad Tohari, Resensi Buku Orang-Orang Proyek Karangan Ahmad Tohari, Resensi Buku Orang-Orang Proyek Karangan Ahmad Tohari, Resensi Buku Orang-Orang Proyek Karangan Ahmad Tohari, Resensi Buku Orang-Orang Proyek Karangan Ahmad Tohari, Resensi Buku Orang-Orang Proyek Karangan Ahmad Tohari, Resensi Buku Orang-Orang Proyek Karangan Ahmad Tohari, Resensi Buku Orang-Orang Proyek Karangan Ahmad Tohari, Resensi Buku Orang-Orang Proyek Karangan Ahmad Tohari, Resensi Buku Orang-Orang Proyek Karangan Ahmad Tohari, Resensi Buku Orang-Orang Proyek Karangan Ahmad Tohari, Resensi Buku Orang-Orang Proyek Karangan Ahmad Tohari, Resensi Buku Orang-Orang Proyek Karangan Ahmad Tohari, Resensi Buku Orang-Orang Proyek Karangan Ahmad Tohari

No comments:

Post a Comment