Tuesday, August 25, 2020

Resensi Buku Laki-Laki Yang Tak Berhenti Menangis

 

LAKI-LAKI YANG TAK BERHENTI MENANGIS

 

Laki-Laki Yang Tak Pernah Berhenti Menangis
Buku ini merupakan kumpulan tulisan Rusdi Mathari, di dalamnya memuat berbagai tema yang sebagian kecil memang sudah sering diceritakan dan masyhur di kalangan pesantren. Tema-tema yang beragam itu tersebar dalam 23 judul cerita. Buku ini terbit setelah kepergian Cak Rusdi-semasa hidupnya begitu ia sering disapa-. Cerita-cerita dalam buku ini merupakan bagian dari refleksi dirinya semasa hidup.


Cerita-cerita dalam buku ini dikisahkan dengan sangat mengalir, sehingga pemahaman Islam yang santun, lembut, menghargai, menghormati, yang semuanya itu terangkum dalam napas rahmatanlilalamin, lebih mudah dicerna dan dipahami. Berbagai literatur pendukung dan kitab klasik yang diangkat sebagai pendukung, juga ditulis dan diupayakan tidak menggurui sehingga biasnya pemahaman dan tidak sampainya maksud bisa dihindari. Membaca buku ini menyadarkan kita bahwa wajah Islam sesungguhnya bukanlah yang selalu keras, tak punya sopan santun, dan seringkali disampaikan terlewat keras, melainkan berporos pada rahmah (kasih sayang).


Baca Tulisan Saya Yang Lain: Resensi Buku Seperti Roda Berputar Karya Rusdi Mathari


Cara penyampaian kisah-kisah dalam buku ini, mirip seperti buku Cak Rusdi sebelumnya yang juga diterbitkan oleh Buku Mojok, Merasa Pintar Bodoh Saja Tak Punya. Menurut saya, kalaupun cerita-cerita yang ada di dalam buku ini digabungkan atau dimasukkan dalam buku Merasa Pintar Bodoh Saja Tak Punya, tetap tidak akan mengurangi nilai lebih buku itu. Menambahnya iya, termasuk menambah jumlah halamannya, hehehe. Walau begitu, bagi saya sendiri, buku ini semacam buku kedua dan merupakan lanjutan dari kisah kisah Cak Dhalom dalam buku Merasa Pintar Bodoh Saja Tak Punya, selain cara penuturannya yang juga sama, tema-tema yang diangkatpun memiliki banyak kemiripan.


Jika pernah membaca buku-buku Cak Rusdi ataupun tulisan-tulisannya yang banyak berserakan di berbagai media dengan tema serupa, kita akan menemukan beberapa tulisan dalam buku ini, kisah-kisahnya berulang. Namun, bukan berarti jadi membosankan bila membaca buku ini. Dalam buku ini kisah-kisah yang sering kita dapatkan diangkat dan disampaikan dengan cara yang berbeda. Inti dari cerita mungkin saja sama. Tapi, dengan penuturan yang berbeda, satu kisah dalam buku ini bisa saja mengantarkan kita pada berbagai kemungkinan pemahaman lainnya.


Jika kita juga memperhatiakan cerita-ceritya dalam buku ini, kita akan menemukan bahwa kisah-kisah di dalamnya adalah semacam kajian pustaka, yang memuat banyak kitab-kitab klasik dan buku-buku lainnya. Misalnya saja buku Syu’bah Asa, Tafsir Ayat-Ayat Sosial Politik, seringkali disebutkan dalam buku ini. Dan juga kitab Al Mawa’izihul ‘Usfuriyah atau Nasihat-Nasihat Burung Pipit para kiai biasa menyebutnya “Kitab Usfuriyah”.


Baca Tulisan Saya Yang Lain: Resensi Buku Laki-Laki Memang Tidak Menangis, Tapi Hatinya Berdarah, Dik


Walaupun kisah-kisah di dalam buku ini banyak bersumber dari kitab-kitab klasik dan kisah-kisah terdahulu, dengan pengalaman yang segudang dan perenungan yang dalam Cak Rusdi mengangkatnya kembali cerita-cerita itu dengan wadah yang lebih segar dan kontekstual dengan apa yang seringkali dihadapi umat saaat ini.


Misalnya saja tentang fitnah yang kian hari makin merajalela, bid’ah dan saling menyalahkan kian bersemi, kerukunan antarumat beragama semakin hari semakin menghawatirkan, tentang rasis, juga tentang penghormatan kepada ilmu pengetahuan, adab, dan penghargaan terhadap hak-hak minoritas.


Ketika membaca buku ini, saya sudah berharap banyak pada setiap kisah akan memberikan kesejukan sebagaimana yang tertera di sampul buku ini, “Kumpulan Kisah Penyejuk Hati” tapi yang kemudian terjadi saya malah menjadi banyak diam, merenung, dan berpikir berulang kali. Bahkan malah lebih sering ketakutan yang saya rasakan. Bersamaan dengan itu, setiap kali saya menutup buku ini, mengambil sedikit jeda dan melihat lagi sampulnya, bahkan hingga tuntas saya baca belum juga saya temukan kesejukan, melainkan menjadikan saya banyak merenung.


Baca Tulisan Saya Yang Lain: Resensi Kumcer Corat-Coret di Toilet Karya Eka Kurniawan


Dan pada akhirnya, buku ini, sedikit banyak merangkum tema-tema kontekstual yang sering dihadapi. Untuk mendalaminya memang perlu banyak bahan bacaan dan sumber lagi, utamanya untuk penguatan pegangan dari teks-teks agama dan dasar pengambilan keputusan atas apa yang dihadapi, tapi, membaca buku ini sebagai pemanasan, saya rasa sangat tepat.

 

Membaca karya Cak Rusdi memang sebuah keharusan, apalagi di tengah hiruk-pikuk seperti sekarang. Mengingatkan kembali pada hal-hal pokok yang kerap terlupakan. Kisah-kisah yang diangkat dari hadis dan Alquran disampaikan secara ringan dan melenakan, walaupun ada beberapa bagian keredaksian yang agak sukar untuk dipahami.


Kutipan ini dibawah ini diambil dari kisah Ali bin Abi Thalib r.a. yang sebetulnya sudah sering kita dengar tapi entah mengapa begitu bergemuruh saat membacanya:


"Ilmu menjagamu, tapi harta, kamulah yang harus menjaganya."


Bagi yang sudah membaca Markesot bertutur karangan Mbah Nun, mungkin akan menganggap buku ini ada sedikit kemiripan. Tapi saya akan menolak hal itu, malahan yang tepat adalah buku karangan Almarhum berjudul “Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya” yang bagiku hampir mirip dengan marksesot bertutur.


"Urusan akidah adalah urusan masing-masing individu, tapi urusan berhubungan baik dengan sesama manusia adalah urusan bersama" - Rusdi Mathari

 

Bacalah! Mungkin beberapa hal ingin didiskusikan setelah membaca buku ini dan itu wajar.

 

Sumur: https(:)//medium dot com/@AsfianMahmud/sebuah-catatan-tentang-laki-laki-yang-tak-berhenti-menangis-965f5908384d

 

No comments:

Post a Comment