LAKI-LAKI YANG TAK
BERHENTI MENANGIS
Laki-Laki Yang Tak Pernah Berhenti Menangis |
Cerita-cerita dalam buku ini
dikisahkan dengan sangat mengalir, sehingga pemahaman Islam yang santun,
lembut, menghargai, menghormati, yang semuanya itu terangkum dalam napas
rahmatanlilalamin, lebih mudah dicerna dan dipahami. Berbagai literatur
pendukung dan kitab klasik yang diangkat sebagai pendukung, juga ditulis dan diupayakan
tidak menggurui sehingga biasnya pemahaman dan tidak sampainya maksud bisa
dihindari. Membaca buku ini menyadarkan kita bahwa wajah Islam sesungguhnya
bukanlah yang selalu keras, tak punya sopan santun, dan seringkali disampaikan
terlewat keras, melainkan berporos pada rahmah (kasih sayang).
Baca Tulisan Saya Yang Lain: Resensi Buku Seperti Roda Berputar Karya Rusdi Mathari
Cara penyampaian kisah-kisah
dalam buku ini, mirip seperti buku Cak Rusdi sebelumnya yang juga diterbitkan
oleh Buku Mojok, Merasa Pintar Bodoh Saja Tak Punya. Menurut saya, kalaupun
cerita-cerita yang ada di dalam buku ini digabungkan atau dimasukkan dalam buku
Merasa Pintar Bodoh Saja Tak Punya, tetap tidak akan mengurangi nilai lebih
buku itu. Menambahnya iya, termasuk menambah jumlah halamannya, hehehe. Walau
begitu, bagi saya sendiri, buku ini semacam buku kedua dan merupakan lanjutan
dari kisah kisah Cak Dhalom dalam buku Merasa Pintar Bodoh Saja Tak Punya,
selain cara penuturannya yang juga sama, tema-tema yang diangkatpun memiliki
banyak kemiripan.
Jika pernah membaca buku-buku Cak
Rusdi ataupun tulisan-tulisannya yang banyak berserakan di berbagai media
dengan tema serupa, kita akan menemukan beberapa tulisan dalam buku ini,
kisah-kisahnya berulang. Namun, bukan berarti jadi membosankan bila membaca
buku ini. Dalam buku ini kisah-kisah yang sering kita dapatkan diangkat dan
disampaikan dengan cara yang berbeda. Inti dari cerita mungkin saja sama. Tapi,
dengan penuturan yang berbeda, satu kisah dalam buku ini bisa saja mengantarkan
kita pada berbagai kemungkinan pemahaman lainnya.
Jika kita juga memperhatiakan
cerita-ceritya dalam buku ini, kita akan menemukan bahwa kisah-kisah di
dalamnya adalah semacam kajian pustaka, yang memuat banyak kitab-kitab klasik
dan buku-buku lainnya. Misalnya saja buku Syu’bah Asa, Tafsir Ayat-Ayat Sosial
Politik, seringkali disebutkan dalam buku ini. Dan juga kitab Al Mawa’izihul
‘Usfuriyah atau Nasihat-Nasihat Burung Pipit para kiai biasa menyebutnya “Kitab
Usfuriyah”.
Baca Tulisan Saya Yang Lain: Resensi Buku Laki-Laki Memang Tidak Menangis, Tapi Hatinya Berdarah, Dik
Walaupun kisah-kisah di dalam
buku ini banyak bersumber dari kitab-kitab klasik dan kisah-kisah terdahulu,
dengan pengalaman yang segudang dan perenungan yang dalam Cak Rusdi
mengangkatnya kembali cerita-cerita itu dengan wadah yang lebih segar dan
kontekstual dengan apa yang seringkali dihadapi umat saaat ini.
Misalnya saja tentang fitnah yang
kian hari makin merajalela, bid’ah dan saling menyalahkan kian bersemi,
kerukunan antarumat beragama semakin hari semakin menghawatirkan, tentang
rasis, juga tentang penghormatan kepada ilmu pengetahuan, adab, dan penghargaan
terhadap hak-hak minoritas.
Ketika membaca buku ini, saya
sudah berharap banyak pada setiap kisah akan memberikan kesejukan sebagaimana
yang tertera di sampul buku ini, “Kumpulan Kisah Penyejuk Hati” tapi yang
kemudian terjadi saya malah menjadi banyak diam, merenung, dan berpikir
berulang kali. Bahkan malah lebih sering ketakutan yang saya rasakan. Bersamaan
dengan itu, setiap kali saya menutup buku ini, mengambil sedikit jeda dan
melihat lagi sampulnya, bahkan hingga tuntas saya baca belum juga saya temukan
kesejukan, melainkan menjadikan saya banyak merenung.
Baca Tulisan Saya Yang Lain: Resensi Kumcer Corat-Coret di Toilet Karya Eka Kurniawan
Dan pada akhirnya, buku ini,
sedikit banyak merangkum tema-tema kontekstual yang sering dihadapi. Untuk
mendalaminya memang perlu banyak bahan bacaan dan sumber lagi, utamanya untuk
penguatan pegangan dari teks-teks agama dan dasar pengambilan keputusan atas
apa yang dihadapi, tapi, membaca buku ini sebagai pemanasan, saya rasa sangat
tepat.
Membaca karya Cak Rusdi memang
sebuah keharusan, apalagi di tengah hiruk-pikuk seperti sekarang. Mengingatkan
kembali pada hal-hal pokok yang kerap terlupakan. Kisah-kisah yang diangkat
dari hadis dan Alquran disampaikan secara ringan dan melenakan, walaupun ada
beberapa bagian keredaksian yang agak sukar untuk dipahami.
Kutipan ini dibawah ini diambil
dari kisah Ali bin Abi Thalib r.a. yang sebetulnya sudah sering kita dengar
tapi entah mengapa begitu bergemuruh saat membacanya:
"Ilmu
menjagamu, tapi harta, kamulah yang harus menjaganya."
Bagi yang sudah membaca Markesot
bertutur karangan Mbah Nun, mungkin akan menganggap buku ini ada sedikit
kemiripan. Tapi saya akan menolak hal itu, malahan yang tepat adalah buku
karangan Almarhum berjudul “Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya” yang bagiku
hampir mirip dengan marksesot bertutur.
"Urusan akidah
adalah urusan masing-masing individu, tapi urusan berhubungan baik dengan
sesama manusia adalah urusan bersama" - Rusdi Mathari
Bacalah! Mungkin beberapa hal
ingin didiskusikan setelah membaca buku ini dan itu wajar.
Sumur: https(:)//medium dot
com/@AsfianMahmud/sebuah-catatan-tentang-laki-laki-yang-tak-berhenti-menangis-965f5908384d
No comments:
Post a Comment