Thursday, October 8, 2020

Resensi Le Petit Prince (Pangeran Cilik)

Le Petit Prince (Pangeran Cilik)

 

Buku The Little Prince dikarang oleh seorang pilot asal Prancis, Antoine-Marie-Roger de Saint-Exupéry, pada masa Perang Dunia II antara tahun 1941 sampai 1943 dalam pengasingannya di Amerika. Karena karakteristik buku yang begitu kuat, buku fabel klasik anak-anak ini berhasil diterjemahkan ke banyak negara dan menjadi buku Prancis yang paling banyak dialihbahasakan.



Cerita The Little Prince dibuka oleh kisah seorang pilot (sebagai point of view) yang pada masa kecilnya pernah membuat sebuah gambar ular cokelat dengan perut gendut yang sedang kekenyangan karena habis memakan hewan besar, ia bertanya pada orang dewasa apakah mereka takut dengan gambar ularnya itu, namun jawaban yang ia dapatkan adalah ‘Mengapa harus takut pada sebuah topi?’ (karena di mata orang dewasa bentuk ular yang ia gambar terlihat seperti topi panama) dan mereka malah menyuruhnya untuk melupakan urusan menggambar dan fokus saja pada mengembangkan pengetahuan ilmu ukur, alam, dan tata bahasa (yang dianggap lebih baik daripada ilmu seni


Dari bagian pembuka itu saja Saint-Exupéry jelas sekali telah berusaha menyampaikan topik penting dalam ceritanya ini, yaitu Betapa tidak dapat dimengertinya orang dewasa.


Bagian berikutnya dilanjut dengan cerita sang pilot yang sudah tumbuh menjadi pria dewasa dan memiliki profesi, ketika ia sedang terbang, pesawatnya mogok tepat di tengah Gurun Sahara dalam kondisi sendirian, tanpa seorang temanpun, ia akhirnya memutuskan untuk bermalam disana. Esoknya, di pagi hari, ia yang tengah tertidur di atas pasir terbangun karena mendengar seseorang bicara padanya.


Orang itu—dengan suaranya yang polos—meminta sang pilot untuk menggambarkannya seekor domba. Pilot yang tercengang dan kaget dengan permintaan tiba-tiba nan aneh itu memperhatikan orang di hadapannya, bocah laki-laki, dengan pakaian yang mirip seorang pangeran, berambut kuning keemasan, dan sama sekali tidak terlihat seperti sedang tersesat di tengah gurun atau ketakutan. Setelah beberapa kali diminta, barulah pilot mengabulkan permintaannya. Begitulah awal pertemuan pertamanya dengan The Little Prince atau Pangeran Cilik.


Hari terus berlalu, Sang Pilot menghabiskan masa-masa ‘terdampar’nya dengan Pangeran Cilik, tentu saja sambil terus berusaha membenarkan pesawatnya. Mereka saling berbicara dan bercerita. Dari sanalah sang pilot mengetahui kisah dan asal-usul Pangeran Cilik.


Pangeran Cilik bukanlah manusia Bumi, ia datang dari planet yang berupa sebuah asteroid, ukuran planetnya sangat kecil, begitu kecilnya hingga ia bisa melihat matahari terbenam sebanyak empat puluh tiga kali hanya dengan menggeser posisi duduknya saja. Di planetnya terdapat benih-benih tanaman pohon Baobab yang selalu ia cabuti setiap harinya, ada pula beberapa gunung api berukuran kecil dan beberapa ada yang masih aktif, selain itu semua, tumbuh pula di atasnya sesuatu yang paling istimewa, yaitu sekuntum bunga mawar, yang mana hanya ada satu-satunya di planet itu.


Dari awal pertemuannya dengan bunga mawar, Pangeran Cilik sudah merasa tertarik. Ia selalu memuji kecantikan sang bunga, ia selalu memenuhi permintaan bunga itu, ia lakukan apapun untuk sang bunga meskipun bunga itu punya sifat angkuh yang luar biasa. Tanpa disadari, ada perasaan cinta yang muncul diantara mereka walau saat itu usia mereka masih begitu muda. Namun, rasa cinta Pangeran Cilik dihinggapi rasa lelah pula karena begitu angkuhnya sang bunga dalam menilai diri, pada akhirnya, ia memutuskan untuk pergi dari planetnya dan petualangan pun dimulai.


Oh ya, ulasan ini berbarengan dengan ramainya aksi penolakan Omnibus Law atau biasa yang disebut UU Cipta Karya. Mari kita doakan bersama semoga para masa aksi diberikan keselamatan dan pimpinan negeri ini diberikan hidayah oleh Tuhan YME.

 


No comments:

Post a Comment