Wednesday, October 21, 2020

Resensi Novel 24 Jam Bersama Gaspar

 

24 Jam Bersama Gaspar

 

"Semua orang terlahir untuk menjadi keparat dan siapa pun yang berkata sebaliknya pastilah delusional atau, kalau tidak, ya pendusta kelas berat." (hlm. 170)


***



Ada kisah yang ditulis dengan alurnya terlebih dulu dirancang, baru tokohnya mengikuti alur itu. Ada kisah yang ditulis dengan tokohnya terlebih dulu diberi nyawa, baru alur cerita mengikuti aksi tokoh. Tokoh memegang kendali atas alur. Ekstremnya, tokoh punya kehendak bebas.


"24 Jam Bersama Gaspar" barangkali ditulis dengan cara yang kedua. Gaspar berhasil hidup sebagai manusia yang nyeleneh tapi tetaplah seorang manusia. Tokoh-tokoh lain pun punya keistimewaannya sendiri. Favoritku adalah Cortazar; aku suka ide kehendak bebasnya.


Bersama-sama mereka mendongengkan komedi; komedi yang tidak kitsch. (Lewat narasi Gaspar yang blak-blakan, pembaca diajak mencibir sambil nyengir pada kebobrokan realita sosial dan politik. Tapi ya, cuma berakhir di "mencibir".) Meski tidak selucu yang digambarkan oleh beberapa reviu yang kubaca. Atau mungkin hanya aku yang susah dibikin ketawa. Atau lupa cara ketawa. Tapi aku suka cara penulis mengantarkan kisah ini.


Ada kotak hitam yang hendak diungkap isinya; inilah teka-tekinya--yang kukira awalnya. Ada petunjuk-petunjuk yang diselipkan di berbagai sudut oleh penulis secara halus; bahkan mungkin kau tidak sadar kalau sedang disuguhi petunjuk. Namun akhirnya aku sadar, kotak hitam bukanlah pusat gravitasi cerita yang sesungguhnya. Aku tertipu.


Kalau tuan-puan hendak menikmati novel dengan tema sosial-politis sebagaimana kebanyakan tema-tema pemenang sayembara novel DKJ, maka carilah judul lain. Namun, bila tuan-puan hendak membaca cerita yang segar, menggelitik, sekaligus kocak, maka buku ini adalah pilihan yang tepat. Saya sendiri sudah menduga saya akan candu dengan novel ini, menyaksikan keempat novel yang menjadi saudara sepersusuan dari DKJ yang (menurut) saya belum ada yang segar. ini sangat remeh temeh, karena (cuma) berkisah soal Gaspar yang kemudian di tengah memiliki nama alias bernama Rahasia hendak mencuri toko emas milik Wan Ali. Namun sejatinya ada sebuah rahasia yang diam-diam disembunyikan Gaspar, ialah soal kotak dan anak perempuan Wan Ali.


Gaspar kemudian bertemu sekaligus menggalang komplotasi dengan lima orang lainnya, Njet, Kik, Agnes, Pongo, dan Pingi. Yang kesemuannya ada kaitannya dengan Wan Ali. Misalkan Pingi yang sejatinya adalah kakak ipar Wan Ali.


Tetapi yang menarik adalah rasa humor Sabda yang seolah merangkum semua informasi dan kemudian diolah sedemikian lucu. Di bagian pengantar saja sudah kocak, Arthur Harahap ini siapa/ Pantai Margonda? Kemudian soal Hymne Pramuka itu benar-benar bikin saya ketawa keras even di KRL yang padat. Terus kocak lain misal ada adegan Goenawan Mohammad diwawancarai oleh Soleh Solihun.


24 Jam Bersama Gaspar mengangkat kisah detektif pada level yang berbeda, dengan konflik sederhana sebetulnya: seorang tokoh protagonis bernama Gaspar, mengajak lima orang secara manasuka untuk merampok sebuah toko emas, karena obsesinya pada sebuah kotak hitam yang tersimpan di sana. Tapi setelah mengenal karakter tiap tokoh yang terlibat, dipikir-pikir agak rumit juga.


Novel ini disampaikan penulis dengan gaya menulis yang sarkastis, satire nan meledak-ledak. Kadang terlihat serius sekali, kadang terasa asal, jenaka, dan intelek dalam waktu bersamaan. Misalnya, menyoal sindiran terhadap film Fight Club sampai diadakan forum diskusi khusus oleh para pemuja Brad Pitt, walaupun tokoh Gaspar harus mengakui kalau film itu memang cukup apik sebagai pelopor film dalam genrenya.


No comments:

Post a Comment