Masyarakat Jawa & Slametan
Bagi yang orang Jawa, atau siapapun yang pernah hidup di
Jawa. Tentu mengenal Slametan. Sebuah upacara kecil, sederhana, formal, tidak
dramatis dan hampir mengandung banyak rahasia di dalamnya. Slametan di Jawa
juga disebut Kenduren, sebuah upacara keagamaan paling umum ditemui secara
komunal. Para pesertanya handai taulan, tetangga, rekan kerja, sanak
sekeluarga, bahkan diyakini para arwah setempat, nenek moyang dan para dewa
yang sudah mati pun duduk membersamai.
Slametan di Jawa diadakan sebagai respon nyaris dalam semua
kejadian masyarakat Jawa yang ingin diperingati, ditebus atau dikuduskan.
Kelahiran, kematian, perkawinan, membangun rumah, diterima kerja, panen, ganti
nama, sakit, membuka pabrik atau permulaan dari suatu rapat politik, semuanya
dapat menyebabkan adanya slametan.
Biasanya selalu ada hidangan yang khas (Hidangan dapat berbeda tergantung maksut di adakan nya slametan), ada dupa, pembacaan do'a islam dan pidato dari tuan rumah atau yang mewakili yang selalu memakai bahasa Jawa tinggi (Halus).
Secara umum slametan di adakan waktu malam, segera selepas
matahari terbit. Jika slametannya menyangkut, katakanlah, ganti nama, panen,
atau khitanan, tuan rumah biasa meminta tolong seorang ahli agama untuk
menentukan hari yang baik sesuai kalender Jawa. Berbeda jika slametan yang di
adakan menyangkut kelahiran atau kematian, maka peristiwa itu sendiri yang
menentukan waktunya. Sampai sini mulai paham polanya ya? Hehe
Mengapa slametan sering kali dilakukan pada malam hari? Pagi
sampai sore hari digunakan untuk mempersiapkan hidangan. Kaum perempuanlah yang
melakukan ini: untuk sebuah slametan skala kecil, hanya anggota keluarga yang
ikut serta, sedangkan untuk slametan dengan skala yang lebih besar, sanak
famili bahkan orang lain yang dibayar dengan upah tidak terlalu banyak akan
dimintai bantuan oleh tuan rumah.
Prosesi slametan hanya dihadiri oleh kamu pria. Para tamu
undangan adalah sanak saudara dan tetangga dekat. Dasar seleksi ini bahwa yang
berada dalam jarak dekat dari rumah ke segala arah harus diundang, semata-mata
teritorial; keluarga atau bukan, teman atau bukan, semua yang tinggal di situ
harus diundang. Para tamu undangan diundang oleh utusan tuan rumah (Biasanya
anak lelaki atau saudara dekat) jarang sekali tuan rumah mengundang langsung
kecuali tokoh agama setempat atau modin yang ia datangi sendiri.
Para tamu undangan yang datang biasanya akan memenuhi tempat
duduk di luar rumah atau emperan. Hal ini dilakukan karena merasa yang pantas
di dalam rumah hanya para sanak saudara, tokoh masyarakat dan pemuka agama.
Para tamu duduk dalam posisi formal Jawa yang disebut Sila (Dua kaki dilipat
bersilang ke dalam di depan tubuh, sementara punggung tegak lurus). Slametan
akan dimulai saat ruangan atau para tamu undangan dirasa sudah datang semua.
Tuan rumah atau yang diutus membuka acara dengan bahasa Jawa
tinggi, bahkan sangat resmi dan saya sendiri kadang kurang paham apa yang ia
sampaikan. Hahaha. Pertama, tuan rumah menyampaikan terimakasih
atas kehadiran para tamu undangan yang dengan ikhlas telah meluangkan waktunya
untuk hadir di acara slametan. Kedua, tuan rumah; mengutarakan
niatnya: menyampaikan maksud khusus dari slametan-anaknya keterima kerja dll.
Tidak lupa tuan rumah memohon do'a ke tamu undangan agar keluarganya terlindung
dari marabahaya, roh jahat, demit sesat dan selalu diberikan rezeki tiada
putus. Pada tiap jeda, para tamu menyahut dengan khidmat, "inggih,
amin, inggih".
Ketika tuan rumah selesai pembukaan, atau biasa disebut
dengan ujub, ia meminta salah satu orang yang dituakan untuk memimpin
do'a.
Selepas prosesi berdo'a yang dipimpin pemuka agama tadi.
Setiap tamu undangan kecuali tuan rumah akan menerima secangkir teh dan piring
yang berisi jajan pasar berwarna-warni. Bila setiap sudut dipastikan sudah
terisi jajan, tuan rumah mempersilahkan tamu undangan untuk menikmati
hidangan.
Sesudah menikmati hidangan kisaran 10-15 menit, satu per satu
orang berhenti makan sembari merokok. Setelah semuanya berhenti, mereka meminta
izin ke tuan rumah untuk pulang dan tidak lupa membawa berkat (Makanan berisi
nasi, lauk dan beberapa jajan pasar). Setelah diizinkan tuan rumah untuk
pulang, para tamu undangan meninggalkan ruangan dengan membungkuk agar terkesan
tidak menggagahi tuan rumah yang sedang duduk. Namun, dengan berkembangnya
zaman, penutupan slametan biasa diakhiri dengan membaca shalawat nabi dengan
nada yang cukup melengking.
Pemimpin do'a pulang belakangan, tuan rumah mendampinginya
dan memberi Wajib (Uang yang tidak terlalu banyak) sembari berucap banyak
terimakasih. Slametan pun selesai.
Tulisan yang teman-teman baca adalah hasil dari resensi buku “Agama
Jawa: Abangan, Santri, Priyayi Dalam Kebudayaan Jawa” karangan Clifford
Geertz terbitan Komunitas Bambu. Sedangkan tulisan di atas yang
berjudul Masyarakat Jawa & Slametan adalah resensi pada bab “Pesta
Komunal Slametan Sebagai Upacara Inti”. Saya dengan sengaja meresensi per bab
agar pesannya tersampaikan. Semoga resensi buku ini dapat berlanjut setiap
minggu.
Terimakasih
Malang, 3 November 2020
Ali Ahsan Al Haris
No comments:
Post a Comment