Tuesday, November 3, 2020

Masyarakat Jawa & Slametan

 

Masyarakat Jawa & Slametan

 

Bagi yang orang Jawa, atau siapapun yang pernah hidup di Jawa. Tentu mengenal Slametan. Sebuah upacara kecil, sederhana, formal, tidak dramatis dan hampir mengandung banyak rahasia di dalamnya. Slametan di Jawa juga disebut Kenduren, sebuah upacara keagamaan paling umum ditemui secara komunal. Para pesertanya handai taulan, tetangga, rekan kerja, sanak sekeluarga, bahkan diyakini para arwah setempat, nenek moyang dan para dewa yang sudah mati pun duduk membersamai.

 

Slametan di Jawa diadakan sebagai respon nyaris dalam semua kejadian masyarakat Jawa yang ingin diperingati, ditebus atau dikuduskan. Kelahiran, kematian, perkawinan, membangun rumah, diterima kerja, panen, ganti nama, sakit, membuka pabrik atau permulaan dari suatu rapat politik, semuanya dapat menyebabkan adanya slametan.

 


Biasanya selalu ada hidangan yang khas (Hidangan dapat berbeda tergantung maksut di adakan nya slametan), ada dupa, pembacaan do'a islam dan pidato dari tuan rumah atau yang mewakili yang selalu memakai bahasa Jawa tinggi (Halus).

 

Secara umum slametan di adakan waktu malam, segera selepas matahari terbit. Jika slametannya menyangkut, katakanlah, ganti nama, panen, atau khitanan, tuan rumah biasa meminta tolong seorang ahli agama untuk menentukan hari yang baik sesuai kalender Jawa. Berbeda jika slametan yang di adakan menyangkut kelahiran atau kematian, maka peristiwa itu sendiri yang menentukan waktunya. Sampai sini mulai paham polanya ya? Hehe

 

Mengapa slametan sering kali dilakukan pada malam hari? Pagi sampai sore hari digunakan untuk mempersiapkan hidangan. Kaum perempuanlah yang melakukan ini: untuk sebuah slametan skala kecil, hanya anggota keluarga yang ikut serta, sedangkan untuk slametan dengan skala yang lebih besar, sanak famili bahkan orang lain yang dibayar dengan upah tidak terlalu banyak akan dimintai bantuan oleh tuan rumah.

 

Prosesi slametan hanya dihadiri oleh kamu pria. Para tamu undangan adalah sanak saudara dan tetangga dekat. Dasar seleksi ini bahwa yang berada dalam jarak dekat dari rumah ke segala arah harus diundang, semata-mata teritorial; keluarga atau bukan, teman atau bukan, semua yang tinggal di situ harus diundang. Para tamu undangan diundang oleh utusan tuan rumah (Biasanya anak lelaki atau saudara dekat) jarang sekali tuan rumah mengundang langsung kecuali tokoh agama setempat atau modin yang ia datangi sendiri.

 

Para tamu undangan yang datang biasanya akan memenuhi tempat duduk di luar rumah atau emperan. Hal ini dilakukan karena merasa yang pantas di dalam rumah hanya para sanak saudara, tokoh masyarakat dan pemuka agama. Para tamu duduk dalam posisi formal Jawa yang disebut Sila (Dua kaki dilipat bersilang ke dalam di depan tubuh, sementara punggung tegak lurus). Slametan akan dimulai saat ruangan atau para tamu undangan dirasa sudah datang semua.

 

Tuan rumah atau yang diutus membuka acara dengan bahasa Jawa tinggi, bahkan sangat resmi dan saya sendiri kadang kurang paham apa yang ia sampaikan. Hahaha. Pertama, tuan rumah menyampaikan terimakasih atas kehadiran para tamu undangan yang dengan ikhlas telah meluangkan waktunya untuk hadir di acara slametan. Kedua, tuan rumah; mengutarakan niatnya: menyampaikan maksud khusus dari slametan-anaknya keterima kerja dll. Tidak lupa tuan rumah memohon do'a ke tamu undangan agar keluarganya terlindung dari marabahaya, roh jahat, demit sesat dan selalu diberikan rezeki tiada putus. Pada tiap jeda, para tamu menyahut dengan khidmat, "inggih, amin, inggih".

 

Ketika tuan rumah selesai pembukaan, atau biasa disebut dengan ujub, ia meminta salah satu orang yang dituakan untuk memimpin do'a.

 

Selepas prosesi berdo'a yang dipimpin pemuka agama tadi. Setiap tamu undangan kecuali tuan rumah akan menerima secangkir teh dan piring yang berisi jajan pasar berwarna-warni. Bila setiap sudut dipastikan sudah terisi jajan, tuan rumah mempersilahkan tamu undangan untuk menikmati hidangan. 

 

Sesudah menikmati hidangan kisaran 10-15 menit, satu per satu orang berhenti makan sembari merokok. Setelah semuanya berhenti, mereka meminta izin ke tuan rumah untuk pulang dan tidak lupa membawa berkat (Makanan berisi nasi, lauk dan beberapa jajan pasar). Setelah diizinkan tuan rumah untuk pulang, para tamu undangan meninggalkan ruangan dengan membungkuk agar terkesan tidak menggagahi tuan rumah yang sedang duduk. Namun, dengan berkembangnya zaman, penutupan slametan biasa diakhiri dengan membaca shalawat nabi dengan nada yang cukup melengking.

 

Pemimpin do'a pulang belakangan, tuan rumah mendampinginya dan memberi Wajib (Uang yang tidak terlalu banyak) sembari berucap banyak terimakasih. Slametan pun selesai.

 

Tulisan yang teman-teman baca adalah hasil dari resensi buku “Agama Jawa: Abangan, Santri, Priyayi Dalam Kebudayaan Jawa” karangan Clifford Geertz terbitan Komunitas Bambu. Sedangkan tulisan di atas yang berjudul Masyarakat Jawa & Slametan adalah resensi pada bab “Pesta Komunal Slametan Sebagai Upacara Inti”. Saya dengan sengaja meresensi per bab agar pesannya tersampaikan. Semoga resensi buku ini dapat berlanjut setiap minggu.

 

Terimakasih

Malang, 3 November 2020

Ali Ahsan Al Haris

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

No comments:

Post a Comment