Sudah mau setahun negara kita dilanda pandemdi Covid-19 sejak pertama kali virus ini ditemukan di Wuhan, Republik Rakyat China. Untuk mencegah penyebaran virus tersebut makin meluas, para pemimpin negara di pelbagai belahan dunia yang dilanda wabah Virus Corona ini kemudian sepakat menerapkan kebijakan pembatasan sosial atau mengurangi kontak fisik dengan melakukan lockdown sesuai anjuran World Health Organization (WHO). Di Indonesia sendiri, isitilah lockdown dimodifikasi menjadi kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Resep WHO ini memang terbukti lumayan ampuh. Beberapa negara yang menerapkan kebijakan lockdown dengan konsisten, perlahan tapi pasti dapat mengontrol meluasnya Virus Corona dengan ditunjukannya kurva kenaikan pada negaranya.
Bagi negara-negara
yang sudah mampu mengendalikan penyebaran Virus Corona ini, WHO kemudian
memberikan resep lain yang kemudian disebut sebagai New Normal. Pada intinya,
setelah sekian waktu kita di ajak untuk “bersembunyi di dalam rumah” cukup
lama, masyarakat kemudian di ajak lagi keluar dari persembunyiannya secara perlahan
dan diberi kesempatan melakukan pelbagai kegiatan sosial dan ekonomi. Namun demikian,
karena ancaman Virus Corona belum usai karena belum ditemukannya vaksin,
WHO memberikan pelbagai persyaratan terkait penerapan kebijakan New Normal.
Esensi dari kebijakan ini adalah diterapkannya protokol kesehatan yang ketat,
yaitu: memakai asker, menjaga jarak fisik, dan sering mencuci tangan (dikenal
dengan istilah 3M) ketika masyarakat melakukan banyak kegiatan, baik kegiatan
sosial dan ekonomi.
Setelah WHO
mengeluarkan resep yang kita kenal sebagai New Normal, Pemerintah
Indonesia tidak ingin ketinggalan juga segera mengadopsi gagasan tersebut;
meskipun sebenarnya Indonesia belum memenuhi syarat untuk menerapkan New
Normal ini jika dilihat dari kurva Covid-19. Berdasarkan laporan resmi dari
Pemerintah, kurva Covid-19 di Indonesia masih terus merangkak naik, bahkan
sampai kalian membaca tulisan ini. Dengan pelbagai pertimbangan seperti varian
penyebaran kurva Covid-19 yang berbeda-beda antar daerah serta diperlukannya
pemulihan ekonomi untuk mencegah Indonesia terjerumus dalam resesi, maka tidak
ada pilihan lain selain melakukan kebijakan New Normal.
Tentu sangat
menarik melihat kejadian tersebut dari pelbagai sudut pandang fenomena
bagaimana kebijakan New Normal diterapkan. Beragam protokol kesehatan
yang harus dipatuhi masyarakat saat melakukan kegiatan sosial dan ekonomi dll. Buku
ini terbagi empat tema besar yang berisi artikel menarik. Pertama, Variasi Perspektif
dan Wacana New Normal. Kedua, New Normal, Reformasi Praktik
Politik Dan Pemerintahan. Ketiga, New Normal Di Sektor Ekonomi, dan
Keempat. Penerimaan Sosial New Normal.
Sebelum membahas
lebih lanjut, dalam dunia maya banyak yang saling serang setiap apa yang kita
tulis. Kita hidup dalam “Siapa Yang Berpendapat, Bukan Apa Yang Ia Pendapatkan”,
konteks inilah yang coba saya Tarik dalam tulisan ini. Banyak esai ini yang seakan
biacara enam bulan kedepan, dalam hal ini penulis dengann ciamik seperti
meramal apa yang akan terjadi jika Pemerintah lalai dalam membuat kebijakan
terkait penanganan Covid-19. Dari pelbagai esai yang terdapat dalam buku ini,
saya merekomendasikan untuk membaca Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020:
Aplikasi Prinsip Fairness di Era Pandemi, COVID-19 dan Resiliensi UMKM
Dala Adaptasi Kenormalan Baru, Ketika Sarang Lebah Harus Sepi: Jeda Kerumunan
Keagamaan Tanpa Energi Perubahan?, dan terakhir Perempuan dan Hidden
Inequality di Era Adaptasi Kebiasaan Baru Akibat Covid-19. Saya merekomendasikan
esai tersebut untuk dibaca karena linier dengan apa yang sedang hangat terjadi.
Selamat membaca.
Terimakasih
Malang, 7
Desember 2020
Ali Ahsan Al
Haris
No comments:
Post a Comment