Saturday, December 19, 2020

Sepakbola Tak Akan Pulang

 


Membaca buku ini membuat kita rindu atas tulisan-tulisan review pasca pertandingan di Tabloid Bola hari Selasa era 90-2000 an. Kita dapat membaca review ciamik Dwi Widijatmoko, Rob Hughes, Sapto Harjo, ataupun Bung Wesh. Ya, review dlm buku ini belum selevel tulisan mereka. Buku ini lebih mirip momen-momen sepakbola yang diceritakan secara kronologis oleh Sindhunata. Sekali lagi, buku ini memang berbeda.

Sepakbola Tak Akan Pulang

Penulis menyindir Inggris sebagai negara pencetus sepakbola dimulai dan pemilik liga yang di klaim terbaik di muka bumi yang tak akan pernah membawa pulang tropi Piala Dunia. Selain itu, penulis juga memaparkan beberapa cerita dan data yang dibalut dalam romansa sastrawi.

Bekas
Membaca kumpulan esai tentang sepakbola yang ditulis oleh Cak Mahfud serasa membaca esai-esai di Pandid Footbal. Bedanya jika di Pandit, saya dapat membacanya secara gratis dan dapat di akses di mana saja dan kapan saja, hanya bermodal kuota dan gawai. Sedangkan membaca kumpulan esai ini harus membeli buku dan menentengnya kemana saja. Apakah ini semacam keluhan? Tentu tidak. Banyak alasan idiologis dan komersialis yang membelakangi semua itu. Hehe

Esai berjudul bekas ini membahas bagaimana klub-klub besar di Eropa seperti Juventus, City, MU, Barca dan Madrid bongkar pasang pemain demi meraih trofi. Selain kepamoran yang ingin digapai, omset yang meningkat berlipat-lipat dari penjualan jersey dan tiket penonton, ada luka yang diam-diam menjadi borok. Yakni nasib pemain akademi yang sulit memasuki skuat utama dan rawannya pemecatan seorang pelatih karena tak kunjung mengisi trofi di almari klub.

Leeds
Pandid yang nyastra. Saya rasa itu julukan yang sangat cocok dikenakan Cak Mahfud. Ia dengan ciamik menulis esai sepakbola tidak hanya perihal tak tik dan statistik pemain. Melainkan gaya bercerita yang sederhana dan mengena dengan di barengi kutipan wawancara membuat pembaca dibawa ke sisi zaman yang berbeda untuk mengetahui apa yang sedang terjadi dan apa yang dilakukan oleh seorang pelatih "Sinting" bernama Marcelo Bielsa. Dengan metode latihan aneh, tak tik menyerang super buas namun sering kehabisan bensi diparuh musim dan mitos-mitos yang meliputi dirinya membuatnya sosok pelatih yang legendaris dari Amerika Latin yang kini sedang membuktikan tuahnya di tanah Ratu Elisabet.

Mendes


Ada yang pernah mendengar nama Jorge Mendes? Hmmm, mungkin pembaca kurang familiar dengan nama tersebut. Tapi apakah pembaca pernah mendengar nama Jose Mourinho? Nah, saya yakin nama tersebut tidak asing lagi di telinga teman-teman. Sosok pelatih dari Portugal yang berhasil membawa Chelsea menapaki dekade kajayaannya termasuk membawa Inter Milan menjadi satu-satunya klub dari negeri Pizza dan Kopi meraih Tribble Winner di tahun 2010. Jorge Mendes adalah agen dari Jose Mourinho, Cristiano Ronaldo, Zlatan Ibrahimovic, Mathias Delight dan banyak nama pemain-pemain besar yang berada dalam agen naungannya.

Agen pemain sepakbola kelas kakap dengan segudang prestasi dan mitosnya ini juga memiliki segudang hal yang kontroversial. Termasuk yang menjadikan Wolverhampton Wonderes alias Wolves dijuluki Timnas Portugal Cabang Liga Inggris. Mengapa dapat seperti itu? Adanya tujuh pemain lebih yang membela Wolves tak ayal ada peran Mendes dibalik itu semua. Nuno Espirito Santo yang menjadi Manajer Wolves adalah agen dari Mendes. Hal tersebut yang di sinyalir banyaknya migrasi pemain Timnas Portugal dan/ pemain yang pernah bermain di Liga Portugal merumput di klub berlogo serigala tersebut.

Masih teringat jelas saat Mourinho menukangi Chelsea, Madrid dan Inter. Di saat itu juga banyak pemain Portugal dan/ pemain yang dibawah naungan Mendes membela klub yang ditukangi Mourinho. Meski hal tersebut tidak menjadi temuan masalah di Federasi liga berada. Sistim yang Mendes terapkan ini sudah seperti KKN saja.

Apakah salah jika Gibran maju dan sukses menjadi Wali Kota Solo? Tentu tidak. Karena proses pemilihannya berlangsung secara demokratis, rakyat yang memilihnya. Tapi lapisan masyarakat lain menilai apa yang dilakukan Gibran tidak etis karena memanfaatkan jabatan serta akses orangtuanya, Joko Widodo. Begitu juga apakah kita dapat mempersalahkan Jorge Mendes, Mourinho dan Nuno Santo banyak menggunakan jasa pemain yang di ageni Mendes? Hayoooo.

Melihat Sepakbola Dengan Kacamata Sastra

Sudah banyak buku yang membahas tentang sepakbola. Olahraga yang digandrungi lebih setengah penduduk bumi, termasuk Indonesia yang tata kelolanya acak kadut. Dari pelbagai buku yang sudah terbit di Indonesia, Cah Mahfud menyajikan bacaan sepakbola yang bukan hanya sekedar tak tik, statistik dan olok-olokan semata. Cah Mahfud ciamik sekali dan memadu pandankan data dan narasi yang membuat pembaca yang hanya mengerti bola dengan pemahaman dangkal menjadi paham - sepakbola bukan sekedar olahraga. Membaca buku "Sepakbola Tak Akan Pulang" adalah sebuah oase bagi penikmat sepakbola layar kaca seperti saya. Membayangkan banyak buku & film yang membahas olahraga dalam bidang lain tentu akan sangat menyenangkan. Lari, naik gunung, catur, sepeda dll.

Selain itu, saya membayangkan jika pandidfootball.com segera menerbitkan esai-esai menariknya yang selama ini hanya dapat dinikmati pembaca lewat gawai. Kenapa tidak? Toh ini bukan hanya masalah efisiensi atau alasan idiologis minat baca dan penebangan pohon untuk membuat kertas. Segeralah, segera terbitkan.

Ujian Chelsea dan Fans Kardusnya

Sejak kedatangan Abrahamovic menjadi Presiden klub London biru, praktis sudah ada 15 Manajer yang menjadi korban pemecatan. Dengan dalih tidak diperpanjangnya kontrak atau menghadiahi si Roman Emperor dengan piala. Banyak pundit yang mengatakan bahwa kekurangan Chelsea hanya satu, kesabaran. Termasuk saat ini, legenda hidup Chelsea, Frank James Lampard yang nihil prestasi saat menjadi pelatih ditunjuk menukangi Chelsea. Sebagai fans, kembalinya top skor sepanjang masa menjadi Manajer harus segera mendapatkan gelar jika tidak ingin nasibnya seperti para Manajer hebat yang sempat menukangi Chelsea pula. Di pecat dan dilupakan.



Terimakasih

Malang, 19 Desember 2020

Ali Ahsan Al Haris

No comments:

Post a Comment