Wednesday, January 20, 2021

Matinya Seorang Penulis Besar

Sebagai pembaca, pertama saya ucapkan terimaksih banyak ke Mas Ronny Agustinus yang sangat piawai dalam menerjemahkan kumpulan esai yang ditulis Mario Vargas Llosa. Piawai di sini karena kualitas terjemahan sangat mudah ditangkap pembaca tanpa (mungkin) mengurangi esensi dari apa yang ditulis oleh LIosa. Buku ini tersusun dari sepuluh esai LIosa yang dipilih oleh pihak penerbit.


Membaca buku ini membuat saya teringat bukunya Mas Eka Kurniawan (Senyap Yang Lebih Nyaring & Usaha Menulis Silsilah Bacaan). Padangannya tentang penulis-penulis besar dunia, budaya, sastra dan politik serta bagaimana kita memandang suatu perkara dalam kaca mata penulis.

Mario Vargas Llosa ini termasuk salah satu penulis latin yg sering dikutip. Ini adalah buku pertama Liosa yang say abaca, dan menurut beberapa sumber yang saya baca, karya fiksinya masih sulit ditemui di Indonesia dibandingkan dengan karya Marques atau bahkan Isabel Alende.

Tulisannya saat memaparkan tentang menulis, membaca, dan sastra begitu jernih (terjemahannya juga berpengaruh sih) dan relatif mudah dijangkau. Kalimat-kalimat pada buku kutipable banyak sekali, dan walau kita sudah tau kebanyakan isinya, Llosa mampu menuliskannya ulang dengan rasa baru (dan lebih sederhana).

Dengan membaca buku ini, kita dapat mengetahui apa yang dipikirkan si penulis, bagaimana LIosa melihat suatu ide/problem dari sudut pandangnya. Menariknya lagi, banyak esai yang membuat para pembaca mengangguk setuju meski terkadang hal-hal kecil bisa ditulis secara menakjubkan, seperti halnya dalam buku ini.

Mario Vargas dalam buku menulis banyak tentang sastra, tentang membaca, tentang perpustakaan, tentang jurnalisme masa sekarang dan tentang banyak hal soal menulis. Membaca dan menulis adalah hal yang saling menopang dalam hidup penulis. Banyak nama-nama penulis dan karyanya disebutkan dalam buku ini, jujur saja saya malah banyak tidak tahunya. Terbukti, dangkal sekali pengetahuan saya dalam hal sastra dunia, karya klasik juga. (Bacaan saya kurang banyak).

Tanpa mendiskreditkan mana esai yang paling bagus, Sastra Itu Api (1967), Benarnya Kebohongan (1989), Matinya Penulis Besar (1994), Epitaf Untuk Sebuah Perpustakaan (1997), Pujian Untuk Membaca dan Karya Fiksi (2010) dan Peradaban Tontonan (2012).

Terimakasih

Malang, 20 Januari 2021

Ali Ahsan Al Haris

No comments:

Post a Comment