Saat masih kecil, saya selalu menjadi pendengar yang baik. Terutama saat dinasehati kedua orang tua. Seringnya sih kumat, memilih diam agar dikira Bapak atau Ibu, jika anaknya mendengar nasihat-nasihatnya. Mengingat masa-masa itu, rasanya ingin me rewind dan mendengar dengan takzim nasihat-nasihatnya.
Di luar rumah. Saya, masih tetap menjadi pendengar yang baik. Beberapa tetangga menganggap kalau saya orangnya cuman "Enggah, Enggeh, Tok". Hahaha. Memang benar juga. Lha yaopo! Di fase itu, saya tidak tahu cara merespon sebuah nasihat selain "Enggeh", "Huumm", "Iyooo" dan "Siap". Bakal gokil jika saya menimpalinya, pasti saya dicap sebagai pembantah dan pembangkang. Nah, repot kan!
Kini, saya kok merasa tidak pernah menjadi pendengar yang baik.
Di rumah, saat Istri sedang bercerita tentang pekerjaannya atau cerita tentang anak kita bermain di sore hari dengan anak-anak tetangga. Saya benar-benar tidak mendengarnya dengan baik. Kita sibuk bicara sendiri-sendiri. Istri selesai cerita, gantian saya. Begitu terus.
Di kantor. Hubungan antara rekan kerja, atasan dan bawahan dan para staff. Tidak baik-baik saja. Apalagi saat presentasi progres bulanan. Semua orang sibuk bicara sendiri-sendiri. A selesai bicara, gantian B, belum selesai sudah ada yang sanggah. Muter terus. Masing-masing bangga dengan progresnya. Lantas, siapa yang mendengarkan?
Sering kali orang senang mempertahankan egonya dan tidak mau mendengarkan orang lain. Saya sendiri sering mengalaminya. Rasanya itu gatal banget kalau gak cerita pengalaman yang pernah saya alami ke orang lain. Pokok pengalaman saya paling mantab dibanding orang lain. Wajar, makin berumur bukannya menjadi pendengar yang baik malah menjadi pendengar yang buruk.
Hal ini diperparah dengan hadirnya gadget. Semua orang pasti pernah melakukannya. Ketika sedang berbicara dengan orang lain, fokus kita bukan lagi ke orang di depan kita, melainkan ke layar gadget.
Menjadi pendengar yang baik tidak cukup menggunakan telinga. Proses mendengar juga membutuhkan mata, hati dan tubuh. Karena pendengar yang baik pasti menatap lawan bicaranya. Pendengar yang baik tidak mungkin membelakangi lawan bicaranya dan pendengar yang baik pasti fokus dengan apa yang lawan bicaranya obrolkan.
Itu idealnya.
Aktualnya, kita sering berharap kawan kita segera selesai bicara dan memposisikan mereka menjadi pendengar cerita-cerita kita.
Sudahkah kita menjadi pendengar yang baik? Atau malah, pernahkah kita menjadi pendengar yang baik?
Malang, Sabtu 5 Feb 2022.
No comments:
Post a Comment