Monday, April 4, 2022

10 Tips Membeli Rumah Yang Tak Pernah Kalian Temukan Di Mana Pun



Rumah menjadi kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi manusia. Selain menjadi tempat tinggal, rumah juga (dianggap) sebagai aset mengingat harganya yang naik setiap tahun. Bagi generasi milenial seperti saya, membeli rumah berada di urutan nomor sekian. Banyak artikel membahas jika generasi kami lebih mementingkan pemenuhan gaya hidup seperti: makanan; fesyen; traveling dan gawai. Selain alasan tersebut, generasi kami dianggap tidak pandai menabung dan berinvestasi buntut gaya hidupnya yang hedon. 


Daripada berlarut-larut dalam kebingungan dan keraguan mau membeli rumah. Generasi milenial wajib membaca 10 tips membeli rumah yang tak akan pernah kalian temukan dimanapun. Ingat, mumpung masih muda dan kuat bekerja.



Harga

Well, Standard Operational Procedure (SOP) nomor wahid sebelum membeli rumah adalah masalah harga. Pertama, tentukan terlebih dahulu kita mau membeli secara tunai atau kredit. Jika memilih kredit, mau ikut program Kredit Perumahan Murah (KPR) atau Inhouse dengan developer, itu pun kalau pihak developer mau. Jika kita memilih kredit, tentukan mau DP berapa juta. Ini penting karena mempengaruhi lama angsuran. Semakin lama angsuran, akan semakin besar bunga yang jadi beban. Sebelum proses akad antara pembeli, penjual dan developer. Kita diwajibkan untuk memenuhi banyak dokumen, termasuk slip gaji yang dalam prakteknya, kita sering meminta tolong kepada bendahara kantor agar di markup.


Sebagai contoh, rumah yang rencana kita beli seharga 200 Juta. DP yang kita keluarkan sebesar 50 Juta, sisa yang harus kita bayar 150 Juta. Karena kita KPR, pihak Bank akan mengambil keuntungan dong, masa iya mo rugi.



Taruhlah kita mengambil tenor selama 10 Tahun (120x), angsuran per bulan sebesar Rp. 1.697.545. Jika dibuat flat, selama 10 tahun total angsuran kita mencapai Rp. 203.705.400. Jika di breakdown, DP yang kita keluarkan sebesar Rp. 50.000.000 + total angsuran senilai Rp. 203.705.400 = Rp. 253.705.400. Artinya apa? Itu adalah harga asli rumah yang kalian beli. Tapi kalau ditambah biaya renovasi, notaris, balik nama dan kenaikan suku bunga Bank, hasil akhirnya akan berbeda lagi.


Kedua, sisakan uang untuk renovasi dan kebutuhan hidup minimal tiga bulan kedepan. Pentingnya sisa uang untuk renovasi mengingat perumahan jaman sekarang banyak yang tidak menyediakan dapur. Lha terus mau masak di mana? Masa iya di ruang tamu. Belum lagi rencana kanopi halaman dan mengisi perabotan rumah tangga seperti kasur; lemari dan peralatan dapur. 


Luas Tanah Bangunan

Dilema pembeli rumah yang sering ditemukan nomor dua adalah luas tanah dan bangunan. Benar sih harganya murah, tapi kok luas tanahnya cuman segitu. Benar sih rumahnya type modern, tapi jarak ke tempat kerja 40 Km lebih. Perihal luas tanah, pemilik sering mengakali pakai rumah tumbuh. Alias kalau ada uang baru renovasi atau bangun lagi. Tapi ini sedikit tricky jika kita tidak ingin terjerembab hutang terlalu lama. Kita wajib aware tabungan untuk pendidikan anak kita. Bagi yang menjadi PNS atau karyawan BUMN mah oke aja, kalau kita pekerja di sektor swasta! Perlu mikir dalam-dalam, apalagi wabah Covid masih belum tahu ujungnya. Bahaya juga kan kita terlanjur mengangsur rumah, eh kena efisiensi perusahaan.


Kalau ada uang lebih, saranku cari rumah dengan lahan yang luas. Syukur-syukur dapat di atas 100 meter persegi. Cuman kekonyolan yang sering terjadi, kebanyakan dari kita ingin punya rumah luas dengan harga cekak. 


Cari Track Record Pengembang

Sudah marak kita mendengar orang tertipu saat membeli rumah. Di Malang sendiri, dalam lima tahun kebelakang banyak saya dengar orang tertipu pengembang perumahan yang nakal. Korbannya ratusan, total kerugian lebih dari satu miliar rupiah. Agar tidak tertipu, kalian dapat melakukan cara sederhana ini untuk mengetahui pengembangmu bermasalah atau tidak.


Pertama. Tanya langsung ke mereka. Cara ini sangat simpel tanpa harus keluar banyak biaya. Siapa tahu mereka mengaku pernah bermasalah dengan warga atau pihak Bank. Ingat, bertanya lho ya. Bukan menuduh.


Kedua. Cek ke Dinas Pertanahan setempat. Ini adalah jalan paling masuk akal mengetahui pengembang perumahan baik-baik saja atau tidak. 


Ketiga. Tanya ke warga sekitar. Metode ini sering saya gunakan. Kalian dapat mencoba dengan pertanyaan sederhana seperti: sebelumnya tanah itu milik siapa dan bagaimana sistem pembayarannya; apakah warga menerima ada perumahan dibangun di sekitar tempat mereka tinggal dan apakah pengembang ada memberikan janji akan membenahi jalan masuk ke perumahan atau lainnya.


Maiyah Adalah Sebuah Pohon Besar


Keempat. Sudah berapa banyak perumahan yang mereka bangun? Ini metode lama namun masih efektif digunakan sampai sekarang. Biasanya, pengembang akan membangun lebih dari satu perumahan. Jika benar, survey perumahan yang dulu mereka bangun. Ya siapa tahu mereka mewariskan masalah dengan warga dan penghuni. 


Akses Jalan

Poin yang saya maksud bukan hanya lebar jalan di dalam perumahan. Tapi akses jalan menuju perumahan. Di Malang, banyak ditemui perumahan yang menawarkan view gunung karena lokasinya cukup tinggi. Kalian dapat menghirup udara segar sembari memandang indahnya gunung Semeru atau Arjuno. Namun, banyak perumahan model seperti ini yang akses masuknya melewati kampung dengan jalan yang tak begitu lebar, rawan macet, jalan berlubang dan harus berbagi jalan dengan warga saat ada orkesan atau kegiatan warga.


Pilihan menyenangkan tentu dapat membeli rumah yang memiliki akses jalan sendiri tanpa harus melewati kampung terlebih dahulu. Dari jalan utama, kita tinggal belok sudah masuk gerbang perumahan. Tapi, perumahan yang model begini harganya kadang gak ngotak blaass.


Spesifikasi Bangunan

Masih metode lama, tapi sekali lagi ini terbukti tokcer.  Pastikan pengembang menggunakan jenis bata apa! Bata merah; Bata ringan; Batako atau malah bisa jadi mereka pakai batu karang. Kemudian pastikan juga mereka menggunakan genteng apa, ketinggian plafon, kedalaman septic tank, daya listrik berapa watt dan sumber air.


Mayoritas Penghuni

Saya pernah dua tahun ngontrak di perumahan yang mayoritas penghuninya pekerja kantoran. Rata-rata umurnya 37 tahun. Alhasil, aktivitas tampak ramai hanya di hari-hari libur saja. Di tahun ketiga, saya pindah ke perumahan yang isinya mayoritas TNI AD aktif. Usut punya usut, perumahan di tempat saya mengontrak memang diperuntukan untuk TNI, POLRI & PNS. 


Tinggal berdampingan dengan para abdi negara. Kita dituntut aktif berpartisipasi dalam kegiatan warga, mulai dari penting sampai yang aneh sekalipun. Semisal ada hari nasional yang mengharuskan para warga memasang bendera merah putih. Kalau di depan rumah tidak saya pasang, otomatis bakal jadi sasaran tembak di group RT. Belum lagi agenda nge cat tembok perumahan dan bersih-bersih rumput dalam rangka hari pancasila, hari lingkungan dan hari kemerdekaan. Masalahnya, semenjak saya tinggal di perumahan ini kok banyak banget hari yang perlu diperingati. Heran deh.


Tanya Profesi Ketua RT

Ini masih ada nyambungnya dengan yang sebelumnya. Jika takut tidak sopan bertanya apa profesi ketua RT, minimal kita dapat memastikan aktivitasnya sering di dalam atau luar kota. Ketua RT di tempat saya tinggal berprofesi sebagai Sales Manager Area Probolinggo. Alhasil, ia hanya ada di rumah pada hari Sabtu dan Minggu. Ketika saya dan penghuni lain hampir bisa bersua setiap hari, ketua RT pasti selalu cari kegiatan pada hari di mana kita ingin istirahat. Mulai dari ngajak karambol di pos ronda, bakar ikan, main badminton sampai karaoke di lapangan voli. Ikut gabung tapi badan pengen rehat, enggak ikut kema sasaran tembak. 


Fasilitas Umum

Sudah kewajiban pengembang menyediakan fasilitas umum di perumahan. Hal itu dapat berupa ruang terbuka hijau, tempat ibadah, pengelolaan kebersihan, pos keamanan dan jalan yang memadai. 


Saat Ditanya Seorang Kawan Mengapa Ikut Maiyah


Di perumahan baru, umumnya hanya menyediakan lahan kosong. Oleh pengembang, pengelolaan Fasum diserahkan ke warga terserah mau dibuat apa. Jika kalian seorang muslim, saran dari saya carilah perumahan yang tempat ibadahnya sudah disediakan oleh pengembang. Jika pengembang hanya memberikan tanah kosong, akan terjadi konfrontasi antar warga perumahan yang memilih mendirikan tempat ibadah atau ruang terbuka hijau.


Iuran Bulanan

"Bekerja adalah untuk menutup angsuran satu ke angsuran lainnya. Hidup di perumahan adalah bayar iuran satu ke banyak iuran lainnya". Begitu kata, Pak Joko, tetangga saya.


Di tempat saya tinggal ada tipe iuran yang sifatnya wajib mengikat dan se ikhlasnya. Iuran wajib berupa: Iuran sampah; iuran keamanan; iuran RT dan iuran Dawis. Untuk iuran yang sifatnya ikhlas ada : sumbangan untuk Masjid; sumbangan untuk operasional Yayasan Perumahan dan Santunan. Bagaimana? Sudah siap setiap bulan iuran kan?


Bakal Calon Tetangga

Saya rasa, gong dari semua ini adalah: "Bagaimana sifat bakal tetangga kita". Ya maklumlah, kan ada tetangga yang suka rese, julid dan pendendam. Daripada kita terjerembab ke dalam lubang yang tiada ujungnya. Setidaknya kita wajib tahu hal ini: apa profesinya; umur berapa; asalnya mana; punya anak berapa dan apa hobinya. 


Dari mengenal tetangga, pintu diterima warga secara baik terbuka lebar. Kok bisa? Sebagai orang jawa, tentu kita percaya bahwa tetangga kita adalah jubir keluarga kita. Banget jubirnya, ibarat kita ngasih pisang, sampai di rumah sebelah sudah berubah jadi kolak. Itulah kehebatan tetangga, dengan catatan kalau mereka jahat lho ya.


Sebenarnya ada cara lain agar akrab dengan warga lingkungan tanpa harus mengenal tetangga terdekat, diantaranya: mengikuti trend tetangga memelihara burung atau ikan koi; sering shalat jamaah di Masjid dan aktif di kegiatan RT.


Tentu tidak afdol jika tak menyebutkan cara dikenal warga lewat jalur barbar, apa saja itu: karaokean di malam hari; mabuk-mabukan; bawa perempuan bukan pasangan resmi; berantem dan nunggak iuran sampah dan keamanan. Jurus terakhir gak percaya? Coba aja.


Sepotong Dunia Emha


Bagi kalian yang ingin mencari rumah tapi masih bingung, kalian wajib mencoba 10 Tips Membeli Rumah Yang Tak Pernah Kalian Temukan Dimanapun di atas. Terima kasih.




No comments:

Post a Comment