Monday, May 15, 2023

Suka, Bagikan, dan Komentar: Gen-Z dan Meme Politik di Media Sosial

Bersama Ustadz Muwafik Saleh S.Sos, M.Si

Selepas sinau bareng di Majelis Masyarakat Maiyah ReLegi Malang edisi ke 97, target saya adalah membuat reportase malam itu. Dengan modal tiga lembar kertas hasil notulensi, tulisan yang sudah mau seminggu itu tidak selesai juga. Energi saya habis mikir gimana diskusi yang berlangsung 4 jam itu dapat diringkas menjadi tulisan yang dapat dibaca bagi yang malam itu tidak dapat hadir. Seraya mencari input bacaan, saya menemukan makalah ini dan saya rasa sangat menarik untuk anda baca juga meski tulisan yang anda baca ini bukanlah representasi hasil diskusi malam itu yang mengangkat tema “Polusi Informasi”.

Ditulis oleh Bu Surbhi Tandon, Pak Namit Vikram Singh dan Pak Durgesh Tripathi. Makalah ini mengkaji penggunaan meme politik di kalangan Gen-Z di Delhi, India, khususnya di platform media sosial. Meme digunakan sebagai sarana untuk mengekspresikan perbedaan pendapat dan pandangan politik di era internet yang semakin banyak digunakan oleh masyarakat.

Dalam perkembangan platform media sosial sebagai wadah dialog publik dan berbagi opini politik, meme menjadi alat yang luas digunakan untuk tidak hanya berkreasi, tetapi juga untuk mengedukasi komunitas virtual tentang berbagai wacana politik.

Penggunaan meme politik oleh pemuda dianggap sebagai bentuk partisipasi informal dalam situasi politik yang beragam, menciptakan ruang publik mandiri melalui media sosial. Meme, yang dikenal sebagai 'virus ide', berhasil meraih penerimaan yang luas dan menjadi viral di berbagai platform media sosial.

Meme ini sering dianggap sebagai bagian dari budaya politik partisipatif di internet dan dikaitkan dengan 'individualisme jaringan'. Di India, terutama di kalangan Gen-Z, penggunaan media sosial menjadi sarana tambahan untuk bereksperimen dan berinteraksi dengan wacana politik. Meme politik digunakan untuk mengekspresikan pendapat dan terlibat dalam isu-isu politik, baik dengan cara konvensional maupun tidak konvensional. Salah satu faktor penting yang terlihat adalah peningkatan kesadaran politik akibat peningkatan pendidikan dan status sosial ekonomi (E-SES).

Makalah ini bertujuan untuk memahami pola penggunaan meme politik oleh Gen-Z di media sosial serta apakah penggunaan tersebut melengkapi model Data Knowledge-Action dalam konteks jaringan. Penelitian ini juga bertujuan untuk memahami jenis kesadaran politik yang sedang membentuk komunitas virtual Gen-Z yang lebih besar di Delhi, India. Penelitian ini akan menggunakan metode survei untuk memahami faktor-faktor yang membuat meme politik populer dan dampaknya terhadap preferensi politik Gen-Z di Delhi, India.

Berbagi meme di platform media sosial telah menjadi hal yang umum dalam budaya digital yang partisipatif. Meme politik semakin populer di internet terutama di kalangan generasi muda. Meme politik mengekspresikan gagasan kompleks dengan memadukan gambar, teks, slogan, lelucon, video, dan puisi. Meme ini memampatkan perdebatan politik dan isu-isu yang kompleks menjadi paket kecil yang sering menggunakan satir. Meme ini memengaruhi wacana publik dan mencerminkan cara berpartisipasi politik yang berubah di era digital (Howley, 2016).

Penggunaan istilah 'Meme' berasal dari biologi evolusioner pada tahun 1970-an. Richard Dawkins, seorang ahli biologi evolusi, pertama kali memperkenalkan istilah tersebut yang berkaitan dengan 'imitasi' dan 'transmisi' dalam bukunya yang berjudul 'The Selfish Gene' (Shifman, 2013). Meme dapat erat terkait dengan konsep 'gen' yang dikenal dapat ditransmisikan melalui proses biologis. Dawkins (2006) sendiri telah mendefinisikan mereka sebagai 'unit transmisi budaya atau unit imitasi'. Oleh karena itu, dalam banyak kesempatan, 'meme' disebut sebagai 'virus ide' atau 'artifak budaya' dalam berbagai teks dan interpretasi karena kemampuannya untuk menyebar dengan cepat melalui internet seperti virus. Menurut Shifman (2013), transmisi atau berbagi meme dengan cepat adalah pengalaman budaya bersama bagi penonton atau komunitas. Oleh karena itu, meme dianggap sebagai 'artifak budaya' di internet.

Jenkins (2009) telah mengangkat kekhawatiran penggunaan terminologi biologis untuk fenomena yang terkait dengan produksi dan transmisi budaya. Dia berargumen bahwa penggunaan perbandingan biologis mengurangi netizen menjadi audiens pasif yang hanya menerima meme. Namun, ada kemungkinan bahwa mereka juga aktif terlibat dalam proses menciptakan, remixing, atau merombak meme. Oleh karena itu, meme telah menjadi subjek penelitian lintas disiplin dan menjadi area penting yang diperhatikan oleh berbagai disiplin ilmu seperti studi komunikasi, studi budaya, psikologi sosial, ilmu politik, ilmu informasi, dan lain-lain (Ekdale dan Tully, 2014; Harlow, 2013; Knobel dan Lankshear, 2007; Spitzberg, 2014).

Tren penggunaan meme telah muncul dan meningkat ke tingkat yang baru melalui pemanfaatan media digital. Dalam bentuk sosialisasi yang terhubung melalui berbagai platform media sosial, meme tidak hanya diamati sebagai ekspresi kreatif tetapi juga dalam hal menyuarakan pilihan sosial dan politik serta posisi seseorang dalam masyarakat. Penggunaan dan pembuatan meme terbatas pada kelas tertentu, terutama generasi muda. Penggunaan meme untuk ekspresi kreatif dalam berbagai wacana politik dan sosial tidak hanya diamati dalam partisipasi langsung dan tidak langsung, tetapi juga mencerminkan tren meningkatnya kecenderungan akar lokal. Sebagai contoh, dalam kasus India, penggunaan meme untuk menyatakan pendapat politik terlihat dipengaruhi oleh peningkatan tingkat E-SES (Pendidikan dan Status Sosial-Ekonomi) serta keterhubungan yang semakin meningkat dengan anggota lain di ruang virtual melalui platform jaringan sosial. Hal ini didukung oleh pertukaran budaya antara pengguna (Desouza, Kumar, dan Shastri, 2009). Media sosial tidak hanya membantu dalam menjelajahi berbagai cara berinteraksi dengan wacana politik, tetapi juga dalam hal mensensitisasi orang secara lebih personal melalui jaringan sosial. Selain itu, pertukaran meme sebagai bentuk informasi telah membantu meningkatkan tingkat sensitisasi di kalangan populasi yang dituju dan dalam pengumpulan informasi sebagai modal, sehingga melengkapi model Data => Pengetahuan => Aksi.

Dengan penggunaan meme dalam bahasa lokal yang dipengaruhi oleh budaya dan cerita rakyat lokal, bahkan di ruang politik, penelitian ini relevan untuk mengungkap bagaimana generasi muda yang diidentifikasi sebagai 'Gen-Z' di Delhi, India, menggunakan meme tersebut dan untuk jenis suara politik apa dalam masyarakat? Penting untuk memahami bagaimana meme yang terinspirasi budaya tersebut mempengaruhi pilihan politik generasi muda di Delhi, India. Apakah meme-meme tersebut hanya berada dalam batasan hiburan informatif atau apakah mereka mendorong aksi politik yang lebih besar oleh populasi muda secara kolektif dan terhubung melalui media sosial di Delhi, India? Anda dapat membaca makalah yang asli dengan klik di sini

No comments:

Post a Comment