Wednesday, April 2, 2014

MAKALAH HUKUM DAN PERATURAN KELAUTAN DAN PERIKANAN



MAKALAH
HUKUM DAN PERATURAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

Hukum Sasi Laut: Hak Ulayat di Kepulauan Maluku

Oleh:
ALI AHSAN
  


  
PROGRAM STUDI AGROBISNIS PERIKANAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012



KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini saya susun sebagai salah satu pelengkap tugas dari mata kuliah Hukum dan Peraturan Kelautan dan Perikanan. 

            Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun agar kedepan terdapat perbaikan ke arah yang lebih baik.
                                                                                               



                                                                                    Malang, 1 Oktober  2012
                                                                                               
                                                                                                           


                             Penyusun

DAFTAR ISI




1.      PENDAHULUAN 
Hukum yang berlaku di Indonesia hingga sekarang ini masih banyak hukum warisan Belanda atau masih dipengaruhi oleh hukum Belanda. Dalam penerapannya oleh para penegak hukum ternyata tidak sebagaimana di negeri asalnya, yang lebih mengutamakan penghargaan dan penghormatan terhadap hak-hak individu (ini tidak sama artinya dengan mementingkan diri sendiri) serta lebih berpikir rasional. Namun sebenarnya, selain hukum peninggalan Belanda, seperti Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang merupakan terjemahan dari Wetboek van Strafirecht, Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang merupakan terjemahan dari Burgerlijk Wetboek, Indonesia telah memiliki hukum sendiri, yaitu Hukum Adat (Arianto dan Talaohu, 2009).

Potensi sumberdaya laut Indonesia tergolong sangat melimpah. Namum demikian potensi tersebut belum mampu memberikan kesejahteraan yang memadai bagi seluruh masyarakat nelayan sebagai pelaku utama dalam pemanfaatan sumberdaya hayati laut (Sudirman, 2006).

 Secara konstitusional masyarakat memiliki hak atas sumberdaya alam di wilayah laut dan pesisir sebagaimana tertuang dalam Pasal 18B UUD 1945. Tetapi dalam pelaksanaan hak tersebut masyarakat adat diperhadapkan dengan berbagai aturan perundang-undangan yang melemahkan masyarakat adat. Lemahnya hak konstitusional masyarakat adat disebabkan adanya berbagai peraturan perundang-undangan yang seolah-olah tidak mengakui eksistensi masyarakat adat. Hal ini tentu tidaklah tepat karena bertentangan dengan konstitusi sehingga berbagai kebijakan pemerintah tersebut perlu di tinjau ulang untuk di rubah, sehingga kedepannya peraturan perundang-undangan yang dibuat dapat mengakomodir berbagai kepentingan masyarakat termasuk di dalamnya masyarakat hukum adat (Tjiptabudy, 2012).

-       Apa saja hukum yang berlaku di Indonesia?
-       Apa yang dimaksud hukum sasi laut?
-       Apa saja pelanggaran yang dilakukan masyarakat adat terhadap hukum sasi laut di wilayah Maluku?


Menurut van Vollenhoven dalam Nirahua (2012), ciri-ciri atau tanda-tanda hak ulayat sebagai berikut:
1.      Persekutuan hukum dan anggota-anggotanya berhak dengan bebas menggunakan, mengeyam kenikmatan menggarap tanah dalam wilayah persekutuan hukum tersebut;
2.      Orang-orang yang bukan anggota persekutuan hukum harus mendapat izin terlebih dahulu dari Kepala Persekutuan dengan membayar ganti kerugian;
3.      Dalam menggunakan tanah, anggota persekutuan hukum tidak membayar, tetapi bagi orang luar (asing) harus membayar uang pemasukan (recognitie/contributie);
4.      Persekutuan hukum bertanggung jawab atas kejahatan (pembunuhan) dalam wilayah persekutuan hukumnya apabila si pelaku tidak bisa digugat atau tidak dikenal;
5.      Persekutuan tidak boleh memindahtangankan (menjual, memberi) untuk selama-lamanya kepada siapapun juga kecuali dalam hal-hal tertentu dan sangat khusus;
6.      Persekutuan hukum tetap mempunyai hak campur tangan atas hak individu. 

Dengan demikian hak ulayat menunjukkan adanya hubungan hukum antara masyarakat hukum adat (subjek hak) dan sumber daya alam serta wilayah tertentu (objek hak). Hak ulayat berisi wewenang-wewenang yang menyatakan hubungan hukum antara masyarakat hukum adat dengan sumber-sumber alam/wilayahnya adalah hubungan penguasaan, bukan hubungan pemilikan.
 
Dalam kehidupan masa Orde Baru sampai sekarang, salah satu yang dianggap sebagai halangan potensial adalah hak ulayat. Oleh karena itu UUPA menganut konsep yang bertujuan melemahkan hak ulayat yaitu pengaturan atau konsep mengenai hak milik Negara; dan materi atau konsep mengenai pengakuan hak ulayat secara bersyarat. Secara tidak langsung, selain kedua konsep di atas, ada konsep ketiga yang juga mempermulus pelemahan hak ulayat. Konsep ketiga tersebut adalah kesatuan atau unifikasi hukum nasional. Seperti nalar yang dikembangkan oleh UUPA, Undang-Undang Kehutanan, Undang-Undang Pertambangan, Undang-Undang Pengairan dan Undang-Undang Perikanan juga menganggap bahwa kehadiran ‘hak menguasai negara’ berkonsekuensi pada pengaturan mengenai hak ulayat. Sekalipun formulasi kalimat eksplanatifnya tidak serupa dengan UUPA, namun redaksi keempat undang-undang tersebut bermuatan serupa dengan muatan UUPA. Dikatakan bahwa kekayaan alam di wilayah Indonesia merupakan kepunyaan atau milik seluruh bangsa Indonesia yang telah menggabungkan diri ke dalam sebuah organisasi kekuasaan bernama Negara. Oleh sebab itu pemanfaatan terhadap kekayaan alam tersebut haruslah mensejahterakan atau memakmurkan sebanyak-banyaknya rakyat Indonesia (Nirahua, 2012).

Padahal masyarakat ulayat itu sendiri telah memiliki hak tersebut dan telah  melekat lama, itu  berarti terjadi pengabaian terhadap hukum adat. Dari hal tersebut   diharapkan pengambilan kebijakan kedepan dapat bersama-sama untuk membuat suatu format yang lebih mengarah kepada masyarakat ulayat khususnya daerah pesisir mengingat lingkup pesisir dalam pengembangan kewilayahan dari berbagai aspek memberikan dampak yang baik seperti wilayah pertahanan juga basis pertumbuhan sumber daya perikanan laut dalam  hal ini eksistensi  hak ulayat perlu mendapat pemikiran yang proporsional.

Namun demikian, meskipun aturan adat ini sudah berlaku di masyarakat, tetapi sampai saat ini  keberadaan hukum adat tersebut belum diakui oleh hukum formal yang ada di Indonesia. Sehingga tak jarang apabila masyarakat adat akan melakukan hukuman terhadap para pelanggar  hukum adat tersebut. Mereka sering dihadapkan pada hukum formal yang berlaku. Padahal, seperti kita ketahui, keberadaan hak ulayat laut tersebut sangat efektif dalam pengelolaan sumberdaya laut dan perikanan yang ada di wilayahnya. Dalam prinsisip-prinsip penerapan hak ulayat di masyarakat dapat memberikan dampak positif bagi pemerintah maupun lingkungan, karena didukung oleh model perencanaan yang bersifat partisipasif dan bottom-up, selain itu dalam melakukan pengawasan dan pengendalian, hak ulayat laut sangat efektif karena masyarakat adat atau lokal merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap masa depan sumberdayanya.

Jika dicermati ternyata masyarakat adat di wilayah-wilayah pesisir, pengelolaan potensi kelautan secara umum dilakukan secara tradisional yang dikenal dengan hak adat kelautan. Dibandingkan dengan hak ulayat atas tanah, maka tampak bahwa hak ulayat atas laut sebagai tradisi adat yang sudah berlangsung secara turun temurun dan dihormati oleh masyarakat adat. 

Penguasaan riil atas wilayah laut dan pesisir, oleh masyarakat adat sangat berkaitan dengan hubungan-hubungan atau relasi yang mereka lakukan untuk memenuhi kebutuhannya di atas wilayah tersebut, secara merupakan sesuatu yang bersifat turun-temurun dari para leluhurnya. Di dalam wilayah ini sebenarnya secara de yure, terdapat wewenang dari komunitas masyarakat adat. Wewenang yang dimaksudkan disini terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam, menurut prinsip-prinsip hukum adat dengan kekhasan masing-masing.

Dengan demikian maka secara teoritis dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan hak adat kelautan (hak ulayat laut) adalah seperangkat aturan atau praktek pengelolaan atau manajemen wilayah laut dan sumber daya di dalamnya berdasarkan adat-istiadat yang dilakukan oleh masyarakat pesisir pada desa. Perangkat aturan atau hak adat kelautan (hak ulayat laut) ini menyangkut siapa yang memiliki hak atas suatu wilayah, jenis sumberdaya yang boleh ditangkap dan teknik mengeksploitasi sumberdaya yang diperbolehkan yang ada dalam suatu wilayah laut.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Sub Komisi Hak Ekonomi, Sosial dan budaya (dalam Kertas Posisi Hak masyarakat hukum Adat, 2006) disebutkan bahwa hak-hak masyarakat hukum adat terdiri dari:
1.      Hak Perseorangan sebagai warga Negara, yakni sebagai warga negara, warga masyarakat hukum adat mempunyai hak asasi yang sama dengan warga negara lainnya;
2.      Hak Kolektif sebagai masyarakat hukum adat yakni suatu komunitas, masyarakat hukum mempunyai kolektif, yang diperlukannya baik untuk memelihara eksistensi dan identitas kulturnya naupun untuk membangun dan mengembangkan potensi kemanusiaan warganya.
3.      Hak atas Pembangunan, yang terdiri dari berbagai macam hak.



3.      PEMBAHASAN
Maluku, yang dikenal dengan sebutan Seribu Pulau dan dikategorikan sebagai Provinsi Kepulauan (Archipelagic Province) karena kondisi geografis Maluku yang terdiri dari 812 pulau yang sebagian besarnya terdiri dari pulau kecil dengan luas laut 92,4 % dan darat 7,5 % dari total luas wilayahnya. Dengan kata lain luas laut Maluku sekitar 12 kali luas daratannya ternyata memiliki sistem hukum adat tersendiri dalam bidang kelautan yang dikenal dengan Hukum Sasi Laut (Nendissa, 2010).

Bagi masyarakat adat pesisir di Kepulauan Lease, Maluku Tengah, sejak dahulu telah dikenal tradisi dan kebiasaan dalam bentuk tata cara untuk melindungi, mengelola dan memanfaatkan lingkungan laut dan pesisir pantai sebagai bagian dari kehidupan masyarakat. Tradisi tersebut dikenal dengan bentuk sasi laut, yang didukung oleh kelembagaan dan perangkat hukum sasi.

Berdasarkan tempat dan jenis, ada dua jenis sasi, yaitu sasi darat dan sasi laut. Semata-mata pelaksanaan sasi merupakan tindakan perlindungan agar persediaan bahan makanan untuk desa (negeri) cukup terjamin, yang didasarkan pada pengertian tertentu tentang proses berkelanjutan keturunan makhluk yang hidup di laut dan siklus pertumbuhan di darat. Sedangkan berdasarkan pelaksana sasi tersebut ada dua jenis yaitu Sasi Kewang (petugas keamanan desa) dan Sasi Gereja. Tradisi sasi laut difungsikan melalui seperangkat aturan hukum selain aturan-aturan yang berkaitan dengan perlindungan dan pemanfaatan fungsi laut dan pesisir juga terhadap fungsi lingkungan darat.

Menurut Judge dan Nurizka (2008), peranan sasi memungkinkan sumberdaya alam terus menerus tumbuh dan berkembang. Dengan kata lain, sumberdaya alam hayati dan nabati perlu dilestarikan dalam suatu periode tertentu untuk memulihkan pertumbuhan dan perkembangan demi tercapainya hasil yang memuaskan.

Hukum adat sasi sangat efektif dalam menjaga lingkungan terutama laut karena masyarakat tidak berani mengambil sumberdaya alam sebelum waktu buat sasi. Setelah ditetapkan periode pelaksanaan sasi, zona sasi juga memberlakukan sanksi-sanksi terhadap pelanggaran sasi. Zona sasi adalah sepanjang pantai yang merupakan hak desa tersebut dan ke arah laut, zona ini mulai dari surut terendah sampai kedalaman 25 meter. Dengan demikian, sebuah zona merupakan daerah terbatas bagi pemanfaatan sumberdaya alam yang sepenuhnya diatur melalui peraturan adat sasi laut.

Sasi merupakan hasil titah (keputusan) raja dan mendapat kesepakatan seluruh warga yang tentunya mengikat seluruh warga, dan ada sanksi jika warga mencoba untuk melanggar. Selama ini sasi bisa berjalan baik karena adanya kelompok orang yang menjaga kesepakatan sasi (kewang) dan ada keyakinan dalam masyarakat jika kesepakatan tersebut dilanggar, maka akan menimbulkan kualat (dampak buruk) bagi yang melanggar sasi (Judge dan Nurizka, 2006).

Kedudukan hukum adat sasi laut terhadap hukum positif di Indonesia khususnya terkait dalam masalah lingkungan. Hukum itu ada kaitannya dengan lingkungan karena secara tidak langsung hukum itu dapat memberikan perlindungan terhadap sumberdaya alam yang ada guna menjaga kelestarian di daerah tersebut.

Hukum positif adalah hukum yang mengatur tentang perlindungan terhadap sumberdaya alam. Hukum positif di Indonesia yang terkait dalam masalah lingkungan seperti UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peraturan hukum adat sasi laut dan kewang berisi:
a.      Larangan menangkap atau mengambil jenis ikan tertentu, teripang, lola, dan hasil laut lainnya dengan alat tangkap jenis tertentu.
b.      Larangan menangkap ikan dengan menggunaka racun atau akar bore atau bahan kimia lain yang merusak.
c.       Larangan merusak terumbu karang dan biota laut lainnya.
d.      Larangan menebang atau memotong, mengambil serta merusak hutan bakau serta tanaman di sekitar wilayah pesisir.
e.      Larangan mengambil pasir, batu, karang dan kerikil tanpa izin pemerintah negeri.
f.        Larangan mengotori daerah pesisir, muara kali atau sungai dan lautan dengan cara apapun.

Sama halnya dengan adat yang lain, maka sanksi-sanksi atas pelanggaran adat sasi dilaksanakan oleh penguasa negeri dan arwah leluhur. Sanksi yang paling berat dan sangat ditakuti di waktu dahulu adalah sanksi yang diberikan oleh arwah leluhur. Oleh karena itu orang sangat takut melanggar sasi. Bilamana ada orang yang melanggar sasi yaitu melakukan pengambilan tanaman atau hasil laut pada masa tutup sasi maka hukuman yang diberikan oleh pemerintah negeri yaitu raja dan perangkat negeri kepada si pelanggar adalah ditangkap, dipertontonkan di hadapan masyarakat umum dan mendapat hukuman fisik lainnya seperti dicambuk, dikenakan denda, kerja paksa dan dikucilkan dari tengah-tengah kehidupan masyarakat. Hukuman itu itu tidak terlalu berat seperti hukuman yang akan diberikan oleh arwah atau roh-roh tete nene moyang (leluhur) antara lain seperti anak yang sakit-sakitan secara terus-menerus dan akhirnya meninggal dunia sehingga keluarga itu tidak memiliki seorang keturunanpun. Istilah lokalnya adalah tutup mataruma.

Pada masa tutup sasi masing-masing orang harus menjaga atau mewaspadai dirinya sehingga tidak membuat hal-hal yang bertentangan hingga pada akhirnya mendapat teguran dan hukuman dari kewang serta anak-anak kewang. Sementara itu suasana di sekitar hutan maupun labuhan (lautan) menjadi tenang dan sunyi. Kewang dan anak-anak kewang akan terus berjalan memeriksa apakah ada yang melanggar sasi atau tidak. Penduduk negeri tetap diperbolehkan ke hutan atau laut untuk mengambil makanan tetapi semua itu berlangsung secara tenang dan hanya mendatangi tempat-tempat yang tidak menjadi daerah sasi. Makanan isi kebun dan ikan hanya diambil untuk keperluan makan saja dan tidak boleh lebih.

Hukum sasi adalah sejumlah peraturan yang mengandung larangan dengan pidana denda. Hukum sasi terbagi menjadi hukum sasi materiil yaitu pokok perbuatan yang dapat dipidana, jenis pidana apa yang dapat diterapkan terhadap orang yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Reglement sasi. Sedangkan hukum sasi formil yaitu sejumlah peraturan yang mengandung cara-cara kewang mepergunakan wewenangnya untuk menerapkan pidana, selain itu juga sasi bertujuan untuk melindungi alam dengan segala sesuatu yang ada di atasnya dari pengrusakan yang terjadi oleh tindakan-tindakan manusia.



4.      PENUTUP
Dari penyusunan Makalah ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:
-       Persengketaan yang terjadi antar nelayan lokal pada umumnya adalah karena ketidakjelasan batas wilayah yang dimiliki oleh masing-masing warga masyarakat.
-       Masyarakat Hukum Adat yang berada di Maluku Tengah secara yuridis memiliki kewenangan untuk mengelola sumber daya pesisir dan laut yang terletak pada petuanan mereka.
-       Berdasarkan kewenangan yang dimiliki oleh lembaga adat maka secara tidak langsung eksistensi masyarakat adat (dalam hal ini pemilik otonomi asli) dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan Nasional khususnya dalam upaya pengolahan, pemeliharaan, dan upaya pelestarian lingkungan hidup sebagai bagian yang akan dinikmati oleh generasi seterusnya.
-       Sasi merupakan larangan untuk memanen suberdaya tertentu (hayati laut maupun darat) dalam jangka waktu yang ditetapkan. Sasi bertujuan untuk mengatur semua hasil bumi yang ada di wilayah negeri, baik pekarangan sendiri maupun areal perkebunan atau ladang (komersial).
-       Dengan adanya Hukum sasi laut, maka sumberdaya laut yang ada di wilayah Maluku Tengah akan melimpah karena sasi laut berfungsi sebagai penjaga sumberdaya laut yang ada di laut dan juga dilindungi oleh Pemerintah.

Pemerintah Daerah atau Pemerintah Pusat sebaiknya menghargai, melestarikan, meningkatkan dan memperhatikan eksistensi masyarakat hukum adat dengan hak-hak tradisional yang dimiliki sesuai dengan pengakuan konstitusional dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga tidak terjadi benturan diantara peraturan perundang-undangan yang berlaku.




DAFTAR PUSTAKA
Arianto, H. dan Sapiah Talaohu. 2009. Peranan Lembaga Peradatan Negeri dalam Penyelesaian Sengketa Tanah di Kecamatan Amahai, Maluku Tengah. Lex Jurnalica, Volume 6, Nomor 3, Halaman 157-173
Badan Pengelola Kapet Seram. 2011. Hak Ulayat dalam Perspektif Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. http://info.kapetseram.com/?p =127 Diakses tanggal 15 Mei 2012
Judge, Zulfikar dan Marissa Nurizka. 2006. Peranan Hukum Adat Sasi Laut dalam Melindungi Kelestarian Lingkungan di Desa Eti Kecamatan Seram Barat Kabupaten Seram Bagian Barat. Lex Jurnalica Volume 6, Nomor 1, Halaman 30-61
Nendissa, Renny H. 2010. Eksistensi Lembaga Adat dalam Pelaksanaan Hukum Sasi Laut di Maluku Tengah. Jurnal Sasi Volume 16, Nomor 4, Halaman 1-6
Nirahua, Salmon E. M. 2012. Hak-Hak Suku Nuaulu Atas Pengelolaan Sumber Daya Hutan di Pulau Seram Provinsi Maluku. Universitas Pattimura
Sudirman. 2006. Potensi Sumberdaya Laut Perairan Indonesia Timur dan Tingkat Pemanfaatannya ke Depan oleh Masyarakat Pantai dan Nelayan Setempat. Makassar: Universitas Hasanuddin
Solihin, A. dan Arif Satria. 2007. Hak Ulayat Laut di Era Otonomi Daerah Sebagai Solusi Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan: Kasus Awig-awig di Lombok Barat. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia, Volume 01, Nomor 01, Halaman 67-86
Tjiptabudy, Jantje. 2012. Hak-Hak Konstitusional Masyarakat Adat Atas Sumberdaya Alam di Wilayah Laut dan Pesisir

 Semoga bermanfaat, Budayakan Membaca dan Menulis.
 #Go AHead Indonesia
 #Yang Penting Bagiku Adalah Dialoq
 Behind The Gun: @aliahsanID

PEMASARAN HASIL PERIKANAN KELAS AO3



PEMASARAN HASIL PERIKANAN
KELAS AO3
Pengumuman.
1   .       Pertemuan tanggal 04 April 2014 diadakan persentasi untuk kelompok 1 & 3
2   .       Pertemuan tanggal 04 April 2014 diadakan Kuis, materi awal peretemuan sampai menjelang persentasi
3   .       Tanggal 10 April diadakan Ujian Tengah Semester (UTS)
4   .       Tanggal 10 April mengumpulkan tugas terstruktur (Individu):
  Menyusun mini proposal penelitian menggunakan pendekatan pemasaran atau topik2 pemasaran,  maksimal 10 halaman A4, spasi 1,5.
Format:
 I. Pendahuluan (latar belakang, perumusan masalah, tujuan);
II. Tinjauan Pustaka (Penelitian terdahulu dan dasar teori);
III. Metode Penelitian


More Info: 0856 07 28 2017


Wednesday, March 26, 2014

SEJARAH RENAISANS



SEJARAH RENAISANS

Sejarah mencatat, Renaisans adalah sebuah masa yang berlangsung selama 25 sampai 50 tahun terutama berpusat pada tahun 1500. Dapat ditandai melalui kebangkitan seni, pemikiran dan sastra yang menarik keluar Eropa dari kegelapan intelektual selama abad pertengahan. Hal ini masih menjadi perdebatan di klangan peneliti apakah Renaisans berawal dari eropa atau istanbul pasca jatuhnya Konstantimopel ke tangan islam (Mehmed II) Renaisans bukanlah sebuah perpanjangan alamiah dari abad pertengahan, melainkan sebuah revolusi kebudayaan. Sebuah reaksi terhadap kelakuan dan tradisi abad itu yang cenderung kolot.

Berdasarkan definisi, kata “renaisans” bermakna kehidupan atau bangkit kembali. Masa yang dikenal sebagai Renaisans dianggap sebagai penemuan kembali masa keemasan peradaban Yunani dan Romawi, atau secara sederhanya dapat di katakan Renaisans terbentuk karena perpaduan budaya Yunan dan Romawi. Faktanya, meskipun pada zaman Renaisans banyak orang membaca sastra klasik dan mempertimbangkan kembali pemikiran klasik, maksud sesungguhnya dari Renaisans adalah inovasi dan penemuan. Universitas-universitas didirikan hampir di seluruh Eropa, disertai munculnya kesadaran untuk menyebar-luaskan ide-ide.

Diantara tokoh-tokoh seni di masa keemasan Renaisans adalah Albrecht Dührer (1471-1528), Desiserius Eramus (1466-1536), Hans Holbein (1465-1506), Hans Memling (1430-1495), Hieronymus Bosch (1450-1516), Josquin de Pres (1445-1521), Leonardo da Vinci (1452-1519), Lucas Cranach (1472-1553), Michaelangelo (1475-1564), Perugino (1446-1526), Raphael (1483-1520), Sandro Botticelli (1444-1510), Tiziano Vecelli (1477-1526).

Pada saat yang nyaris bersamaan, Christoper Columbus melakukan pelayaran bersejarahnya di tahun 1492. Michaelangelo masih hidup ketika Ferdinand Magellan mengelilingi bola dunia. Mereka adalah orang-orang yang membuka jalan bagi generasi-generasi seniman dan para pencipta lagu di masa mendatang.

Sementara di bidang ilmu pengetahuan, muncul nama-nama seperti Nicolas Kopernick (Copernicus) yang memutuskan bahwa bumi berputar mengelilingi matahari dan bukan sebaliknya sebagaimana yang diyakini orang-orang saat itu. Saat itu juga, Galileo Galilei menyimpulkan beberapa buah bulan di sekitar Jupiter dan cincin yang mengelilingi Saturnus.

Ranaisans adalah sebuah tonggak sejarah karena secara tiba-tiba mempengaruhi perjalanan sejarah dari seni dan kebudayaan barat.

Kekuasaan yang bersifat mutlak cenderung korup, demikian juga halnya dengan gereja. Salah satu bentuk penyimpangan yang dilakukan gereja pada masa itu adalah pemberian janji kepada para pengangut Kristen. Jika mereka membayar sejumlah uang untuk gereja, maka mereka akan selamat dari murka Tuhan.

Pada abad ke-14, sejumlah agamawan terkemuka, seperti John Wycliffe di Inggris dan John Huss di Praha, Ceko, mulai berbicara lantang menentang praktek terlarang yang dilakukan gereja ini. Bersamaan dengan itu, terjadi gelombang ketidakpuasan yang muncul di gereja itu sendiri. Suasana yang pada awalnya tertutup, akhirnya meledak ketika pada tanggal 31 Oktober 1517, seorang pendeta bernama Martin Luther menempelkan sebuah poster – lebih tepatnya sebuah dokumen – di pintu sebuah kastil di Wittenberg, Jerman. Dokumen ini berjudul “95 tesis terhadap penyalahgunaan agama”. Menuduh Uskup Albrecht of Mainz telah melakukan penipuan dengan cara menjual keyakinan pengikutnya (diduga mengantongi uang dari hasil penjualan itu). Luther juga mengutuk praktek penjualan agama secara umum.

Akibat ulahnya, Luther dihukum dengan cara dikucilkan dari gereja pada tahun 1521. Hasil dari keberaniannya itu, akhirnya diikuti oleh banyak penganut Kristen lainnya. Kemudian orang-orang ini disebut Protestan, karena protes yang mereka tujukan secara umum kepada gereja-gereja Romawi.

Luther sendiri kemudian membentuk sebuah gerakan agama baru yang tetap mengakui agama Kristen namun menolak otoritas politik gereja Romawi. Kelompok ini lalu disebut orang-orang Lutheran, yang sampai sekarang adalah agama dominan di negara-negara Skandinavia, sebagian besar Jerman dan sebagian kecil di Amerika Utara.

Bagaimana pendapat kalian? Mari kita berdiskusi.
Behind the gun : @aliahsanID

Daftar bacaan dan sumber:
  1. Armagan, Mustafa. 2014. Muhamad Al-Fatih. Kaysa Media. Jakarta
  2. Campbell, Gordon. The Oxford Dictionary of the Renaissance. (2003). 862 .
  3. Fletcher, Stella. The Longman Companion to Renaissance Europe, 1390-1530. (2000). 347.
  4. Fritjof Capra.  2007. Sains Leonardo: Menguak Kecerdasan Terbesar Masa Renaisans
  5. Grendler, Paul F., ed. The Renaissance: An Encyclopedia for Students. (2003). 970.
  6. Grendler, Paul F. "The Future of Sixteenth Century Studies: Renaissance and Reformation Scholarship in the Next Forty Years," Sixteenth Century Journal Spring 2009, Vol. 40 Issue 1, 182.
  7. Hale, John. The Civilization of Europe in the Renaissance. (1994). 648.
  8. Hay, Denys. The Significance of Renaissance Europe dalam The Age of Renaissance. Disunting oleh Denys Hay. Thames and Hudson Ltd. London:1986.
  9. Madjid, Nurcholish. 2007. Islam Universal. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
  10. Mike Fearon. 1993. Martin Luther (Men Of Faith)
  11. Robert, Audi.1995.The Cambridge Dictionary Of Philosophy.Cambridge University Press:United Kingdom.580-617
  12. Simon Petrus L. T. .2004.Petualangan Intelektual.Yogyakarta.Kanisius.176-180.
  13. http://www.biography.com



CONTOH REVIEW JURNAL









Nama   : ALI AHSAN
NIM     :
Prodi     :
MK       :

Penulis
Chinchai, P. dan Wittayanin W.  
Tahun
2007
Judul
Influence of the home visit programme on the functional abilities and quality of life of people with spinal cord injury in Thailand.
Jurnal
Asia-Pacific Disability rehabilitation Journal
Volume
19
Website
Latar Belakang Penelitian
Peningkatan jumlah penderita Cidera spinal cord (SCI) ternyata belum menjadi perhatian yang serius dari pemerintah Thailand,Kebijakan peduli kesehatan dan rehabilitasi untuk orang dengan disabilitas di Thailand malah lebih berfokus pada pemulangan lebih awal penderita disabilitas dari rumah sakit dikarenakan keterbatasannya dana pemerintah, akibatnya, banyak penderita disabilitas yang belum/cukup siap untuk kembali ke rumahnya mengalami kekagetan.Banyak kasus, para penderita disabilitas ini mendapat tanggapan negatif dari keluarga, tetangga dan lingkungan dimana individu tinggal,dalam jangka panjang, akan berakibat pada kemunduran kemampuan fungsional dan kualitas hidup penderita disabilitas ini.Berdasarkan hal tersebut,maka Program kunjungan rumah sebagai kerangka team rehabilitasi , bertujuan untuk mendorong orang dengan SCI untuk menggunakan potensi maksimum mereka dalam kehidupan sehari-hari, menyarankan modifikasi rumah dan lingkungan, dan memberikan informasi mengenai disabilitas, kepada keluarga dan tetangga. 
Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini adalah sejauh mana program kunjungan rumah berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan fungsional dan kualitas hidup orang dengan cidera Spinal cord di Thailand.

Tujuan
Tujuan utama dari studi ini adalah menyelidiki penngaruh program kunjungan rumah, yang diadakan oleh therapist vokasional,pada kemampuan fungsional dan kualitas hidup kelompok ini (SCI).
Landasan Teori
-   Orang dengan cedera spinal cord penting untuk diberikan sebuah mekanisme yang sesuai dan pelayanan dari professional kesehatan untuk berperan serta, untuk meyakinkan sebuah perpindahan (transisi) yang mulus dari rumah sakit ke rumah (Clark M;Steinberg M;&Bischoff N 1997 )
-   Peningkatan  jumlah orang dengan cedera Spinal Cord (SCI) di negara ini (Thailand), termasuk bagian dari masalah ini (Pajareya K 2000)

Variabel Dependent
Functional abilities and Quality of life
Variabel Independent
Home visit programme
Hipotesis
Adanya pengaruh yang signifikan dari penggunaan program kunjungan rumah terhadap kemampuan fungsional dan kualitas hidup orang dengan cidera spinal cord.
Metode Penelitian yang Digunakan
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen lapangan, partisipan didaftarkan dengan random sampling dari orang dengan SCI, pada tiga rumah sakit utama di provinsi Chiang Mai,Thailand, dari November 2004 hingga mei 2005. Para partisipan ini dibagi secara merata dalam dua kelompok yang terdiri atas 30 orang. Kelompok yang satu adalah kelompok eksperimen yang menerima program kunjungan rumah, dan kelompok lainnya adalah kelompok kontrol, yang tidak menerima program kunjungan rumah.
Prosedur
Kunjungan rumah adalah program intervensi yang penelitian hadirkan, yang dilakukan oleh para terapis okupasinal dalam 7 hari setelah partisipan meninggalkan rumah sakit.Hanya kelompok eksperimen yang menerima program kunjungan rumah. Informasi diberikan kepada partisipan dan anggota keluarga mereka ketika kunjungan rumah di rumah dan modifikasi lingkungan,penggunaan alat Bantu,teknik-teknik perawatan-diri, partisipasi komunitas, dan penjelasan terhadap keluarga-keluarga dan tetangga-tetangga tentang kemampuan Individu dengan SCI.
Instrumen
-   Blangko pengukuran kemampuan fungsional.tes ini dikembangkan oleh Chinchai,Chinchai, dan Bunyamark (3), yang bekerja pada departemen terapi pekerjaan/vokasional, universitas Chiang Mai, Thailand. Realibilitas instrument diuji dengan Cronbach’s alpha coefficient adalah 96. Kemampuan fungsional diukur dalam enam wilayah,dasar mobilitas , kepedulian-diri, control bowel dan bladder, transferring,daya penggerak (locomotion) dan komunikasi. Terdapat 7 level pengukuran.Skor berkisar dari 1, yang menggambarkan keterikatan,hingga 7,yang berarti total kebebasan.skor yang mungkin pada instrument ini adalah 17-119. 
-   Tes ringkas kualitas Hidup WHO (versi Thailand). Instrumen ini dimodifikasi dari indeks kualitas hidup WHO oleh Mahatnirunkul,tantipiwatanasakul,poompaisanchai,wongsuwan, dan pornmanarunsan. kuesioner terdiri atas empat aspek kualitas hidup: 1) domain fisik, yang berfokus pada persepsi kondisi fisik yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari; 2) Domain Psikologis,yang menekankan persepsi pikiran, dan perasaan-perasaan yang mempengarui pencapaian personal;3) Hubungan sosial, yang mengarah kepada persepsi hubungan inter dan intra termasuk hubungan seksual;dan 4) Domain lingkungan, yang berarti persepsi terhadap penghalang-penghalang dari lingkungan yang mempengaruhi kemampuan personal. Realibilitas Instrumen diuji dengan Cronbach’s alpha coefficient adalah .8460 dan validitasnya adalah .6515.skor berkisar dari 1,yang menghadirkan “tidak semua”, hingga 5, yang menunjukkan “banyaknya waktu” skor yang mungkin adalah 26-130. terdapat tiga tingkatan kualitas hidup; kurang (skor 26-60); sedang (skor 61-95); dan baik (skor 96-130). 
Hasil
Tujuan utama dari penelitian ini adalah menyelidiki pengaruh program kunjungan rumah terhadap kemampuan fungsional dan kualitas hidup.
Studi 1:
Individu dengan Cidera spinal cord (SCI), yang menerima program kunjungan rumah pada waktu pemulangan, dapat mempertahankan kemampuan mereka dalam pencapaian aktivitas-aktivitas kehidupan sehari-hari pada 2 dan 6 bulan setelah pemulangan.Hal ini sangat berbeda/kontras dengan kelompok Kontrol, yang tidak menerima kunjungan rumah dan menunjukkan sebuah kemunduran pada kemampuan fungsional mereka dari waktu pemulangan hingga 2 dan 6 bulan setelah pemulangan .Hasil ini menunjukkan bahwa kunjungan rumah untuk orang dengan disabilitas seperti cidera spinal cord (SCI), memberikan keuntungan –keuntungan sebelum atau pada saat pemulangan, dan dapat meningkatkan pemeliharaan dan mengenalkan kemampuan fungsional mereka
Studi 2 :
Kualitas hidup tidak berbeda antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada  saat pemulangan dan pada 2 dan 6 bulan setelah pemulangan

Kritik
-         Perbedaan tidak signifikan dari kualitas hidup antara kelompok perlakuan dan kelompok control sangat terkait dengan ancaman terhadap validitas internal.
-         Pada penelitian eksperimen lapangan (field setting experiment) seperti ini.memiliki kelemahan yakni, kesulitan dalam mengontrol Variabel luar (extraneous Variable).


Semoga bermanfaat, jangan pernah berhenti mambaca dan menulis. #Go AHead