Friday, April 11, 2014

LAPORAN OBSERVASI



ANALISIS MANAJEMEN USAHA DAGANG IKAN PINDANG DI PASAR BARU MERJOSARI LOWOKWARU KOTA MALANG


LAPORAN OBSERVASI
UNTUK MEMENUHI NILAI UJIAN TENGAH SEMESTER
MANAJEMEN AGRIBISNIS PERIKANAN
Yang diampu oleh Bapak Dr. Ir. ANTHON EFANI, MP


Oleh:

NAMA            :           ALI  AHSAN        
KELAS           :           A1









UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERIKANAN
APRIL
2014



KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.

Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Agribisnis Perikanan (MAP). Laporan ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, diantaranya:
  1. Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya.
  2. Orang tua yang telah memberikan dorongan baik moral maupun materiil
  3. Keluarga besar KOMPI UB.
  4. Keluarga besar HIMASEKA FPIK UB
  5. Keluarga besar KOMPAK UB
  6. Keluarga besar Nawak Adventure
  7. Keluarga besar Malang Selatan Rescue
  8. Keluarga besar PMI Kota Malang
  9. Keluarga besar WALHI JATIM
  10. Teman-teman semua yang telah membantu
  11. Bapak Turmudi dkk
  12. Pukat.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mohon saran dan kritikan yang membangun, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi Universitas Brawijaya umunya dan Fakultas Perikanan Khususnya. Penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dan kekurangan, terimakasih.
Malang, 01 April 2014
 




BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
            Indonesia memiliki kekayaan alam laut yang banyak dan beraneka ragam. Luas perairan laut Indonesia di perkirakan sebesar 5,8 juta km persegi, panjang garis pantai 81.000 km, dan gugusan pulau-pulau sebanyak 17.508 tentu saja berpotensi untuk menghasilkan hasil laut yang jumlahnya cukup besar, yaitu 6,26 juta ton per tahun. Potensi produksi perikanan Indonesia tersebut tergolong cukup besar. Pada tahun 2003 saja, produksi ikan Indonesia mencapai 5,948 juta ton yan menempati posisi keenam setelah Cina, Peru, India, Jepang dan Amerika Serikat.
            Seiring dengan pertumbuhan populasi dunia, konsumsi ikan pun meningkat dari tahun ke tahun. Konsumsi ikan per kapita secara nasional menunjukan kenaikan sebesar 4,61% pada kurun waktu 2002-2003. Mengonsumsi produk perikanan, baik perikanan budidaya maupun perikanan tangkap, sangat bermanfaat untuk kesehatan karena kandungan gizi proteinya tinggi.
            Usaha perikanan hendaknya dikelola secara professional, bukan hanya sebuah usaha sampingan sebatas pemenuhan kebutuhan hidup atau tidak mengacu pada pencapaian target keuntungan (profit oriented). Untuk mencapai target keuntungan, usaha perikanan dijalankan seperti halnya sebuah perusahaan dengan kemampuan manajemen yang baik.
            Pasar Baru Merjosari Malang menjual berbagai jenis ikan, dari yang segar sampai ke olahan. Hal ini menandakan konsumsi warga malang yang secara topografi berada di lereng gunung banyak mengincar produk-produk perikanan untuk mencukupi asupan gizinya. Produk perikanan yang di jualdi pasar merjosari malang beraneka ragam, mulai dari: Baung, Bawal air tawar, gurami, ikan mas, lele, mujair, nila, patin, udang, ikan asin, terasi, tempong dll. Dari beberapa jenis produk perikanan yang dijual di pasar merjosari, ikan pindang menduduki peringakat pertama yang diminati oleh para konsumen.


BAB II
METODE

A. Lokasi / Populasi
            Pasar Merjosari berada ditengah kota Malang, tepatnya di kelurahan Merjosari kecamatan Lowokwaru. Pasar baru merjosari baru di resmikan pada pertengahan ahun 2012, awalnya pasar berlokasi di jalan MT.  HARYONO bersebelahan dengan rumah sakit unisma malang, akan tetapi dipindahkan karena lokasi pasar yang lama di gubah menjadi Mall.
            Sebelah barat pasar baru merjosari malang adalah lapangan merjosari, sebelah timur kampus UIN MALIKI Malang, sebelah utara jalan raya dan sebelah utara adalah jalan joyosuko.
            Pedagang yang saya observasi adalah bapak Turmudi, betempat tinggal di sendang biru, kabupaten Malang.
B. Metode Pengumpulan Data
·         Survey
·         Catatan lapangan
·         Wawancara


BAB III
LAPORAN

Observasi yang saya lakukan secara detil melihat alur usaha dan kegiatan kerja dari bidang usaha dagang ikan pindang ini, mulai dari kegiatan produksi sampai ke proses pemasaranya.
Pada usaha dagang ikan pindang semua lingkup dari produksi hingga distribusi di kuasai penuh oleh orang yang memang telah ahli di bidangnya, Pak Turmudi mempunyai fungsi sebagai pemasar sekaligus pendistribusi dan pengatur keuangan dalam bidang usaha tersebut.
1.      Harga
Ikan pindang yang dijual oleh Turmudi terdiri dari dua jenis ikan, Tongkol dan layur. Jenis harga per jenis ikan  berbeda, ikan pindang tidak dijual persatuan, tetapi perpack. Satu pack berisi antara tiga sampai lima ikan pindang, dimana satu pack ikan pindang jenis tongkol dibandrol dengan harha Rp. 6.000; sedankan untuk pindang jenis layur di jual dengan harha Rp. 4.000-5.000.

2.      Jumlah Tenaga Kerja
Bidang usaha yang cukup efisien ini tidak memiliki jumlah pekerja yang cukup banyak, namun Turmudi memiliki pekerja yang ahli dibidang masing-masing. Dimana pembagiannya sebagai berikut:
ü  Bagian proses produksi dan bahan baku 4 orang
ü  Bagian pembuatan badeng dan packing ikan pindang 3 orang
Sehingga total pekerja pada usaha pindang milik Turmudi hanya memerlukan delapan orag termasuk dirinya, turmudi selain pemilik usaha juga berperan sebagai penjual, sehingga menekan biaya produksi lebih efisien.


1.      Proses produksi ikan pindang
·         Bahan Baku dan Alat
ü  Ikan Layur dan Tongkol
ü  Air
ü  Garam
ü  Pengaduk
ü  Drum
ü  Tali tampar
ü  Kayu bakar
ü  Bahan bakar minyak
·         Proses pembuatan
Secara garis besar, pembuatan ikan pindang adalah sebagai berikut: Ikan yang telah disusun dalam badeng dimasukan ke bak perebusan/drum yang berisi garam mendidih dan direbus kurang lebih dua jam. Setelah itu ikan di angkat dan di tiriskan.

2.      Aspek teknis-ekonomis
Berdasarkan hasil observasi, ada aspek teknis-ekonomis yang tak kalah penting diantaranya:
ü  Biaya transportasi
Biaya ini menyangkut transportasi, baik itu dari lokasi usaha dengan tempat penyedia bahan baku, tempat produksi dan tempat pemasaran.
ü  Sarana jalan
Sarana jalan tidak kalah penting. Bila aspek ini tidak diperhatikan, terkadang dapat menaikan biaya pemasaran atau biaya pengangkut-an sehingga akan terjadi penambahan biaya operasional. Tidak jarang Turmudi harus menanggung biaya yang buncit di karenakan sarana jalan di sendang biru banyak yang berlubang.


ü  Sarana listrik dan irigasi
Listrik sangat diperlukan dalam menjalakan usaha Turmudi. Selain untuk sarana penerangan, listrik diperlukan untuk menjalankan sarana elektronik lain, seperti pompa dan blower. Semenara sarana irigasi mutlak di perlukan, mengingat lokasi tipe usaha Turmudi banyak menggunakan air, terutama pada saat perebusan dan penuncian ikan.
ü  Aspek iklim
Aspek iklim mempengaruhi keberhasilan usaha perikanan. Umumnya bisnis perikanan tergantung dengan faktor alam, dalam usaha Turmudi, curah hujan yang tinggi dapat membuat kualitas ikan pindang-nya rusak pada saat pengangkutan ke pasar.
ü  Aspek agronomis
Cakupan aspek agronomis antara lain topografi, lokasi, jenis tanah, dan kondisi tanah, serta jenis perairan yang berada di lokasi usaha.

3.      Pengendalian produksi perikanan
Pengusaha yang terjun kedalam dunia perikanan wajib untuk mengetahui sifat komoditas ikan. Hal ini sangat bermanfaat bagi pengusaha agar nantinya tidak banyak menemui kesulitan dan tidak menderita kerugian. Sifat-sifat komoditas perikanan pindang yang digeluti Turmudi antara lain.

ü  Musim
Bahan baku ikan pindang yang biasa digunakan Turmudi adalah Tongkol dan layur, jika kedua bahan baku ini sulit di dapat karena cuaca buruk, Turmudi biasa membeli bahan baku di pedagang besar yang mempunyai Coll Storage, hal ini juga berpengaruh pada biaya produksi.
ü  Jarak lkasi usaha ke konsumen
Jara lokasi usaha dari konsumen sangat mempengaruhi harga, turmudi memilih pasar baru merjosari karena jarak yang di tempuh cukup efisien. Setelah subuh Turmudi harus sudah pergi ke pasar agar tidak telat.
ü  Tekstur tubuh ikan pindang
Ikan pindang adalah produk olahan perikanan, hasil rebusan membuat tekstur tubuhnya menjadi kuat. Proses packing juga mempengaruhi kondisi ikan pindang milik Turmudi ini.
ü  Perputaran modal cepat
Turmudi jarang yang namanya mengalami kerugian besar, hal ini karena ketekunanya yang datang di pasar sebelum jam enam pagi, selain itu di pasar merjosari Turmudi memang memonopoli pasar.

4.      Pengangkutan
Pengangkutan merupakan fungsi pertama yang harus diperhatikan. Biasanya, Turmudi menggunakan mobil kap terbuka miliknya untuk di gunakan mengangkut ikan-ikan daganganya ke pasar baru merjosari malang.



5.      Penyimpanan
Ada kalanya ikan tidak dapat langsung dipasarkan oleh Turmudi, entah karena menunggu tirisnya ikan pindang atau tak laku habis. Turmudi biasa menyimpan di almari tempat proses produksinya, sebelum di jual kembali dia akan merebusnya kembali agar Nampak segar untuk menjaga harganya supaya tidak jatuh, akan tetapi konsumen di pasar baru merjosari kebanyakan pintar memilih pindang yang kualitasya masih bagus sehingga memaksa Turmudi harus menurunkan harganya.



1.      Alur distribusi
istribusi ikan pindang milik Turmudi memakai model penyaluran langsung. Produsen ke Konsumen.



1.      Sasaran pemasaran
Konsumen yang dituju Turmudi tentunya adalah masyarakat sekitar kelurahan Merjosari Malang. Stock pindang yang dibawa Turmudi per-harinya sekitar 100 - 250 badeng mengingat banyaknya permintaan.



1.      Persaingan
Persaingan merupakan suatu hal yang wajar dalam bidang usaha. Turmudi adalah satu-satunya pedagang ikan pindang di pasar baru merjosari malang, hal ini membuat Turmudi tidak mempunyai saingan.



1.      Strategi pemasaran
Maksud dari strategi pemasaran adalah suatu tindakan penyesuaian sebagai reaksi terhdap situasi pasar dengan berdasarkan pertimbangan yang wajar. Tinakan-tindakan yang di ambil tersebut merupakan pendekatan terhadap berbagai factor, baik dari luar maupun dalam. Factor luar berdasarkan konsumen yang dituju. Sementara factor dalam berdasarkan produksi yang dihasilkan.
Turmudi menanggapi faktor dalam dengan mengupayakan bahan baku dan proses produksi tetap berjalan secara optimal. Sedangkan untuk faktor luar, Turmudi berusaha untuk dating melebihi jam pasar (kisaran jam 6-10 pagi) dan menyediakan stock khusus untuk para langgananya yang rata-rata berprofesi ibu runah tangga dan pedagang warung.

112. Analisis usaha
·         Biaya investasi (Modal Awal)
a.
Lahan
Rp. .10.000.000.
b.
Ikan
Rp. 5.000.000
c.
Peralatan


-Timbangan
Rp. 90.000

-Drum
Rp. 1. 500.000

-Bambu
Rp. 200.000

-Kayu Bakar
Rp. 1.000.000

-Minyak Gas
Rp. 1.500.000

-Tali Tampar
Rp. 50.000
d.
Bahan


Garam
Rp. 500.000

Air
Rp. 100.000
e.
Kendaraan


-Mobil 1 Buah
Rp. 110. 000.000

-Motor 1 Buah
Rp.  12. 500.000
f.
Handphone
Rp. 150.000

Total investasi
Rp. 142.590.000

 13. Biaya Tetap
a.
Biaya pemeliharaan per tahun
Rp. 2.000.000
b.
Gaji pegawai (7 orang) per bulan
Rp. 3.150.000
c.
Peralatan lain-lain
Rp. 200.000
d.
Pulsa handphone/bulan
Rp. 250.000
e.
Listrik
Rp. 80.000
f.
Transpotasi (Bensin dan Servis)


-Mobil (kisaran Rp. 1.500.000/Bulan)


-Motor (Kisaran Rp. 200.000/Bulan )


Total Biaya Tetap
Rp. 5.380.000
     


















        
314. Biaya variable
a.
Stock ikan/bulan rata-rata 500 Kg
Rp. 3.000.000
b.
Garam/bulan ratarata
Rp. 150.000
c.
Minyak gas/Bulan Rata-rata
Rp. 250.000
d.
Kayu bakar
Rp. 200.000

Total Biaya Variabel
Rp. 3.600.000
 

115 .Total Biaya Produksi (Modal Usaha)
(Biaya Tetap + Biaya Variabel)= Rp. 5.380.000 + Rp. 3.600.000
Rp. 8.980.000

216. Penerimaan
Per Pack IKan Pindang Rp. 7.000
Stock ikan 500 Kg menjadi 1.700 Badeng
(Rp. 7.000 x 1.700 Badeng = 119.000.000)


  17. Keuntungan
Keuntungan = Penerimaan – Total Biaya Produksi
 = Rp. 119.000.000 - Rp. 8.980.000
 = Rp. 110.020.000

218.  Kelayakan Investasi
2.1      Break Event Point
Merupakan perbandingan antara nilai hasil penjualan produksi dengan biaya produksi. Nilai yang diperoleh merupakan titik impas sebuah usaha dan menggambarkan kondisi usaha tidak mengalami keuntungan maupun kerugian.
BEP produksi = Total Biaya = Rp. 8.980.000 = 1283 Pack
                          Harga Jual = Rp. 7.000/Pack



BEP Harga = Total Biaya         = Rp. 8.980.000 = Rp. 17.960
                     Total Produksi    = 500 Kg

Dari perhitungan tersebut menunjukan bahwa titik impas usaha budidaya ikan pindang dicapai pada jumlah produksi sebanyak 1.283 Pack atau harga jual Rp. 17.960
2.2      Return of Investment (ROI)
Return of investment merupakan nilai keuntungan yang diperole pengusaha dari setiap jumlah uang yang diinvestasikan dalam periode waktu tertentu. Pengusaha perlu membuat perhitungan ROI karena sangat bermanfaat, yait pengusaha dapat mengukur tingkat kemampuan usaha dalam mengembalikan modal yang telah ditanamnya. Dengan demikian, analisis ROI dapat digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaaan modal dalam perusahaan tersebut.

ROI =  Rp. 110.020.000 (Laba Usaha) x 100 % = 12,2%
           Rp. 8.980.000 (Modal Usaha)

ROI sebesar 12,2% menunjukan bahwa setiap Rp. 100 modal yang ditanam pedagang akan menghasilkan keuntungan sebesar 12,2%.

2.3      Return cost ratio (R/C)
Perhitungan ini lebih ditekankan pada kriteria-kriteria investasi yang pengukuraya diarahkan pada usaha untuk memperbandingkan, mengukur, serta menghitung tingkat penerimaan usaha perikanan. Dengan R/C ini bisa dilihat kelayakan usaha perikanan. Bila nilainya lebih dari 1 berarti usaha tersebut layak untuk dilaksanakan. Semakin kecil rasionya, semakin besar kemungkinan perusahaan menderita kerugian.
R/C = Total Penerimaan = Rp. 119.000.000                          = 13, 25
          Total Biaya               Rp. 8.980.000

Nilai R/C rasio sebesar 13,25 menunjukan bahwa setiap penambahan biaya sebesar Rp. 1.000 maka akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp. 13.250. dengan demikian, pada usaha dagang ikan pindang ini layak di usahakan.
 

 
KESIMPULAN

            Meskipun Industri Pengolahan Pindang Masih Bersifat Tradisional, Namun Prospek Pengembanganya cukup menjanjikan. Dapat dilihat dari usaha Turmudi ini, dengan modal yang tak cukup besar dapat kembali secara cepat hanya pada satu bulan, tentunya hal ini disertai dengan aspek manajemen dan pemasaran yang optimal pula.

Semoga bermanfaat, Budayakan Membaca dan Menulis.

       #Go AHead Indonesia
       #Yang Penting Bagiku Adalah Dialoq
       Behind The Gun: @aliahsanID


Monday, April 7, 2014

AGAR TAK JENUH MEMBACA



AGAR TAK JENUH MEMBACA

Buku menawarkan berbagai macam informasi dari berbagai macam disiplin ilmu, buku dapat membuat candu bagi kita untuk terus bergaul denganya, berdialog membicarakan karya-karya yang positif maupun yang kontroversial. Akan tetapi dialog searah tersebut akan tetap berlanjut selama kita masih semangat dalam membaca, tak jenuh. Karena hal ini akan membuat kita terus bersetubuh dengan karya-karya serta berdialog langsung dengan penulis-penulis hebat lewat karyanya. 

            Tingkat pemahaman yang sulit terhadap buku biasa membuat pembaca jenuh untuk melanjutkan isi dari bacaan buku tersebut, parahnya malah dapat membuat malas untuk membaca dalam kurun waktu yang lama. Hal ini biasa saya temukan dalam membaca karangan dalam negeri, banyak buku yang terlalu bertele-tele dalam menyampaikan isinya, judul yang melenceng jauh dari isinya dan banyak pembahasan yang diulang serta betele-tele di dalam setiap bab yang di sampaikan. Hal ini sering saya sesalkan, akan tetapi di sisi lain hal ini juga memberikan nilai positif karena dari buku yang bertele-tele tersebut kita dapat mempelajari teknik membaca cepat seperti yang saya sampaikan dalam artikel saya sebelumnya (Teknik Membaca).

            Dalam membaca, agar kita tak cepat bosan maka harus di iringi pula dengan menulis resensinya atau berdiam sejenak agar apa yang telah kita baca teredupsi oleh akal pemikiran kita. Hal ini sangat bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain, pertama, kita tidak lupa dengan buku apa yang telah kita baca, kedua, orang lain dapat merasakan manfaat dari hasil tulisan/resensi kita.

            Bila hal di atas tak mengubah anda dari jenuh membaca, maka yang di perlukan adalah mencoba menganalisis diri anda sendiri, jika anda senang membaca novel, maka dikala mulai jenuh rubah dengan membaca bacaan filsafat (Bacaan Berat), hal ini dilakukan sebaliknya, begitupun jikalau anda senang membaca jurnal maka sesekali cobalah untuk membaca buku-buku sastra. Pointnya jangan monoton dalam membaca, cobalah baca beberapa genre buku agar pemahan yang masuk beraneka ragam meskipun tak optimal. Akan tetapi cara yang biasa ampuh di lakukan adalah dengan membaca sambil mendegarkan music, atau di kala jenuh membaca anda harus sesegera mungkin refreshing.

            Cara terakhir, jika waktu refreshing yang cukup lama tetap membuat kita jenuh untuk membaca maka solusi yang tepat adalah jangan menjauhi buku, paksa diri kawan-kawan untuk jalan-jalan di toko buku sambil melihat buku-buku terbaru yang mungkin anda senangi. Hal ini adalah teknik psikis, biasa di lakukan oleh psikiater untuk orang-orang yang trauma berat.

Sekian beberapa pendapat dari saya semoga bermanfaat, jangan lupa untuk mempraktekanya agar pemahaman yang sudah ada makin lama makin padat dan bulat, agar tercapailah suatu gambaran diri yang konsisten.

Jika ada yang kurang tepat mari kita diskusikan, bukan hanya mencari kesalahan hanya untuk eksistensi diri semata. Salam hangat dari saya, Budayakan Membaca dan Menulis.
#Go AHead Indonesia
#Yang Penting Bagiku Adalah Dialoq

Behind The Gun: @aliahsanID


Thursday, April 3, 2014

MAKALAH PELANGGARAN DALAM HUKUM DAN PERATURAN PERIKANAN




MAKALAH
PELANGGARAN DALAM HUKUM DAN PERATURAN PERIKANAN



Oleh :




FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011


1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara kepulauan .Indonesia memiliki laut yang luas yaitu lebih kurang 5,6 juta km 2 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, dengan berbagai potensi sumberdaya, terutama perikanan laut yang cukup besar. 

Kondisi perikanan dunia saat ini tidak dapat lagi dikatakan masih berlimpah. Tanpa adanya konsep pengelolaan yang berbasis lingkungan, dikhawatirkan sumber daya yang sangat potensial ini-sebagai sumber protein yang sehat dan murah-bisa terancam kelestariannya. Kondisi ini tidak terlepas dari semakin terancamnya kehidupan biota biota dan lingkungan perairannya. Dengan demikian, sangat diperlukan upya untuk mengelola sumberdaya perairan secara bijak dan konsisten untuk menjaga kelestariannya. Hal ini terutama dalam menjaga keseimbangan antara biota dan abiota. Menurut Sujiran (1984) yang menyatakan bahwa pentingnya menjaga keseimbangan karena organisme perairan cenderung membutuhkan yang layak, organisme ini juga sangat terpengaruh dengan perubahan kondisi lingkungan. Perubahan kondisi lingkungan ini yang meliputi temperatur air, salinitas atau kadar garam, PH, transparansi, gerakan air, kedalaman, topografi dasar perairan, kandungan dasar perairan, kandungan oksigen, kandungan nutrisi perairan dsb. Ikan-ikan juga cenderung bergerombol dalam jumlah yang sesuai dengan kondisi lingkungan dengan segala perubahannya (Subijakto,2010).

Kegiatan penangkapan ikan di wilayah perairan Indonesia sudah mendekati kondisi yang kritis. Tekanan penangkapan yang meningkat dari hari ke hari semakin mempercepat penurunan stok sumberdaya ikan. Tingginya tekanan penangkapan khususnya di pesisir pantai telah menyebabkan menurunnya stok sumber daya ikan dan meningkatnya kompetisi antar alat penangkapan ikan yang tidak jarang menimbulkan konflik diantara nelayan. Sebagai akibat dari menurunnya pendapatan, nelayan melakukan berbagai macam inovasi dan modifikasi alat penangkapan ikan untuk menutupi biaya operasi penangkapannya. Pelanggaran penggunaan alat tangkap dan metoda penangkapan ikan bukan berita baru lagi dalam kegiatan penangkapan ikan. Salah satunya adalah pelanggaran penggunaan trawl (pukat harimau) secara illegal di beberapa wilayah peraiaran. 

Pemerintah (dalam hal ini DKP) sebenarnya tidak menutup mata atas semua kejadian pelanggaran itu. Penegakan hukum terhadap pelanggar memang sudah dilakukan. Namun, kesulitan mengontrol seluruh aktivitas nelayan khususnya di daerah terpencil dan perbatasan telah mendorong meningkatnya pelanggaran penangkapan ikan (illegal fishing).

2.2 Tujuan
  1. Melalui makalah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat luas pada umumnya  mengenai sumberdaya perikanan sehingga masyarakat dapat ikut secara bersama sama menjaga kedaulatan indonesia.
  2. Memberikan gambaran tentang pentingnya sumberdaya perikanan
  3. Untuk memberikan solusi terhadap permasalan pelanggaran dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan Indonesia

2. Pembahasan
2.1 Perikanan
Perikanan adalah kegiatan manusia yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hayati perairan. Sumberdaya hayati perairan tidak dibatasi secara tegas dan pada umumnya mencakup ikan, amfibi dan berbagai avertebrata penghuni perairan dan wilayah yang berdekatan, serta lingkungannya. Di Indonesia, menurut UU RI no. 9/1985 dan UU RI no. 31/2004, kegiatan yang termasuk dalam perikanan dimulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Dengan demikian, perikanan dapat dianggap merupakan usaha agribisnis.

2.2 Sumberdaya Perikanan
Dunia telah mengakui, bahwa indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, dimana terdiri dari 17.508 pulau, dengan garis pantai sekitar 81.000 km. Indonesia memiliki luas wilayah lautan sekitar 5,8 juta km2 atau sekitar 70% dari luas total teritorial Indonesia. Dengan potensi fisik ini, tentunya kita harus berbangga atas potensi ini, serta mampu mengelolanya dengan baik. Sayangnya, dengan potensi yang cukup besar ini, kita (bangsa indonesia) belum mampu menunjukan kerdiriannya sebagai bangsa bahari. Indikasinya sangat jelas, sampai hari ini masyarakat kita yang berprofesi sebagai nelayan masih hidup di bawah garis kemiskinan. Harusnya dengan potensi kekayaan bahari tersebut, sudah mampu membuat bangsa ini sejahtera. Ini merupakan bukti kegagalan pemerintah kita dalam penegelolaan sektor kelautan dan perikanan. Sekaligus mengindikasikan perhatian pemerintah terhadap sektor ini masih dipandang sebelah mata. 

Laut kita memiliki karakteristik yang sangat spesifik Dikatakan spesifik, karena memiliki keaneragaman biota laut (ikan dan vegetasi laut) dan potensi lainnya seperti kandungan bahan mineral. Dalam definisi undang-undang no 31 tahun 2004 tentang perikanan, dikatakan bahwa ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebahagian hidupnya berada dalam lingkungan perairan. Sumber daya perikanan, merupakan hasil kekayaan laut yang memiliki potensi besar untuk menambah devisa negara. Menurut Rohmin Dahuri, bahwa potensi pembangunan pesisir dan lautan kita terbagi dalam tiga kelompok yaitu: (1) sumber daya dapat pulih (renewable recorces), (2) sumber daya tak dapat pulih (non-renewable recorces) dalam hal ini mineral dan bahan tambang, (3) jasa-jasa lingkungan (Environmental service). Sayangnya ketiga potensi ini belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu, akan menarik kiranya bila kita membeberkan ketiga kelompok potensi kelautan kita.

Sumberdaya dapat pulih terdiri dari ikan dan vegetasi lainnya. Namun yang menjadi primadona kita selama ini adalah pada sebatas ikan konsumsi seperti ikan pelagis, ikan demersal, ikan karang, udang dan cumi-cumi. Sedangkan untuk vegetasinya adalah terumbu karang, padang lamun, rumput laut, dan hutan mangrove. Sumber daya perikanan laut sebagai sumber daya yang dapat pulih sering kita salah tafsirkan sebagai sumber daya yang dapat eksploitasi secara terus menerus tanpa batas. Dalam data Ditjen Perikanan, (1995), Potensi sumber daya perikanan laut di indonesia terdiri dari sumber daya perikanan pelagis besar dengan potensi produksi sebesar 451.830 ton/tahun dan pelagis kecil sebesar 2.423.000 ton/tahun sedangkan sumberdaya perikanan demersal memiliki potensi produksi sebesar 3.163.630 ton/tahun, udang sebesar 100.728 ton/tahun, ikan karangdengan potensi produksi sebesar 80.082 ton/tahun dan cumi-cumi sebesar 328.968 ton/tahun. Dengan demikian potensi lestari sumber daya perikanan laut dengan tingkat pemanfaatan baru sekitar 48%. 

Sementara itu, potensi vegetasi biota laut juga sangat besar. Salah satunya adalah terumbu karang. Dimana terumbu karang ini memilki fungsi yang sangat startegis bagi kelangsungan hidup ekosistem laut yakni fungsi ekologis yaitu sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik, tempat pemijahan, tempat bermain dan asuhan berbagai biota. Terumbu karang juga menghasilkan produk yang memiliki nilai ekonomis penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang dan kerang mutiara Data Ditjen Perikanan tahun 1991 menunjukan, potensi lestari sumber daya ikan pada terumbu karang di perairan indonesia diperkirakan sebesar 80.802 ton/km2/tahun, dengan luas total terumbu karang 50.000 km2. Vegetasi lainnya adalah rumput laut. Rumput laut memiliki potensi lahan untuk budidaya sekitar 26.700 ha dengan kemampuan potensi produksi sebesar 482.400 ton/tahun (Ditjen Perikanan, 1991).

Disamping potensi sumber daya dapat pulih (renewable recources), wilayah pesisir dan laut kita juga memiliki potensi sumber daya tak terbaharukan (non-renewable recources). Potensi ini meliputi mineral dan bahan tambang diantaranya berupa minyak, gas, batu bara, emas, timah, nikel, bauksit dan juga granit, kapur dan pasir. Potensi lain yang tidak kalah pentingnya lagi adalah kawasan pesisir dan laut kita sangat potensial untuk pengelolaan jasa lingkungan (environmental service).yang dimaksud dengan jasa lingkungan adalah pemanfaatan kawasan pesisir dan lautan sebagai sarana rekreasi dan pariwisata, media transportasi dan komunikasi, sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan, kawasan perlindungan dan sistem penunjang kehidupan serta fungsi ekologis lainnya. 

Potensi lain yang juga belum tergarap adalah pemanfaatan wilayah pesisir dan laut sebagai penghasil daya energi, belum dimanfaatkan secara optimal. Padahal wilayah pesisir dan lautan merupakan salah satu sumber energi alternatif yang sangat ramah lingkungan. Sumber energi yang dapat dimanfaatkan antara lain berupa; arus pasang surut,, gelombang, perbedaan salinitas, angin, dan pemanfaatan perbedaan suhu air laut di lapisan permukaan dan lapisan dalam perairan atau yang kita kenal dengan OTEC (Ocean Thermal Energy Convertion).

Gambaran potensi wilayah laut dan pesisir kita tersebut hanyalah sebahagian kecil yang dimanfaat secara optimal. Tentunya masih banyak potensi lain yang dapat dikembangkan guna kemakmuran rakyat. Namun sangat disayangkan potensi sumber daya pesisir dan lautan belum bisa mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat khususnya nelayan. Hal yang terjadi justru sebaliknya, ditengah kebanggaan kita sebagai bangsa bahari, justru nelayan kitalah yang paling termarjinalkan. Suatu fenomena yang kontras. Rohmin Dahuri pernah mengatakan, seandainya saja potensi wilayah pesisir dan laut dikelola secara baik maka hasilnya akan mampu membayar utang luar negeri kita yang sampai hari ini belum bisa terbayarkan. Namun apa boleh buat, model pengelolaan wilayah pesisir dan laut selama ini sangat berorientasi pada aspek eksploitasi. Hal ini terlihat jelas selama pemerintahan orde baru. Kegiatan pengelolaan wilayah pesisir dan laut hanya sebatas untuk pemenuhan pundi uang bagi negara. Sementara pengelolaan secara terpadu dan berkelanjutan belum sepenuhnya dilakukan. Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan bisa jadi suatu saat nanti akan menjadi penyedia primer bahan pangan. Tidak berlebihan kiranya, mengingat jumlah penduduk yang meningkat tiap tahunnya serta semakin kurangnya lahan pertanian akibat adanya aktivitas pembangunan perumahan dan jalan. Dengan demikian mau tidak mau, suka tidak suka potensi sumberdaya wilayah pesisir dan lautan akan menjadi kiblat ekonomi indonesia masa depan. Jika potensi kekayaan ini dibiarkan merana tidak dikelola dengan baik, maka indonesia sebagai negara bahari bisa jadi hanya tinggal nama (Abidin, 2006).

2.3 Pelanggaran dalam hukum dan peraturan perikanan
Sudah bukan rahasia umum lagi, kalau fenomena pencurian ikan (ilegal fishing) di perairan Indonesia menjadi sangat marak. Kegiatan penangkapan ikan secara ilegal oleh kapal berbendera asing di perairan indonesia, bukan terjadi beberapa tahun terakhir ini saja. Akan tetapi kegiatan ini sudah berlangsung sejak puluhan tahun. Kapal berbendera asing tersebut menyamar sebagai kapal nelayan indonesia, ada juga yang menggunakan surat ijin penangkapan palsu. Harus kita akui juga, bahwa kebijakan kelautan kita yang masih longgar, sehingga memungkinkan kapal-kapal asing untuk masuk menjarah hasil laut kita. Menurut Sudarmin (Fajar, 10/7) bahwa banyak faktor yang teridentifikasi sebagai penyebab terjadinya illegal fishing di perairan indonesia yaitu: (1) Luasnya potensi laut yang belum terolah, (2) Peluang bisnis ikan yang menggiurkan, (3) Kelemahan penegakan hukum, (4) Mentalitas aparat, dan (5) Hambatan dari faktor perundang-undangan. Ekonom senior Kwik Kian Gie (Kompas, 26/3/2005) mengatakan bahwa kerugian negara akibat pencurian ikan serta penambangan pasir secara ilegal selama ini yakni sebesar Rp 76,5 triliun. Angka kerugian negara di sektor perikanan menempati urutan kedua setelah kerugian dari sektor pajak yang mencapai angka sebesar Rp 215 triliun. 

Maraknya pencurian ikan secara ilegal (ilegal fishing) oleh kapal asing merupakan fenomena yang kontras dan menyakitkan hati masyarakat kita. Betapa tidak kekayaan laut kita dengan seenaknya dirampas oleh nelayan asing, sementara nelayan kita tidak bisa menikmati hasil laut sendiri. Data Kompas (27/9) menyebutkan bahwa Thailand merupakan salah satu negara yang memiliki kapal penangkap ikan terbanyak yang beroperasi secara ilegal sebanyak 500 unit. Sedangkan yang legal sebanyak 306 unit. Dari hasil penagkapan itu, Thailand mampu memproduksi hasil tangkapan dengan total penangkapan sebesar 72.540 ton/tahun, meliputi 27.540 ton ditangkap secara legal, sisanya 45.000 ton merupakan hasil tangkapan secara ilegal. Hasil tangkapan tersebut dibawa langsung ke Thailand. Ironisnya lagi selama ini, indonesia sebagai pengambil kebijakan sekaligus sebagai penghasil ikan justru tidak mampu berbuat banyak. Bukan rahasia umum lagi, kalo model kerja sama seperti ini cenderung menguntungkan pihak asing. Hal ini mengingatkan kita pada model kerja sama dengan perusahan pertambangan asing (freeport, INCO dan perusahaan sejenis dengan model pengelolaan Trans National Corporate/TNC) dimana kita hanya mengandalkan atau berharap pada pajak perijinan pengoperasian saja. Demikian juga dengan sektor perikanan kita, hanya berharap pada pajak perijinan pengoperasian kapal sesuai dengan penggunaan alat tangkap saja. Dalam setahun, untuk alat tangkap jenis pukat dikenakan biaya 167 dollar AS/Gross Ton (GT), alat tangkap jenis pursen 254 dollar AS/GT dan alat tangkap gilnet sebesar 54 dollar AS/GT. Jika dilihat dari hasil transaksi perdagangan produk perikanan dunia senilai 70 miliar dollar AS/tahun, indonesia hanya mampu meraup 2,2 miliar dollar AS atau sekitar 2,8 persen. Sebaliknya Thailand mampu meraup 4 miliar dollar AS dan Cina mendapatkan porsi 25 miliar dollar AS (Kompas, 27/9). Oleh karenanya, sungguh sesuatu yang ironis jika sekiranya kita masih mengangap sebagai negara bahari, sementara hasil-hasil perikanan di bawa kabur oleh kapal asing (negara lain) (Abidin, 2006).

Seperti dijelaskan oleh Supriharyono (2000) yang menyatakan bahwa semakin menipisnya sumberdaya alam di wilayah daratan menyebabkan banyak program pembangunan yang bergeser ke wilayah pesisir dan lautan yang dinilai masih memiliki sumberdaya ber nilai ekonomis tinggi. Upaya untuk meningkatkan peran sumberdaya pesisir dan kelautan dalam memacu pertumbuhan ekonomi dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat ternyata selama ini masih dihadapkan pada beberapa kendala. Antara lain kemiskinan nelayan dan masyarakat pesisir, keterbatasan peraturan, konflik penggunaan ruang, kerusakan lingkungan.Manurut Dahuri (2001), bahwa ada beberapa faktor utama yang mengancam kelestarian sumberdaya keanekaragaman hayati laut adalah: (1) pemanfatan berlebih (over exploitation) sumberdaya hayati, (2) penggunaan teknik dan peralatan penangkap ikan yang merusak lingkungan, (3) perubahan dan degradasi fisik habitat, (4) pencemaran, (5) introduksi spesies asing, (6) konversi kawasan lindung menjadi peruntukan pembangunan lainnya, dan (7) perubahan iklim global serta bencana alam (Subijakto, 2010).

2.4 Konservasi sumberdaya ikan
Pengertian konservasi, khususnya konservasi sumberdaya ikan telah dipahami sebagai upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumber daya ikan, termasuk ekosistem, jenis, dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya ikan. Nyata bahwa konservasi bukan hanya upaya perlindungan semata, namun juga secara seimbang melestarikan dan memanfaatkan berkelanjutan sumberdaya yang ujung-ujungnya tentusaja untuk kesejahteraan masyarakat. Upaya Konservasi sumberdaya ikan dilakukan pada level ekosistem, jenis dan genetik.

Penetapan Kawasan konservasi perairan merupakan salah satu upaya konservasi ekosistem yang dapat dilakukan terhadap semua tipe ekosistem, yaitu terhadap satu atau beberapa tipe ekosistem penting untuk dikonservasi berdasarkan kriteria ekologis, sosial budaya dan ekonomis.  Kawasan Konservasi Perairan didefinisikan sebagai kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan.

Kata kunci pengelolaan kawasan konservasi perairan adalah DIKELOLA DENGAN SISTEM ZONASI dengan tujuan untuk perikanan yang berkelanjutan. Paling tidak, ada 4 (empat) pembagian zona yang dapat dikembangkan di dalam KKP, yaitu zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan dan zona lainnya. Melalui pengaturan zonasi serta perkembangan desentralisasi dalam pengelolaan kawasan konservasi, ini merupakan pemenuhan hak-hak bagi masyarakat khususnya nelayan. Kekhawatiran akan mengurangi akses nelayan yang disinyalir banyak pihak dirasakan sangat tidak mungkin. Justru hak-hak tradisional masyarakat sangat diakui dalam pengelolaan kawasan konservasi. Masyarakat diberikan ruang pemanfaatan untuk perikanan di dalam kawasan konservasi (zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan maupun zona lainnya), misalnya untuk budidaya dan penangkapan ramah lingkungan maupun pariwisata bahari dan lain sebagainya. Pola-pola seperti ini dalam konteks pemahaman konservasi terdahulu (sentralistis) hal ini belum banyak dilakukan.

Konservasi saat ini telah menjadi tuntutan dan kebutuhan yang musti dipenuhi sebagai harmonisasi atas kebutuhan ekonomi masyarakat dan keinginan untuk terus melestarikan sumberdaya yang ada bagi masa depan. Data direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut (KTNL) menyebutkan bahwa sampai bulan Mei 2009 tercatat seluas 13,5 juta hektar kawasan konservasi perairan laut di Indonesia. Jumlah ini melampaui target kawasan konservasi, sebagai komitmen pemerintah indonesia yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yaitu 10 juta hektar kawasan konservasi pada tahun 2010. Dari jumlah luasan tersebut DKP menginisiasi dan memfasilitasi + 8,1 juta hektar, sedangkan inisiasi Dephut + 5,4 juta hektar. Luasan 8,1 juta hektar tersebut terdiri dari sebuah taman nasional perairan laut sawu seluas 3,5 juta hektar dan 35 lokasi kawasan konservasi laut daerah (KKLD) yang luasnya mencapai 4,6 juta hektar. Pada dasarnya Luasan kawasan konservasi itu sendiri bukan merupakan target utama, Target ke depan adalah melakukan pengelolaan kawasan konservasi tersebut secara efektif mendukung pengelolaan perikanan yang berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat.

Kawasan konservasi perairan (KKP) laut secara individu maupun jaringan merupakan alat utama dalam melindungi keanekaragaman hayati perairan laut. Namun, kesepakatan tentang seberapa besar habitat yang harus dilindungi keanekaragaman hayati lautnya dalam menjamin konektivitas ekologi belum ada kata putus. Di Indonesia, diharapkan sedikitnya 10 persen dari luasan KKP dijadikan zona inti untuk perlindungan mutlak habitat sumberdaya ikan. Lebih lanjut, dengan pengelolaan yang konsisten selama beberapa tahun diharapkan mampu menyokong hasil tangkapan ikan di luar kawasan konservasi meningkat 40 persen.

Pengelolaan kawasan konservasi tersebut dikelola oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kewenangannya. Dalam hal ini dapat melibatkan masyarakat melalui kemitraan antara unit organisasi pengelola dengan kelompok masyarakat dan/atau masyarakat adat, lembaga swadaya masyarakat, korporasi, lembaga penelitian, maupun perguruan tinggi. Jadi, pengelolaan kawasan konservasi tidak hanya dilakukan oleh pemerintah pusat saja, tetapi juga oleh pemerintah provinsi dan kabupaten sesuai kewenangannya. Ditingkat pusat, DKP telah membentuk Unit Pelaksana Teknis, yaitu  Balai Kawasan Konservasi Perairan (BKKPN) yang berkedudukan di Kupang dan Loka Kawasan Konservasi Perairan (LKKPN) yang ada di Pekan Baru. Sedangkan di Daerah, untuk mengelola KKLD, dapat pula dibentuk UPT daerah atau bahkan dapat ditingkatkan mengggynakan pola pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) jika memang kegiatan konservasi di wilayah tersebut cukup menjanjikan sehingga perlu dikelola secara professional.

Sebagai upaya tindaklanjut pengembangan kawasan konservasi perairan (laut) dilakukan penguatan manajemen maupun keterkaitan ekologis antar kawasan konservasi dalam bentuk jejaring kawasan konservasi. Jejaring adalah Merupakan keterkaitan antara kawasan konservasi laut (KKL) yang mempresentasikan daya lenting spesies dan habitatnya untuk mencapai keseimbangan ekosistem melalui pengelolaan bersama. Jejaring (network) antar KKP mempunyai peranan yang penting dalam mempertahankan keanekaragaman hayati di kawasan tersebut. Beberapa alasan dalam membuat jejaring antar KKP diantaranya adalah untuk:  (1) menggambarkan, menjaga dan memelihara keanekaragaman hayati; (2) memberikan model pemanfaatan KKP yang mendukung ekosistem setempat; (3) menjaga atau melindungi tempat biota laut yang dilindungi dari berbagai ancaman; (4) Menjaga keberadaan potensi sumberdaya perikanan laut, serta (5) upaya memperluas dan meningkatkan ketahanan KKP.

Keterkaitan (connectivity) merupakan kata kunci pengembangan jejaring kawasan konservasi perairan. Adanya keterkaitan bioekologis merupakan pertimbangan dasar untuk mengelola beberapa KKP dalam satu sistem pengelolaan bersama untuk mewujudkan KKP yang tahan (resilient) terhadap ancaman dan dapat berfungsi efektif untuk mendukung perikanan berkelanjutan.

Jejaring KKP sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan, Pasal 19 dinyatakan bahwa dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan dapat dibentuk jejaring kawasan konservasi perairan, baik pada tingkat lokal, nasional, regional, maupun global. Jejaring KKP tersebut dibentuk berdasarkan keterkaitan biofisik antar KKP disertai dengan bukti ilmiah yang meliputi aspek oceanografi, limnologi, bioekologi perikanan, dan daya tahan lingkungan. Jejaring KKP pada tingkat lokal maupun nasional dilaksanakan melalui kerja sama antar unit organisasi pengelola, sedangkan di tingkat regional maupun global dilaksanakan melalui kerja sama antar negara. Yang dimaksud dengan jejaring KKP pada tingkat regional adalah kawasan konservasi perairan yang terdapat dalam suatu hamparan ekoregion yang mencakup dua atau lebih negara bertetangga serta memiliki keterkaitan ekosistem. Sedangkan jejaring KKP pada tingkat global adalah kawasan konservasi perairan yang terdapat dalam suatu hamparan beberapa ekoregion yang berbeda tetapi mempunyai keterkaitan ekosistem secara global dan mencakup beberapa negara.

Sampai saat ini keberadaan kawasan konservasi perairan (laut) belum terintegrasi antara KKP satu dengan KKP lainnya. Pada dasarnya diantara beberapa KKP tersebut terdapat suatu keterkaitan jejaring yang sangat kuat baik dalam aspek ekologis maupun pengelolaan. Penyusunan keterkaitan jejaring KKP berdasarkan 2 (dua) kriteria dasar yaitu;  (1) Kriteria Ekologis; Kriteria ini menunjukkan bahwa antara KKP satu dengan lainnya terdapat keterkaitan dalam hal ekologis (Ekoregion), keterkaitan (network) ini berupa secara fisik dan biologis. (2) Kriteria Pengelolaan; Kriteria ini menunjukkan bahwa antara KKP satu dengan lainnya terdapat keterkaitan dalam hal pengelolaan. Bentuk jejaring pengelolaan berupa sistem pengelolaan bersama terhadap KKP tersebut.

Dalam pengelolaan KKP secara bersama beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan yaitu: Keterlibatan stakeholders dalam pengelolaan bersama KKP sangat penting dalam mendukung terlaksananya pengelolaan yang baik. Masing-masing stakeholders mempunyai peran dan tugas dalam pengelolaan tersebut. Selain itu, dalam upaya pengelolaan KKP diperlukan suatu lembaga/badan/dinas pengelola yang akan menyusun program dan kegiatan kerja, pengusulan anggaran, pengelolaan kegiatan, pemantauan dan evaluasi program dan kegiatan, penyelesaian permasalahan dan penyampaian informasi. Selain itu tugasnya adalah melibatkan berbagai stakeholders lain dalam pengelolaan KKP. Guna pengelolaan yang efektif dan berkelanjutan, pendanaan kawasan konservasi merupakan hal yang tidak bisa dikesampingkan, oleh karena itu berbagai mekanisme pendanaan yang ada dapat digunakan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip konservasi yang dilakukan (Suraji, 2011).

Daftar Pustaka

Abidin, Ariyanto. 2006. Sumber Daya Perikanan, Kekayaan  Kita yang (masih) Merana. http://aryabimantara,wordpress.com. Diakses pada tanggal 27 Oktober 2010 pukul 19.00 WIB
Subijakto, Achmad. 2010. Dilema dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. http://www.bbppbanyuangi.com. Diakses pada tanggal 27 Oktober 2011 pukul 19.00 WIB.
Suraji. 2011. Membangun jejaring pengelolaan kawasan konservasi perairan. http://www2.bbppalembang.info. Diakses pada tanggal 27 Oktober 2011 pukul 19.00 WIB.

        Semoga bermanfaat, Budayakan Membaca dan Menulis.

       #Go AHead Indonesia
       #Yang Penting Bagiku Adalah Dialoq
       Behind The Gun: @aliahsanID