Monday, July 7, 2014

STUDI SEBARAN SEDIMEN BERDASARKAN UKURAN BUTIR DI PERAIRAN KUALA GIGIENG, KABUPATEN ACEH BESAR, PROVINSI ACEH


STUDI SEBARAN SEDIMEN BERDASARKAN UKURAN BUTIR DI PERAIRAN KUALA GIGIENG, KABUPATEN ACEH BESAR, PROVINSI ACEH
Oleh: Syahrul Purnawan, Ichsan Setiawan, Marwantim

            Muara merupakan suatu wilayah yang menghubungkan antara laut dan sungai. Sebagai penghubung tersebut tentunya muara ini mempunyai banyak fungsi terutama dilihat secara ekologi, yaitu sebagai sumber zat hara dan bahan organik, sebagai habitat dan tempat untuk bereproduksi, tempat mencari makan, dan sebagainya. Kuala Gigieng adalah salah satu muara yang sangat strategis, karena diapit oleh tiga desa yaitu Gampong Lambada Lhok, Gampong Lamnga, dan Gampong Baro, kemudian berhubungan langsung dengan selat Malaka. Namun penumpukan sedimen di daerah ini cenderung tidak stabil dan berubah-ubah, maka dilakukanlah penelititan untuk mengkaji peristiwa ini. 

Penelitian dilakukan di perairan Kuala Gigieng, Kecamatan Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar. Pengumpuan sampel dilakukan empat kali pengulangan selama bulan Mei sampai dengan Juni tahun 2011 di 9 stasiun, yaitu stasiun 1, 2, dan 3 di daerah hilir; 4, 5, dan 6 di daerah tengah; dan 7, 8, dan 9 di daerah hulu. Pengambilan sampel sedimen secara coring dengan menggunakan tube core sampler berdiameter 3,5 inchi dengan kedalaman sampel 15 cm. Sampel yang diambil kemudian dikeringkan, selanjutnya setiap sampel diambil 200 gram untuk dianalisis dengan metode ayak basah pada saringan bertingkat (sieve analysies) dengan ukuran 4,75 mm, 1,70 mm. 850 µm, 250 µm, 150 µm dan dengan ditadah dengan media penampung.

Tabel distribusi berat sampel sedimen di perairan Kuala Gigieng
Persentase berat sedimen (%)
Jenis sedimen
Kawasan Hilir
(menghadap ke laut)
Kawasan Tengah
Kawasan Hulu
(menghadap ke sungai)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kerakal
(>4,75 mm)
0
0, 13
0
0
0, 25
0, 13
0, 04
1, 02
0
Kerikil
(1,70 - 4,75 mm)
0, 63
1, 47
1, 47
0, 99
3, 22
1, 87
6, 87
1, 71
5, 38
Pasir kasar
(0,85 - 1,70 mm)
3, 49
2, 91
1, 56
4, 66
5, 48
2, 47
5, 88
9, 33
4, 50
Pasir sedang
(0,25 – 0,85 mm)
69, 39
69, 23
67, 98
68,35
72, 60
67, 29
51, 99
46, 01
46, 26
Pasir halus
(0,15 – 0,25 mm)
23, 07
22, 59
25, 83
20, 16
15, 21
11, 73
35, 24
29, 28
27, 50
Lumpur
(<0,15 mm)
3, 43
3, 69
3, 65
3, 62
4, 59
1, 52
5, 15
9, 00
2, 50
Ukuran butir rata-rata (d)
0, 50
0, 52
0, 48
0, 59
0, 58
0, 78
0, 50
0, 67
0, 51


Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa di perairan Kuala Gigieng menunjukkan tiga fraksi sedimen yaitu kerikil, pasir, dan lumpur, serta yang paling mendominasi adalah pasir sedang dengan ukuran (0,25-0,85 mm) pada daerah hilir, tengah, maupun hulu. Meskipun untuk persentase sedimen pasir halus di daerah hulu yang lebih besar daripada di daerah hilir dan tengah. Ini disebabkan karena pengaruh arus laut yang terjadi di sepanjang pantai atau juga disebut dengan transpor sedimen sepanjang pantai (Longshore sediment transport) ditandai dengan terangkatnya pasir oleh turbulensi yang menyebabkan erosi dan akresi di daerah pantai. 

Distribusi sedimen dipangaruhi oleh faktor oseanografi yaitu arus. Pada daerah dengan turbulensi tinggi, fraksi yang berukuran makroskopis seperti kerikil dan pasir akan lebih cepat mengendap daripada yang berukuran mikroskopis seperti lumpur. Fraksi halus terangkut dalam bentuk suspensi sedangkan fraksi kasar akan tenggelam lebih cepat. Pada penelitian di muara Kuala Gigieng, arus yang paling. Kecepatan arus mempengaruhi distribusi sebaran sedimen, dimana butiran sedimen yang lebih besar ditemukan pada daerah yang memiliki kecepatan arus yang lebih tinggi.

Sumber:
Purnawan, Syahrul., Ichsan setiawan, dan marwantim. 2012. Studi Sebaran Sedimen berdasarkan Ukuran Butir di Perairan Kuala Gigieng, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Jurnal Departemen Perikanan Vol 1 (1): 31-36 pp




DISTRIBUSI SEDIMEN DASAR DI PERAIRAN PESISIR BANYUASIN, SUMATERA SELATAN



DISTRIBUSI SEDIMEN DASAR DI PERAIRAN PESISIR
BANYUASIN, SUMATERA SELATAN

I.                    PENDAHULUAN

Perairan pesisir Banyuasin merupakan bagian dari perairan Selat Bangka dan merupakan kawasan strategis dalam pengembangan kawasan pesisir. Daerah tersebut dimanfaatkan sebagai areal kegiatan perikanan, pemukiman, dan direncanakan sebagai areal pelabuhan,peningkatan morfologi perairan pesisir Banyuasin akan berubah secara dinamis yang dibentuk oleh hasil endapan sedimen tersebut (DKP, 2001). Perubahanmorfologi ini sangat dipengaruhi oleh respons yang diberikan oleh kekuatan pasang surut, arus dan angin serta kondisi dan suplai sedimen (Wood et al.,1998). Perubahan morfologi akan merujuk kepada aktivitas pengendapan sedimen (sedimentasi) yang terjadi dipantai, hal ini merupakan fungsi ekstrim dari hasil evaluasi yang relative penting dari variasi sedimen yang masuk dan keluar pada zona perairan tersebut(Komar, 1976).
 Untuk menganalisis sedimentasi di daerah tersebut maka dinamika wilayah perairan estuari perlu dipahami dengan baik. Salah satu alternatif dalam mengkaji dan menentukan lingkungan sedimentasi serta arah transpor sedimen maka penentuan parameter statistik seperti besar butir rata-rata (mean grain size),standar deviasi kepencongan (skewness) dan kurtosissering digunakan (Folk, 1974;Dyer, 1986; CHL, 2002).

ll.METODE PENELITIAN
Analisis ukuran butir sedimennsesuai ayakan ASTM (American Society for Testing and Materials) menggunakan metode ayak sieve net untuk ukuran sedimen pasir dan metode  pipet untuk ukuran lempung dan lanau (Faturahman dan Wahyu, 1992). Selanjutnya pengelompokan klasifikasi sedimendilakukan menurut Skala Wenworth.Prosedur analisis fisik sedimen di atas dianalisis dengan menggunakan software Matlab 2007b dengan keluaran berupa parameter statistik sedimen(Gaussian Distribution) meliputi ukuranpartikel sedimen, sorting,skewness dankurtosis.
 
II.                  HASIL DAN PEMBAHASAN

   a)      Muara Sungai Banyuasin

Berdasarkan hasil analisis data pengukuran di sekitar muara Sungai Banyuasin, seluruh stasiun pengamatan memiliki karakterisitik sedimen dasar dalam bentuk lanau sedang dengan nilai rata-rata ukuran butir berkisar 20.53 μm – 25.48 μm. Nilai kondisi pemilahan sedimen berkisar 0.7 – 1.46 phi unit, dengan kondisi pemilahan dominan poorly dan moderately sorted.
Berdasarkan nilai kemencengan sedimen, maka butiran sedimen cenderung bervariasi dari butiran halus hingga kasar dan didominasi oleh kondisi simetris dengan kisaran nilai - 0.29 – 0.33. Kondisi ini mengindikasikan terjadinya percampuran butiran yang kasar dan halus pada lokasi pengambilan sampel. Kondisi percampuran ini digambarkan melalui distribusi ukuran butiran sedimen(Gambar2). Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa prsentase ukuran butir cenderung merata dengan nilai tertinggi pada fraksi lanau kasar (35.50 %).

b) Muara Sungai Musi

Nilai rata-rata fraksi sedimen di sekitar muara Sungai Musi berkisar 21.89
μm – 99.98 μm. Kondisi ini menunjukkan bahwa tipe fraksi sedimendasar cenderung bervariasi dalam bentuk lanau sedang hingga pasir sangat halus. Nilai pemilahan sedimen berkisar antara 0.8 – 1.48 phi unit sehingga diperoleh gambaran kondisi pemilahan sedimen dalam kondisi poorly sorted hingga moderately sorted.
Berdasarkan nilai pemilahan sedimen juga diperoleh bahwa daerah yang berada pada bagian tengah muara(stasiun 18 dan 20) akan memiliki kondisi sedimen yang lebih tersortir dengan baik dibandingkan dengan stasiun pengamatan yang berada pada sisi tepi muara (stasiun 17 dan 19) Nilai kemencengan sedimen
berkisar antara -0.07 – 0.71. Berdasarkan sebaran nilai tersebut maka diperoleh
gambaran bahwa sedimen di muara Sungai Musi berada pada sebaran simetris hingga very fine skewed. Gambar3 menunjukkan bahwa kondisi sedimen dasar di sekitar muara Sungai Musi didominasi oleh pasir sangat halus (37.08%) kemudian lanau kasar dengan prosentase 21.86 %

V.KESIMPULAN
Sedimen yang terdistribusi diperairan Banyuasin umumnya didominasi oleh ukuran kecil yaitudalam kelompok lanau (silt) dengan kisaran sorting pada kategori poorly sorted dan moderately sorted serta skweness yang dominan simetris. Berdasarkan karakteristik sedimen yang diperoleh dari penelitian di perairan pesisir Banyuasin, dapat disimpulkan bahwa terdapat indikasi energi gerak air di muara Sungai Musi dan Sungai Upang jauh lebih tinggi disbanding dengan dua muara sungai yang lain sehingga butiran sedimen fraksi liat dan debu selalu berada dalam bentuk suspensi.
Sedangkan pada muara Sungai Banyuasin dan Air Saleh, daerahnya relatif terlindung sehingga energi gerak air di lokasi ini jauh lebih rendah, sehingga sedimen fraksi lanau dapat terendapkan.

V.DAFTAR PUSTAKA

[DKP]DepartemenKelautandanPerikanan. 2001. Coastal Zone Area
Optimalisation Desain for Development of BrakishwaterPond.SPLOECF.Directorate General Fisheries, Department of Fisheries and Marine Affair.Jakarta.
Dyer, K.R., 1986. Coastal and Estuarine Sediment Dynamics John Wiley
dan Sons  Ltd, New York.
Faturahman, A.,    dan Wahyu M., 1992, Prosedur Pengerjaan Preparasi
Contoh Untuk Berbagai Analisis,
Pusat pengembangan Geologi
Kelautan, Bandung
Folk RL. 1974. Petrology of Sedimentary Rocks. Austin Texas: Hemphill
Publishing Co.Komar, P. D. 1976. Beach Processes andSedimentation, New Jersey:

TIPE SEDIMEN PERMUKAAN DASAR LAUT SELATAN DAN UTARA KEPULAUAN TAMBELAN PERAIRAN NATUNA SELATAN


TIPE SEDIMEN PERMUKAAN DASAR LAUT
SELATAN DAN UTARA KEPULAUAN TAMBELAN
PERAIRAN NATUNA SELATAN

Berdasarkan pembagian laut menurut Nybakken (1992), wilayah perairan sekitar Kepulauan Tambelan termasuk laut lepas dan pesisir. Berdasarkan faktor fisik dan sebaran komunitas biotanya, kedalaman laut daerah ini termasuk dalam zona litoral dan neritik. Pada zona litoral, daerah peralihan antara kondisi daratan dan lautan, sedimentasi dipengaruhi oleh proses alami laut (seperti pasang surut dan angin laut) maupun darat (seperti sedimentasi akibat penggundulan hutan dan aliran air tawar dari sungai). Zona neritik berada pada kisaran kedalaman saat surut terendah sampai kedalaman yang dapat ditembus matahari (±200 meter). Secara geografis, perairan Tambelan termasuk wilayah paparan (continental shelf).

Sedimen Permukaan Dasar Laut
Sedimen adalah material bahan padat, berasal dari batuan yang mengalami proses pelapukan; peluluhan (disintegration); pengangkutan oleh air, angin dan gaya gravitasi; serta pengendapan atau terkumpul oleh proses atau agen alam sehingga membentuk lapisan-lapisan di permukaan bumi yang padat atau tidak terkonsolidasi (Bates dan Jackson, 1987). Boggs (1986) menyebutkan sedimen permukaan dasar laut umumnya tersusun oleh: material biogenik yang berasal dari organisma; material autigenik hasil proses kimiawi laut (seperti glaukonit, garam, fosfor); material residual; material sisa pengendapan sebelumnya; dan material detritus sebagai hasil erosi asal daratan (seperti kerikil, pasir, lanau dan lempung).

Batuan Penyusun
Supandjono (1955) telah memetakan Kepulauan Tambelan dan sekitarnya, dan menyebutkan bahwa litologi daerah ini terdiri atas:
a. Batuan Gunungapi Raya (Kvr): berupa lava andesik-basaltik dan breksi; kehitaman memperlihatkan kekar-kekar yang terisi kuarsa; dengan umur pentarikhan K-Ar 106 juta tahun.
b. Kerabat Granit Sukadana (Kgs): tersusun oleh granit, granodiorit putih kotor-coklat muda, setempat merah muda; umumnya terkekarkan; mengandung batuan asing andesit-basalt; menerobos Batuan Gunungapi Raya; umur pentarikhan K-Ar 84 juta tahun.
c. Kerabat Intrusif Sintang (Toms): berupa retas andesit dan dasit berwarna kelabu muda-kelabu tua; terkekarkan; tampak menerobos satuan granit Sukadana dan Batuan Gunung api Raya; umur pentarikhan K-Ar 20-37 juta tahun
d. Terumbu karang.
e. Aluvium (Qa): berupa lumpur, lempung, pasir, kerikil dan kerakal; umumnya masih lepas; merupakan hasil endapan sungai dan pantai.

Litologi Kepulauan Tambelan
Dari penelaahaan geologi regional menurut Supandjono (1955), diketahui pulau-pulau bagian selatan, meliputi Menggirang Kecil, Menggirang Besar, Benua, Lipi, Jelak, Tamban dan Ibul; tersusun oleh batuan granit Sukadana (Kgs), terumbu karang, dan aluvium. Adapun di pulau-pulau bagian utara, meliputi Uwi, Sendulang Kecil, Sedua Besar, Bungin dan Tambelan, selain ketiga batuan tersebut, dijumpai lava dan breksi Batuan Gunungapi Raya (Kvr) dan Kerabat Intrusif Sintang (Toms) yang keras.

Faktor Fisik Oseanografi
Faktor oseanografi mempengaruhi proses pengendapan di bagian selatan dan utara. Sistem arus regional dipengaruhi oleh dua sistem arus besar, yaitu arus regional dan musiman (monsoon). Arah arus dominan dari baratlaut ke timurlaut sekaligus mengisi perairan selat, dan arus surut dominan dari tenggara ke barat laut. Rejim pengendapan dengan arus turbidit cenderung terjadi di bagian selatan, berbeda dengan sedimentasi arus tenang di bagian utara. Hal ini ditunjukkan oleh indeks kekeruhan yang lebih tinggi di selatan dibandingkan utara daerah penelitian. Tingkat kecerahan yang diukur pada 7 stasiun sekitar pulau karang dan terumbu karang di selatan Kepulauan Tambelan menunjukkan kisaran 5,03 sampai 9,4 M (rata-rata = 7,05 M), sedangkan tingkat kecerahan pada 4 stasiun di bagian utara menunjukan kisaran 8,46 sampai 10,73 M (rata-rata = 9,31 M). Salinitas menunjukkan kisaran antara 30 sampai 33 ppm (rata-rata = 31,9 ppm).

Metoda Penelitian
Objek penelitian adalah sampel-sampel sedimen permukaan dasar laut sekitar Kepulauan Tambelan berupa box core, gravity core maupun sampel yang diambil langsung dari dasar perairan dangkal di lingkungan terumbu karang, pantai berpasir, dan hutan bakau (mangrove).

Metoda Sampling
Di perairan lepas pantai sampai laut terbuka, sampel sedimen diambil pada 12 stasiun pengamatan dengan cara diderek (dredging) untuk mendapatkan box corer sample berukuran 50 x 60 x 40 cm. Sampel yang diambil tidak dipengaruhi oleh aliran/pergerakan air sewaktu box diangkat dari dasar laut ke atas kapal. Hal ini ditunjukkan oleh jernihnya bagian air permukaan yang ada di dalam box sampel yang berarti sedimen tidak mengalami perubahan susunan (rusak). Pada 5 lokasi terpilih, pengambilan sedimen lunak maupun keras dari dasar laut dilakukan dengan metoda coring atau jatuh bebas untuk mendapatkan gravity corer atau penginti jatuh bebas. Dengan cara ini, dasar laut ditembus secara vertikal hingga 3 meter panjang untuk sampling sedimen-sedimen oseanik yang masih gembur dan jenuh air. Selain sampel box corer dan gravity corer, dilakukan pengambilan sampel permukaan dasar laut secara langsung atau dengan cara menyelam di perairan dangkal. Pada zona litoral dan sekitar terumbu karang dengan kedalaman < 12 meter diambil 11 sampel sedimen; di pantai berpasir diambil 7 sampel, dan di hutan bakau diambil 5 sampel.