Thursday, June 25, 2020

MAKALAH MIKROBIOLOGI PERAIRAN Pemanfaatan Bioluminansi Bakteri sebagai Biomonitoring Kualitas Perairan


MAKALAH MIKROBIOLOGI PERAIRAN
“Pemanfaatan Bioluminansi Bakteri sebagai Biomonitoring Kualitas Perairan”

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Mikrobiologi Perairan
Dosen Pengampu: Andi Kurniawan S.Pi, M.Eng, D.Sc


Disusun Oleh:
Putri Aulia Witasya                         185080100111050

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANA DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019

Puji syukur senantiasa kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas  segala rahmat, petunjuk, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas Mikrobiologi Perairan. Makalah ini dapat digunakan sebagai wahana untuk menambah pengetahuan.
Makalah ini dibuat sedemikian rupa agar pembaca dapat dengan mudah mempelajari dan memahami tentang peran mikroba dalam monitoring kualitas perairan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang Jamur Basidiomycota.


Malang, 11 Desember 2019


Penulis


Air memegang peranan penting di dalam kehidupan manusia dan juga makhluk hidup lainnya, antara lain air dapat digunakan untuk minum, memasak, mencuci, mandi, mengairi sawah, ladang, dan industry. Pencemaran air adalah masuknya zat, energi, unsur, atau komponen lainnya ke dalam air sehingga menyebabkan kualitas air terganggu. Kualitas air yang terganggu ditandai dengan perubahan bau, warna, dan rasa (Effendi, 2003). Air limbah merupakan air buangan dari masyarakat hasil sisa dari berbagai aktifitas manusia. Kandungan zat kimia dalam air limbah perlu diketahui sebagai langkah awal untuk menentukan perlakuan yang tepat terhadap air limbah tersebut. Selain itu, hal ini juga dilakukan untuk mengetahui tingkat pencemaran yang terjadi. Adanya bahan-bahan organik dalam suatu air limbah dapat mempengaruhi kehidupan dari makhluk hidup tertentu, seperti ikan, serangga, dan organisme lain yang sangat bergantung pada oksigen (Hindarko, 2003). Hasil penelitian Betawati, et al. (2008) menunjukkan bahwa beberapa situ di Jabodetabek mengindikasikan telah tercemar. Situ Babakan, Ulin Salam, dan Agathis tergolong perairan tawar yang tercemar sedang, serta danau Sunter dan danau Lido tergolong perairan yang tercemar berat. Telah diketahui beberapa bakteri dapat digunakan untuk mendeteksi tingkat pencemaran di perairan. Pemantauan kualitas air secara periodik dan perbaikan pemanfaatan lahan di wilayah perairan sangat diperlukan guna memelihara kesehatan masyarakat yang berada di sekitar lingkungan perairan. Terdapat kelompok bakteri heterotrofik yang berperan penting dalam sistem perairan karena kemampuan aktivitas metabolismenya, baik pada lingkungan aerob ataupun anaerob (Sigee, 2005). Bakteri heterotrofik merupakan golongan bakteri yang mampu memanfaatkan dan mendegradasi senyawa organik kompleks yang mengandung unsur C, H, dan N (Parwanayoni, 2008). Bakteri heterotrofik lebih umum dijumpai di perairan dibandingkan bakteri autotrofik, oleh karena itu dalam ekosistem perairan, bakteri heterotrofik berfungsi menghancurkan bahan-bahan organik pencemar dalam air (Achmad, 2004).

Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
Apa itu biomonitoring?
Bagaimana deskripsi teknologi biomonitoring oleh mikroba?
Apa keunggulan dan kelemahan dari teknologi tersebut?
Bagaimana arah pengembangan dari teknologi tersebut?

Adapun tujuan dari teknologi ini adalah untuk memanfaatkan mikroba sebagai agen hayati dalam proses monitoring kualitas perairan yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
                Biomonitoring adalah metode pemantauan kualitas air dengan menggunakan indikator biologis (bioindikator). Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang keberadaannya atau perilakunya di alam berhubungan dengan kondisi lingkungan. Apabila terjadi perubahan kualitas air maka akan berpengaruh terhadap keberadaaan dan perilaku organisme tersebut, sehingga dapat digunakan sebagai penunjuk kualitas lingkungan. Kelompok-kelompok tersebut sering digunakan dalam pendugaan kualitas air karena dapat mencerminkan pengaruh perubahan kondisi fisik dan kimia yang terjadi di perairan dalam selang waktu tertentu. Secara umum istilah biomonitoring dipakai sebagai alat atau cara yang penting dan merupakan metode baru untuk menilai suatu dampak pencemaran lingkungan (Mukono, 2006).
Indikator yang digunakan biomonitoring biasanya hidup atau menempati wilayah perairan tertentu atau disebut indikator biologis. Indikator biologis merupakan cara terbaik untuk diterapkan dalam pengelolaan lingkungan karena organisme berinteraksi langsung dengan lingkungannya (Hakim dan Trihadiningrum, 2012). Bioindikator merupakan kelompok atau komunitas organisme yang saling berhubungan, yang keberadaannya atau perilakunya sangat erat berhubungan dengan kondisi lingkungan tertentu sehingga dapat digunakan sebagai satu petunjuk atau uji kuantitatif. Biomonitoring merupakan metode sangat cepat dan tidak mahal dengan menggunakan peralatan yang sederhana dan dapat pula mengikutsertakan masyarakat umum untuk membantu mengontrol kebersihan dan kesuburan lingkungan lahan perairan, sehingga dapat dilaksanakan dengan segera (Tjokrokusumo, 2006). Mikroorganisme yang bertindak sebagai bioindikator disebabkan kehadiran mikroorganisme tersebut mendominasi di atas spesies lain, misalnya: Coliform, Coliform fekal, E. coli, Streptococci fekal, dan Clostridia spores.

                Bioluminescence adalah emisi cahaya yang dihasilkan oleh makhluk hidup karena adanya reaksi kimia tertentu. Hingga saat ini, bioluminesensi telah ditemukan secara alami pada berbagai macam makhluk hidup seperti cendawanbakteri, dan organisme di perairan, namun tidak ditemukan pada tanaman berbunga, hewanvertebrata terestrialamfibi, dan mamalia. Sebagian besar plankton memiliki kemampuan menghasilkanpendaran, terutama plankton yang hidup di perairan laut dalam.
Peristiwa terjadinya bioluminescence merupakan peristiwa yang terjadi akibat kerja enzim didalam tubuh organisme.hal tersebut dikarenakan beberapa enzim yang system kerjanya menghasilkan cahaya.
Banyak bakteri yang dapat menghasilkan bioluminesensi, umumnya diketahui kemudian bahwa seluruh bakteri tersebut tergolong ke dalam bakteri gram negatifmotil, memiliki morfologi batang, dan bersifat aerobatau anaerob fakultatif. Bakteri-bakteri itu tersebar di daerah lautan, perairan tawar, dan tanah (terestrial). Contoh bakteri penghasil bioluminesensi yang telah diteliti adalah genus Vibrio (V.harveyi, V.fischeri, V.cholera), Photobacterium (P.phosphoreum, P.leiognathi), Xenorhabdus (X.luminescens), Alteromonas (A.haneda), dan Shewanella.
Reaksi yang terjadi bersifat spesifik dan dan merupakan oksidasisenyawa riboflavin fosfat (FMNH2) (lusiferin bakteri) serta rantai panjang aldehida lemak hingga menghasilkan emisi cahaya hijau-biru yang dikatalisis oleh enzim lusiferase. Luciferase adalah suatu enzim heterodimer berukuran 77 kDa yang terdiri dari dua subunit, yaitu subunit alfa (α) dan subunit beta (β). Subunit α (~40 kDa) disandikan oleh gen luxA, sedangkan subunit β (~37 kDa) disandikan oleh gen luxB. Selain luciferase, masih terdapat beberapa enzim lain yang terlibat dalam keseluruhan reaksi ini dan ekspresi enzim-enzim tersebut diatur oleh suatu operon yang disebut operon lux.
 Enzim lusiferase akan mempergunakan substrat senyawa aldehida yang disintesis di dalam sel dengan bantuan multienzim yang disebut kompleks enzim aldehida lemak reduktase (fatty aldehyde reductase complex). Kompleks enzim ini terdiri dari tiga subunit enzim yaitu redutase, transferase, dan sintetase yang masing-masing disandikan oleh gen luxC, luxD, dan luxE. Subunit transferase akan mengkatalisis pemindahan grup lemak asil yang teraktivasi ke airoksigen, dan akseptor tiol. Kedua subunit lainnya, yaitu reduktase (~54 kDa) dan sintetase (~42 kDa)akan mengkatalisis reduksi senyawa asam lemak menjadi aldehida dengan reaksi sebagai berikut :
RCOOH + NADPH + ATP --> RCHO + NADP + AMP + PPi.

Komponen sistem bioluminesensi lainnya adalah flavoprotein yang disandikan oleh gen luxF. Protein ini hanya ditemukan pada Photobacterium dan fungsinya belum diketahui tetapi dari sekuens asam aminonya, diketahui bahwa protein ini homolog dengan lusiferase. Pada bakteri juga ditemukan luxG yang diduga memiliki peranan dalam reaksi bioluminesensi untuk bakteri yang hidup di lingkungan perairan. Khusus untuk V. harveyi, juga ditemukan luxH yang berperan dalam sistem luminesensinya. Operon lux bekerja dibawah pengaruh protein regulator yang berupa protein reseptor (luxR) dan autoinduser (luxI).
Selain protein-protein yang disandikan oleh operon lux, masih terdapat 4 protein lain yang memengaruhi reaksi bioluminesensi, yaitu 
lumazine, protein fluoresensi kuning, flavin reduktase, dan aldehida dehidrogenase. Lumazine yang ditemukan pada Photobacterium dan Vibrio berfungsi memperpendek panjang gelombang yang dihasilkan dari emisi cahaya (<490 nm), sedangkan protein fluoresensi kuning berfungsi mengubah panjang gelombang cahaya menjadi 540 nm pada V. fischeri sehingga cahaya yang diemisikan mengalami perubahan warna. Flavin reduktase dapat mengkatalisis reduksi FMN menjadi FMNH2 sehingga substrat tersedia terus-menerus karena diregenerasi. Yang terakhir adalah enzim aldehida dehidrogenase yang berperan dalam degradasi senyawa aldehida. 

Biolumiansi sendiri berfungsi untuk mendeteksi adanya pencemaran atau polutan di perairan. Semakin banyak bakteri bioluminansi maka perairan tersebut dikatakan tercemar. Bakteri tersebut bertugas untuk memonitoring sekaligus mendegradasi pencemaran tersebut. bioluminescent dapat secara efektif digunakan sebagai alat dalam mendeteksi polutan kimia dalam air dalam biaya sangat efektif dan cara yang ramah lingkungan.

2.3.1 Keuntungan
                                Keuntungan dari pemanfaatan bioluminansi bakteri untuk monitoring kualitas perairan ini adalah dapat secara efektif mendeteksi adanya pencemaran dengan pertambahan jumlah sel. Selain itu juga lebih ramah lingkungan dan mudah diisolasi. Tampilannya yang indah dapat menjadi daya tarik tersendiri.
2.3.2 Kekurangan
                                Kekurangan dari pemanfaatan bioluminansi bakteri untuk monitoring kualitas perairan adalah bakteri yang mudah mati jika terkena polutan dengan konsentrasi terlalu tinggi. Selain itu dalam penanamannya membutuhkan protein yang tinggi serta daya dukung lingkungan yang kuat.

                Pengembangan teknologi monitoring kualitas air menggunakan bioluminansi bakteri ini berupa penanaman bakteri untuk ditebar dilingkungan tercemar. Selain itu mengkombinasikan bakteri ini dengan agen biosorpsi lainnya untuk menciptakan aplikasi biomonitoring sekaligus bioremendiasi yang efektif dan ramah lingkungan.


                Kesimpulan yang didapat dari pembahasan diatas adalah sebagai berikut:
Biomonitoring adalah metode pemantauan kualitas air dengan menggunakan indikator biologis (bioindikator).
Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang keberadaannya atau perilakunya di alam berhubungan dengan kondisi lingkungan.
Bioluminescence adalah emisi cahaya yang dihasilkan oleh makhluk hidup karena adanya reaksi kimia tertentu.
Peristiwa terjadinya bioluminescence merupakan peristiwa yang terjadi akibat kerja enzim didalam tubuh organisme.hal tersebut dikarenakan beberapa enzim yang system kerjanya menghasilkan cahaya.
Biolumiansi sendiri berfungsi untuk mendeteksi adanya pencemaran atau polutan di perairan.

                Saran yang dapat diberikan untuk pengembangan aplikasi ini adalah membuat teknologi dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada untuk mengawal kualitas perairan sekaligus membersihkan pencemaran.
Rahayu, W. (2009). Monitoring air di daerah aliran sungai .
Thacharodi. T., C. Jeganathan, and D. Thacharodi.2019. Biomonitoring of heavy metal pollution by bioluminescent bacterial biosensors.  Indian Journal of Science and Technology. 12(15).
Widiyanto, J., dan A. Sulistayarsi. 2018. Biomonitoring kualitas air sungai madiun dengan bioindikator makroinvertebrata.
Yu, D., L. Bai, J. Zhai, Y. Wang, and S. Dong.2017. Toxicity detection in water containing heavy metal ions with a self-powered microbial fuel cell-based biosensor. Talanta.168: 210-216.

Wednesday, June 24, 2020

Resensi Novel Lapar Karangan Knut Hamsun


Resensi Novel LAPAR Karangan Knut Hamsun

Judul                     : Lapar
Penulis                 : Knut Hamsun
Penerbit              : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Cetakan               : 3 November 2019
Detail lain            : 284


Lapar karya Knut Humsun, seorang novelis Norwegia, peraih Hadiah Nobel Kesusastraan tahun 1920, mengisahkan tentang pergolakan jiwa tokoh ‘aku’ pada suatu musim gugur di kota Christiania-nama kota lama Oslo di Norwegia.


Saya Sedang Membaca Novel Lapar
Seperti yang sudah kalian baca di atas, saya mendapatkan buku ini cetakan ke tiga. Saat proses membaca, masih saya temukan beberapa typo bahkan ada halaman yang hilang. Saya kurang faham cetakan pertama harga bukunya berapa, yang jelas saya mendapatkan buku ini seharga 65,000.


Ada beberapa catatan selepas saya membaca novel ini, maaf jika saya tidak menulisya terlalu bagus dan terstruktur. Tapi sebagai bahan pertimbangan kawan-kawan yang belum membaca, saya juga tuliskan kembali prolog Marianne Katoppo selaku penerjemah buku ini.


Saya seperti membaca diary, membaca catatan harian, membaca tentang kisah manusia yang terbawa dan terjerumus rasa putus asa, susah dalam bertahan hidup tapi naas impian besar belum sampai.


Ini sangat menyentuh, Knut Hamsun membuat narasi potret kemiskinan. Seperti membasahi celana hitam yang ia pakai mencari kerja agar terlihat baru, menuju kolam tengah kota demi meneguk air di kolam taman dan cerita tentang rumah gadai.


Novel yang bercerita tentang tokoh AKU, hidup miskin yang mengandalkan hidupnya dari naskah yang ia tulis. Aktifitasnya sehari-hari hanya keliling kota, mencari ide apa yang akan ia tulis dan berharap naskah yang ia kirimkan diterima oleh redaksi.


Tokoh aku (Yang di yakini sebagai Knut Hamsun) beberapa hari hidup menggelandang dari emperan toko, taman dan hutan untuk tidur karena tidak memiliki uang menyewa Kostan. Dengan membawa selimut kusut berwarna hijau, malam demi malamnya ia lalui dengan kedinginan dan rasa lapar.


Ada beberapa kepingan cerita di mana rasa lapar dan dingin yang menyiksa itu perlahan sirna. Saat ia di datangi polisi karena lontang-lantung di jalan di kira gelandangan. Secara spontan ia mengaku memiliki tempat tinggal - padahal alamat yang ia sebutkan adalah alamat Kostan yang ia tidak bayar beberapa bulan - setibanya di rumah induk semangnya. Ia dengan hati-hati menuju kamarnya, perlahan ia menginjak anak tangga yang berjumlah delapan itu. Setibanya di dalam kamar, tampak sepucuk surat di atas meja, pertama ia mengira bahwa surat itu adalah surat balasan dari induk semangnya saat ia berpamitan untuk tidak tinggal kembali kamarnya. Ternyata nasib baik sedang ada padanya, surat yang ia terima adalah balasan dari redaktur sebuah koran yang tiga hari lalu ia kirimi naskah. Betapa senangnya ia saat tahu naskahnya akan di cetak dan ia berhak mendapatkan uang sepuluh crone, uang yang memang ekspetasikan.


Pada pertengahan cerita, saya membuat kesimpulan jika novel ini memang membahas tentang kisah seorang penulis berkarakter "AKU" yang hidup miskin dan kelaparan tapi tetap teguh memegang moralitas hidupnya dengan tidak mencuri dan mengemis. Yah meski dalam sisi ceritanya, tokoh AKU ini memang sempat meminta bantuan dari rumah ke rumah pun toko, meski usahanya mendapatkan makanan dan uang pinjaman itu gagal.


Jika saya ditanya pada bagian mana novel ini yang menyedihkan? Banyak, tapi salah satunya saat tokoh utama sedang demam dan kelaparan, ia lari ke pasar dan berniat meminta daging, tapi apa daya yang tersisa hanyalah tulang. Berkat dorongan rasa kelaparan yang tidak dapat di tolak itu, ia terima saja dan berlari kembali ke gudang. Ia makan dengan rakus, ia paksa makan daging mentah dan berbau anyir darah tersebut. Tapi naas, yang ia dapatkan malah muntah, daging yang ia makan harus keluar dari perutnya, termasuk air mata kesengsaraan atas nasib yang ia terima itu.


"KENYANG" itu biasanya dikaitkan dengan "senang", begitu pula dalam tradisi beberapa agama besar. Dewa kemakmuran Hindu dan Cina berperut besar; dalam salah satu Upanishad perempuan cantik itu hendaknya "berjalan bagaikan gajah"-karena gemuk!-dan dalam Kitab Suci Nabi Yesaya, misalnya, convivium, yaitu pesta pada akhir jaman ketika Tuhan "menelan maut dan menghapus semua air mata", adalah suatu santapan lezat (Yesaya 25) Dalam bahasa Ibrani pun, kata kabod (kemuliaan) ars sebenarnya adalah "berat". Kalau "kenyang" diasosiasikan dengan senang, "lapar" itu pada hakikatnya dilihat-bila ditempuh secara suka rela, seperti dalam hal puasa-sebagai suatu latihan rohani yang membantu manusia mengatasi angkara murka, mencapai suatu keadaan kesadaran yang berbeda (altered state of consciousness), turut mengabulkan suatu niat (bukankah itu makna puasa Senin-Kamis?); katakanlah, lebih mendekatkan diri pada Tuhan.


Apakah itu makna karya Knut Hamsun, Lapar, ini?


Kisah ini menceriterakan satu musim gugur di "Kristiania, kota yang aneh itu, yang tak meluputkan seorang pun tanpa meninggalkan bekas mendalam pada dirinya Musim gugur yang dilampaui sang pengarang muda yang berkobar-kobar cita-citanya (“Aku adalah pujangga! Sekali kelak orang akan menyanjungku di Norwegia! Dan hanya ingin hidup sebagai pengarang. Biar harus menahan lapar, sampai rambutnya rontok dan pusarnya berdarah; biar harus mengunyah keping-keping kayu dan mengemis tulang dari tukang daging "untuk anjingku". Biar harapan dan harga diri gugur satu demi satu).


Lapak Buku Saya, Jangan Lupa dikunjungi
Betapa bersalahnya rasanya tokoh Lapar ketika ia tergoda untuk menggadai selimut pinjaman dari seorang mahasiswa theologia. Betapa berat hatinya ketika tak sengaja ia menipu seorang pelayan toko. Akhirnya, apa artinya harga diri itu? Lapar begitu menyiksanya hingga ia sampai hati merebut kue-kue dagangan seorang nenek tua. Namun masih tetap disisihkannya satu kue untuk menghibur seorang anak kecil yang pernah menangis di bawah jendelanya karena dianiaya seorang laki-laki berjenggot merah. Setelah ditanggalkannya harga diri itu, ditinggalkannya kota itu, dilepaskannya cita-citanya dan ia berlayar pergi...


Dalam Lapar ini, ia berlayar ke Inggris, tetapi Knut Hamsun yang masih muda itu berlayar ke Amerika. Bukan cuma satu kali, tetapi dua kali. Tahun 1882 dan tahun 1886. Pengalaman yang dituangnya dalam Lapar itu bukan cuma pengalaman satu musim gugur saja, tetapi pengalaman belasan tahun. Betapa teganya orang muda itu! la tahu bahwa panggilannya adalah dunia sastra. Tetapi sel dan lamanya ia tak sanggup mendobrak masuk ke dalam dunia itu, dan sastrawan agung Bjornstjerne Bjornson malahan memberi nasihat padanya, "Jangan buang waktu menulis buku! Andaikan bertubuh tinggi kekar, lagipula rupawan lebih baik jadi pemain drama!"


Knut Hamsun terlahir sebagi Knut Pedersen, di Garmostraeet di Lom, Norwegia Teng, anak keempat dari pasangan Peder Pedersen dan Tora Olsen. Ayah yang lazim dipanggil Peder skredder, Peder Penjahit berasal dari keluarga orang sederhana, buruh harian Skultbakken. Sedangkan keluarga sang satu keluarga yang paling tua-lebih dari 900 tahun Gudbrandsdalen. Konon kabarnya cikal bakal keluarga itu tak lain dari Harald Haarfagre-Harald yang Berambut Elok yaitu raja pertama yang mempersatukan Norwegia. Ketika Knut berusia tiga tahun, seluruh keluarga, termasuk kakek, nenek, dan paman bungsu dari pihak ibu, pindah ke Hamaroy, pulau kecil yang letaknya masih lebih Utara dari Lingkaran Kutub, di pesisir laut Lofoten. Mereka menetap di suatu tempat pertalian kecil bernama ibu tergolong salah Hamsund. Di sinilah Knut hidup bahagia beserta keluarganya tercinta selama lima tahun. Adiknya masih bertambah dua orang perempuan dan satu laki-laki. Ayah mencari nafkah sebagai petani dan sekaligus penjahit, dengan modal suatu mesin jahit Singer yang pada waktu itu masih barang langka di pelosok Norwegia Utara ini. Selain itu seluruh keluarga harus membanting tulang seperti lazimnya kaum petani. Mereka miskin, tetapi sangat rukun. Ketika Knut berusia 9 tahun, tiba-tiba pamannya yang tertua dari pihak ibu, Hans Olsen, datang menagih utang. Peder dan Tora tak sanggup membayarnya, jadi Hans meng- ambil Knut sebagai sandera dan pembayar utang. "Bocan ini sangat bagus dan rapi tulisannya", pendapatnya, "la dapat membantuku di kantor pos!" Adapun Hans Olsen mengelola kantor pos di Hamaroy, selain menjabat seba- gai kepala perusahaan serta pemilik toko dan pertanian kecil. Hamaroy letaknya hanya 5 km dari Hamsund, tetapi bagi Knut jaraknya sama seperti neraka dan surga. Lima tahun ia terpaksa tinggal bersama pamannya, yang sangat kejam dan sama sekali tak ada pengertian bagi perasaan halus seorang anak. Dari pagi sampai malam ia dipaksa kerja keras: menulis daftar-daftar panjang di kantor pos, memotong kayu, mengantar surat. Tempeleng dan teguran bertubi-tubi, santapan dan kasih sayang sangat langka.


Di sinilah Knut pertama kalinya bertemu dengan roh Lapar itu. Tak dapat tiada kita kagumi bocah cilik ini, yang bertahan selama 5 tahun dari penganiayaan sang paman. Memang tahun-tahun itu turut menempa jiwanya, membuat akhlaknya kuat, tahan uji. Tegar menghadapi nasib yang tak terelakkan. Dua kali ia berupaya luput dari rumah paman: satu kali ketika disuruh potong kayu waktu petang, ia sengaja melesetkan kapaknya, memotong kakinya sendiri. Harapannya agar dikirim pulang ke mama.


Knut Hamsun - Sumber Wikipedia
Kedua kalinya, ia lari dari rumah paman pagi buta di tengah musim dingin. Kedua upayanya tidak berhasil. la tetap dipaksa tinggal di rumah paman. Pendidikannya kembang-kempis, Alb. Fr. Knudsen di Bodo. Dan terakhir, pada tahun dan penerbit yang sama, suatu novelet, Bjorger. Karya-karya ini membuat sang sastrawan muda agak dikenal di daerah itu, tetapi sang ayah menulis surat cemas untuk mengimbau Knut agar berusaha menjadi tukang sepatu yang baik, ketimbang pengarang yang susah carl nafkah. Tetapi Knut bersitegang, dan akhirnya sempat menggantikan kakaknya, Hans, kabupaten di Bo.


Bupati Nordahl termasuk orang yang terpelajar bagi menjadi pegawai orang daerah. Di rumahnya inilah untuk pertama kalinya Knut sempat membaca karya-karya para sastrawan Norwegia, antara seumur hidup menjadi pujaannya-dan Kristofer Janson, yang sekian tahun kemudian menjadi majikannya di Minneapolis. Selain itu dongeng-dongeng rakyat himpunan Asbjornsen dan Moo, serta karya-karya sastrawan Denmark dan Swedia turut membantu, seakan-akan suatu dunia baru terbuka baginya. lain Bjornstjeme Bjornson yang Kemudian, melalui jasa baik bupati dan pendeta, ia malah diangkat menjadi kepala sekolah di Ringstad, kendati anak didiknya seringkali hanya beda usia beberapa tahun dengannya. Lalu, pada musim semi tahun 1879, ia mendapat bantuan 1.000 kroner dari seorang usahawan kaya, Erasmus Benedicter Kjerschov Zahl, untuk berlayar ke Hardanger, dan bahkan ke Kopenhagen. Di jalan hidupnya, memang ia selalu berpapasan dengan orang yang terkesan olehnya dan rela membantunya. Tetapi sukses yang didambakannya masih tetan mengelak. Akhirnya ia terpaksa mencari nafkah sebacai buruh pembangunan jalan di Toten, kemudian sampai dua kali berlayar ke Amerika. Di sana ia sempat bekerja di kantor dan toko di Wisconsin, sebagai penginjil awam di Minnesota, sebagai peternak babi di Dakota Utara, sebagai kondektur trem di Chicago.


Petama kalinya ia kembali dari Amerika ialah karena kesehatannya rusak sama sekali, kata dokter ia segera akan mati karena kena penyakit TBC. Waktu itu rekan-rekan mengumpulkan uang baginya, untuk kembali ke Norwegia dan mati di sana. Malahan dia sembuh, dan berhasil menulis beberapa artikel, termasuk cerber. Di situlah pertama kalinya tercetak nama Knut Hamsun sebetulnya salah cetak dari pihak penerbit yang melupakan "d" pada ujungnya! Tetapi Hamsun sendiri membiarkannya, "barangkali memang lebih bagus begini," katanya.


Kedua kalinya di Amerika pun ternyata semua jalan buntu, walaupun ia mulai mendapat nama di kalangan orang-orang Norwegia di sana karena, sering memberi ceramah yang menarik. Musim panas 1888 ia terpaksa mengaku kalah lagi, dan pinjam uang untuk kembali ke tanah air tercinta.la naik kapal uap Denmark, Thingvalla, yang ber- layar dari New York ke Kopenhagen lewat Kristiania. Satu hari penuh kapal itu berlabuh di Kristiania. Knut mondar mandir di atas dek kapal. Dari situ hampir terlihat olehnya rumah di Tomtegatan 11, tempat dilaluinya musim dingin yang begitu perih itu. Bukan cuma pengalaman getir yang terkenang olehnya, tetapi juga semua orang baik yang begitu rela membantunya, kendati mereka sendiri sering tergolong orang yang kurang mampu. La ingin sekali pergi menengoknya. Tetapi ia sudah bersumpah ia takkan menjejakkan kaki lagi di Kristiania sebelum ia berhasil. la akan kembali sebagai pemenang, bukan pecundang. Konon, menurut anaknya, Tore Hamsun (dalam biografinya, Knut Hamsun, min far-Knut Hamsun, ayahku), pada saat itulah, ketika Knut Hamsun berdiri di atas dek kapal Thingvalla, memandang pelabuhan Kristiania dan melihat lampu-lampu mulai dipasang satu-satu menghias rumah-rumah di sekitar fjord yang permai itu-pada petang itulah ia duduk di atas bangku dan mulai menulis, "Semua ini terjadi ketika aku lapar di Kristiania.


Sepanjang penyeberangan ke Kopenhagen ia menulis. Sesampai di ibu kota Denmark itu, pusat budaya Benua Utara, ia mencari kamar yang murah ("dua minggu dengan makan malam, tiga minggu tanpa") dan menulis tanpa henti-hentinya. Lupa makan, lupa mandi, lupa segala-galanya. "Tanpa sadar ia meluncur masuk dalam keadaan pencerahan yang dapat diakibatkan oleh rasa lapar, suatu bentuk askese, dan dengan duka dan derita dihayatinya kembali seluruh bahan ceritanya sampai ke ujung syaraf yang terkecil pun" (Tore Hamsun, hlm. 101).


Selesai menulis, bagaimana menerbitkannya? Dua hari Knut Hamsun bolak-balik di muka rumah Geore Brandes, sastrawan Denmark yang tersohor itu. Tetapi Brandes tidak ke luar, dan Knut tak beraní masuk. Akhirnya, naskah yang dibungkus kertas koran itu, dibawanya kepada seseorang yang diharapkannya dapat mengantarnya secara tidak langsung kepada Georg Brandes. la pergi ke surat kabar ternama, Politiken, dan bertemu dengan Edvard Brandes, abang Georg, yang menjadi redaktur di situ.


Pertemuan mereka diceritakan oleh Edvard Brandes pada pengarang Swedia Axel Lundegard, yang bertamu malam itu. "Percaya atau tidak," tutur Brandes, "tadi siang di redaksi aku didatangi seorang Norwegia. Sudah jelas ia membawa naskah! Tetapi pada mulanya, bukan naskahnya, melainkan orangnya yang menarik perhatianku. Belum pernah kulihat seseorang yang begitu tidak terurus. Bukan saja pakaiannya yang lusuh dan kotor, tetapi wajah- nya! Anda tahu aku bukan orang yang sentimental. Tetapi wajah orang Norwegia itu membuatku terharu." Tadinya Brandes berniat menolak naskah itu secara halus, karena terlalu panjang untuk cerpen dan terlalu  pendek untuk cerber. Namun ketika tertangkap olehnya "perasaan yang berpijar dari balik kaca mata orang itu", ja tidak tega. la berjanji akan membaca tulisan itu dan mencatat nama dan alamat sang pengarang. Wajah yang pucat gemetar itu tetap membayang. Ketika Edvard Brandes pulang ke rumah, ia mulai membaca tulisan itu, dan segera terpesona. "Ini bukan bakat lagi, ini sederajat dengan Dostoyewski...!" Bukan cuma terpesona, tetapi malu, ketika disadarinya bahwa sang sastrawan barangkali sudah beberapa hari tidak makan. Brandes segera lari ke kantor pos dan mengirim uang sepuluh kroner pada pengarang muda itu. "Begitu mempesonakah kisahnya?" tanya Lundegard.


"Apa judulnya?"


"Sult (Lapar)"


"Siapa pengarangnya?"


"Knut Hamsun.


Sult diterbitkan secara anonim pada bulan November 1888 dalam majalah Ny Jord (Dunia Baru). Majalah ini tergolong majalah sastra yang paling berpengaruh di Benua Utara pada waktu itu. Kalangan sastrawan gempar. Semuanya mengaku bahwa gaya bahasa, penggunaan bahasa, penyajian cerita, sungguh menakjubkan. Suatu breakthrough, bukan saja bagi sastra Skandinavia, tetapi sastra dunia. Gaya bahasa Knut Hamsun menggambarkan stemning (suasana) yang dialami jiwa sang pelaku, bukan saja radikal berbeda dari arus realisme yang berlaku waktu itu. la adalah Sang Pemula arus sastra modern Eropa dan dunia. Tak dapat disangkal betapa besar pengaruhnye atas sastrawan-sastrawan agung seperti Maxim Gorki Stefan Zweig, Thomas Mann, Leon Feuchtwanger, William Faulkner, Ernest Hemingway, dan masih banyak lagi Pelukis tersohor Pablo Picasso pun merasa dipengaruhi oleh kebebasan jiwa Knut Hamsun. Isaac Bashevis Singer sendiri mengatakan bahwa Knut Hamsun mencanangkan suatu zaman baru bagi dunia sastra. Lapar itu berlaku di Kristiania, dasawarsa terakhir abad ke-19. Nama-nama jalan dan tempat-tempat dicantumkan dengan jelas, seakan-akan kita ikut dibawa berjalan oleh tokoh "aku" itu. Banyak di antara nama-nama itu masih tetap sama pada tahun 1993 ini, kendati Kristiania sendiri sudah ganti nama menjadi Oslo. Pada hakikatnya, pengalaman tokoh "aku" dalam Lapar ini dapat mencerminkan pengalaman barang siapa yang ingin hidup menurut keyakinan dan panggilan yang membakar hidupnya; barang siapa yang ingin hidup, bukan saja mencari nafkah sesuai ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang hendak dipaksakan oleh masyarakat sekitarnya. Tokoh Lapar itu dapat hidup di Kristiania tahun 1879, atau di mana saja, tahun berapa saja. Apakah di New York, Berlin, Delhi, Seoul, Canberra, atau Jakarta, begitu banyak orang yang akan mengenal kembali dirinya dalam "aku" Lapar ini.


Ia adalah bagaikan "Aku" Chairil Anwar yang menyepak, menerjang, membawa luka dan bisa berlari, dan mau hidup seribu tahun lagi. Salah satu detail yang mengharukan dalam Lapar ia- lah ketika "aku" sempat mengagumi dan mendambakan bunga mawar merah yang dijual ibu-ibu di Stortorvet. "Bila aku sudah menerima uang memadai, aku akan membeli mawar merah itu", begitulah janjinya pada dirinya. "Bagaimanapun juga, aku dapat menghemat di sana-sini dalam cara hidupku, aku harus memiliki mawar itu!"


Kerinduan akan keindahan, bukankah itu turut memanusiakan manusia? Beberapa dasawarsa kemudian, para buruh perempuan di Lawrence, Massachusetts, berdemonstrasi menuntut haknya akan Bread and Roses (Roti dan Mawar). Dari situlah asalnya perayaan 8 Maret sebagai Hari Perempuan Internasional. Semua pembaca Knut Hamsun niscaya terkesan oleh semangat hidupnya yang luar biasa. Beruntunglah kita bahwa semangat hidup itu dimilikinya. Seandainya ia sebagai Thomas Chatterton, pujangga muda Inggris abad ke-18, yang bunuh diri pada usia 19 tahun karena sadar bahwa sastra dan seni takkan sanggup menafkahinya!


Pada tahun 1920 akhirnya Knut Hamsun mendapat Hadiah Nobel untuk kesusastraan, untuk karyanya Markens Grode (1917). Sebelum itu sudah berpuluh karyanya, antara lain Pan, Victoria, dan Mysteries, tersebar ke seluruh dunia. Penggemarnya terdapat di mana-mana. Tahun 1994, HUT keseratus penulisan Pan akan dirayakan di Paris. Dari tahun 1920 sampai akhir Perang Dunia Kedua, lebih dari dua juta eksemplar karya Hamsun terjual: angka tertinggi dari semua buku terbitan Gyldendals. Para pujangga agung Bjornson dan Ibse masing-masing hanya 135.000 dan 90.000. Sekarang, minat terhadap Knut Hamsun mulai banokit lagi di Norwegia. Lama nian ia tak disukai di negerinya sendiri. Hingga sekarang, tak ada satu pun jalan, taman atau lapangan di ibukota Norwegia ini yang menyandang namanya. Tak ada satu patung pun untuk menghormatinya.


Padahal siapa lagi yang membuat Kristiania yang kecil dan terpencil ini menjadi tersohor ke ujung dunia? Pasalnya, Knut Hamsun dianggap sebagai pengkhi- anat. la simpati pada Jerman, dan malahan mengirimkan medali Nobelnya kepada Goebbels! Memang bukan pada Goebbels pribadi, tetapi sebagai Ketua Kamar Sastra namun tentu saja tindakan seperti itu sangat mengejutkan. Istrinya sendiri berpendapat bahwa lebih baik medali itu dikirimnya ke Finlandia, seperti yang dilakukan oleh ke dua pemenang Hadiah Nobel Skandiniavia lainnya, Selma Lagerlof (Swedia), dan Sigrid Undset (Norwegia), untuk membantu negara itu dalam perjuangannya terhadap Rusia, tahun 1939.


Tore Hamsun merasa bahwa mungkin ayahnya tidak mau “membuntuti" kedua perempuan itu, yang memang telah dimusuhinya sejak suatu polemik sengit pada tahun 1915. Waktu itu Lagerlof dan Undset membela seorang perempuan petani yang membunuh bayinya karena miskin, sedangkan Hamsun berpendapat ibu durhaka begitu perlu digantung. Sebetulnya, Hamsun tidak pernah menjadi anggota partai Quisling yang pro Jerman, dan yang memerintah sewaktu Norwegia dijajah Jerman. Dan setiap kali ada orang Norwegia yang dijatuhkan hukuman mati oleh penjajah Jerman, Hamsun menulis surat atau telegram ke Hitler, Goebbels, dan Goring, untuk minta pengampunan, ia bahkan pergi menghadap Hitler di Berchtesgade untuk menghimbau agar Terboven penguasa tertinggi Jerman di Norwegia, dipecat. Pertemuan itu tidak berhasil, tetapi surat kabar memuat foto Hamsun dengan Hitler, dan citranya sebagai pro Jerman semakin kuat.


Seusai perang ia ditangkap. Mula-mula ditahan dan diperiksa di rumah sakit jiwa, dan kemudian diadili di Grimstadt. Akhirnya, Knut Hamsun diwajibkan membayar denda 325.000 kroner, tetapi tak dipenjarakan. Usianya pada waktu itu sudah 89 tahun, ia masih menulis satu buku lagi, Paa gengrodde Stier (Pada lorong-lorong tertutup), semacam catatan harian sejak hari pertama ia ditahan hingga jatuhnya vonis Mahkamah Agung. Gaya bahasanya masih tetap mempesona, ekspresi lirik dan rasa humomya pun tetap melimpah-limpah. Karya ini seakan-akan suatu usaha untuk membela  dendanya?


la meninggal 19 Februari 1952, tertidur tenang di rumahnya di Norbolm. Lebih dari 40 tahun kemudian, dirinya. Tetapi bukankah ia sudah diadili, dan membayar masih tetap ada orang Norwegia yang merasa tak dana "mengampuni" Knut Hamsun. Seperti diuraikan Thorkia Hansen dalam bukunya Prosessen mot Hamsun (Proses terhadap Hamsun), 1978, banyak hal yang sebetulnya tidak pernah dijelaskan atau diusut dengan saksama. Barangkali Norwegia butuh "kambing hitam" waktu itu? Di kamar tunggu Penerbit Gyldendals di Oslo ada satu patung dada Knut Hamsun. Tadinya akan ditempatkan di Grimstad, tempat ia bermukim sekitar empat dasawarsa terakhir hidupnya. Tetapi terlalu banyak protes dari ba- nyak pihak membatalkan niat itu.


Barangkali monumen peringatan bagi Knut Hamsun terdapat dalam hati setiap orang yang mengagumi dan menghayati tulisan-tulisannya. Memperhatikan masyarakat masa kini, yang semakin menjurus pada global village, dengan sistem nilai yang makin mirip laporan akuntan, tentunya kita dapat bertanya bagaimana kiranya pendapat Hamsun mengenai banyak hal.


Misalnya, kelestarian lingkungan, yang sangat berarti baginya. Bagaimana pendapatnya mengenai perburuan Ikan paus, yang sudah diprotes oleh seluruh dunia, tetapi masih saja dipertahankan Norwegia? Fakta sudah menunjukkan bahwa sudah banyak sumber energi, gizi, dan protein alternatif, hingga tak perlu lagi memburu biinatang yang semakin langka itu. Pembantaian binatang itu juga biasanya dilakukan dengan cara yang sangat sadis, suatu pertumpahan darah yang lebih menyerupai ritus primitif daripada pencarian nafkah. Bagaimana kiranya pendapat Hamsun, "pengkhianat", mengenai hal ini? Barangkali tokoh "aku" Lapar masih tetap mengembara di lorong-lorong Kristiania. Sia-sia mencari apa yang paling didambakannya.


Ali Ahsan Al Haris
Malang, 24 Juni 2020

Thursday, June 11, 2020

Resensi Novel Babad Kopi Parahyangan Karya Evi Sri Rezeki


Resensi Novel Babad Kopi Parahyangan Karya Evi Sri Rezeki


Judul                     : Babad Kopi Parahyangan
Penulis                 : Evi Sri Rezeki
Penerbit                : Marjin Kiri
Cetak                    : 2020
Tebal                    : 348 halaman
ISBN                    : 978 979 1260 96 1


Berbicara Mbak Evi Sri Rezeki, tak lepas dari buku Teenlit. Saat saya tahu Marjin Kiri menerbitkan buku karangan beliau, saya mengernyitkan dahi. Bagaimana proses kesulitan si penulis berganti haluan dari menulis Teenlit ke sebuah novel Tetralogi. Pada awalnya saya sangsi kalau novel Babad Kopi Parahyangan tak lebih dari sebuah novel remaja pada umunya. Namun alasan itu tak bertahan lama, hal ini karena saya masih bertanya tanya kok bisa sampai diterbitkan oleh Marjin Kiri? yang sepamahaman saya selalu menerbitkan buku dengan tema cukup berat.


Buku Babad Kopi Parahyangan
Tidak mau selalu diliputi pertanyaan semacam ini, saya manfaatkan gawai untuk mencari informasi tentang buku yang ia tulis. Informasi dari artikel dan youtube sedkit membuat saya yakin kalau novel pertama dari Tetralogi ini harus saya baca. Mbak Evi menghabiskan waktu enam tahun lamanya, sebuah riset yang bukan main demi sebuah karya Non Fiksi. Dengan membeli buku asli tentu, saya dapat memberi penghormatan sebuah karya kepada penulis dan pekerja literasi.


Saya membaca buku kisaran sebulan lamanya, saya sempat kehilangan fokus karena banyak pekerjaan yg harus di selesiakan. Tepat 10 Juni 2020 pukul 15:36 saya menandaskan novel epik ini. Mbak Evi dengan ciamik menuliskan asal muasal sejarah pohon kopi, perdagangan kopi pada masa dinasti Islam sampai pada zaman colonial.


Sebelum membaca Babad Kopi Parahyangan,saya sudah mendegar jika banyaknya pohon kopi di Indonesia berangkat dari sistim tanam paksa yang di lakukan Belanda. Banyak orang pribumi dari pelbagai daerah di jadikan buruh paksa, pergi meninggalkan sanak keluarga sampai ajal menjemput karena kelelahan dan siksaan di kebun kopi.


Selain itu, bagi yang sudah membaca buku Max Havelaar tentu tidak kaget. Karena Mbak evi dengan terang menukiskan kisah Max Havelaar dalam novel ini. Di mana novel epik itu di baca oleh Raden Arya selaku petinggi di Parahyangan.


Perlu pembaca tahu, novel ini masuk dalam kategori novel terbaik yang di lombakan di “Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2018”


Ajang yang diadakan dua tahun sekali ini, sudah membuka pendaftaran dari bulan Maret-Juli dan ditutup oleh Yusi Avianto selaku Ketua Komite Sastra DKJ di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki (04/11).


Silahkan Kunjungi Lapak Saya
Dengan 828 nama yang telah mendaftarkan diri di ajang tersebut, panitia begitu yakin terhadap perkembangan dunia sastra yang semakin pesat. Hanya saja, naskah yang masuk ke panitia hanya 271, terlebih lagi yang memenuhi syarat administrasi hanyalah 245 naskah. Jumlah naskah tersebut ialah menurun dari dua tahun sebelunya yang mencapai 312 naskah. Tetapi, pada tahun ini, kualitas naskah-naskah tersebut patut diacungi jempol. Karena lebih baik dari tahun sebelumnya.


Sebelum memasuki acara inti, penonton disuguhkan dengan penampilan musik oleh Reda Gaudiamo. Ia ialah pemusik dan pecinta sastra yang sering membuat musikalisasi puisi degan akun youtebe Ari Reda. Dengan empat lagu unggulannya, pemusik tersebut membuat para penonton hampir terhanyut dengan nada-nadanya.


Acara dilanjutkan dengan Pertanggungjawaban Juri Sayembara Novel DKJ 2018. Ketiga juri tersebut ialah A.S Laksana, Nukila Amal, dan Martin Suryajaya. Setelah dipersilakan menaiki panggung oleh pewara, ketiga juri tersebut menyampaikan satu persatu laporan pertanggungjawabannya.  


Martin Suryajaya menjabarkan empat keriteria juri dalam memilih pemenang. Yaitu,


Kecakapan Bahasa Indonesia
Novel Indonesia tentu saja bernafas kepada bahasa Indonesia sendiri. Dengan beragam macam kekayaan bahasa Indonesia serta susunan gramatikanya, begitulah para juri mencari penulis terbaik yang mengeksplor lebih dalam terkait bahasa Indonesia


Pengrajinan Sastrawi
Ialah kepiawayan pengarang dengan teknik sastranya. Seperti bagaimana pengarang memainkan alur, tokoh, dan kontras irama dalam naskahnya.


Kebaruan
Ialah bagaimana para juri menilai naskah dengan kebaruan yang diciptakan oleh para pengarang peserta sayembara, baik dalam isi kisah, maupun teknik penulisan. Pasalnya, novelis-novelis Indonesia perlulah mengambil uji coba yang penuh dengan resiko untuk menumbuhkan sesuatu yang lebih segar.


Keselarasan bentuk dan isi
Ialah bagaimana juri menilai para pengaran dengan Pemilihan bentuk pengungkapan yangmesti disesuaikan dengan isi yang mau disampaikan. Sebab, bagaimanapun, bentuk merupakan konsekuensi artistik dari isi.

           
Martin suryajaya pun menyampaikan catatan lebih rinci mengenai 245 naskah yang sampai di tangan juri. Naskah-naskah tersebut memiliki genre yang cukup beragam. Dimulai dari fiksi ilmiah dan fantasi, fiksi sejarah, fiksi religius, juga fiksi ‘hikmah’, memoar dan otobiografi, fiksi etnografis berbagai suku di nusantara, novel gagasan, dan lain-lain. 


Naskah-naskah tersebut memang beragam, hanya saja kepengarangannya masih banyak yang perlu ditingkatkan. Walaupun ada beberapa menarik dan aspek narasi yang asyik. Naskah yang ditulis tanpa kepengrajinan tersebut, juri menjumpai beberapa hal berikut: alur yang mudah ditebak, penokohan yang terkesan monofonik dan generik, novel yang ingin polifonik tapi sebenarnya sama sekali tidak, atau deskripsi narasi yang kurang pas, serta kurang tergelincirnya dialog-dialog dalam narasi tersebut.


Terlebih lagi, juri sangat menyayangkan kepada para pengarang yang kurang memerhatikan naskah. Terlihat jelas juri menemukan naskah-naskah seperti yang tidak disunting. Entah karena terburu-buru ataupun alasan hal lainnya. Itu ialah sikap Anti-kepengrajinan yang seharusnya dimusnahkan oleh para pengarang. 


Laporan pertanggungjawaban dilanjutkan oleh Nukila Anwar. Ia menyebutkan lima naskah yang layak terbit. Berikut ialah daftarnya,


(83) Pemetik Bintang karya Venerbi Handoryo
Gagasan cerita tersebut ialah tentang medrioritas anak mua yang dipoles dengan deskrpisi yang mantap. Akan tetapi, pada penokohannya kurang beragam. Dengan tokoh-tokoh yang tergambarkan pintar semua, hal tersebut membuat pembaca merasa digurui. Novel ini terkesan seperti novel populer Barat.


(214) Tiga dalam Kayu karya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie   
Naskah tersebut ditulis dengan struktur yang baru, sehingga lebih cenderung untuk berpuisi. Motivasinya ialah feminis. Hanya saja, sering terganggu dengan gramatika yang kuran pas dalam novel tersebut. Ada beebrapa bagian yang cenderung sureal dan penggambarannya kabur serta tidak masuk akal.


(218) “Nyi Manganti” karya Dadan Sutisna.
Yang menjadi unggulan dalam naskah ini ialah ditopang oleh riset skrip naskah sunda kuno dan juga perubahan zaman. Hanya saja agak terlalu cepat bagian akhir serta elaborasi dalam setiap tokohnya kurang memadai.


 
Mbak Evi Sri Rezeki
(233) “Babad Kopi Parahyangan” karya Evi Sri Rezeki.
Sama dengan Nyi Maganti, novel ini pun dibangun oleh riset yang sangat mendalam. Bukan hanya masalah kolonialisme , tetapi juga ditambah dengan masalah etnografi dan teknologi pasundan abad 19. Sayangnya, pada bagian akhir penceritaannya terlalu terburu-buru dan terkesan mirip dengan Max Havellar


(241) “Teror Kain Kusut” karya  Irman Hidayat
Kisah dalam novel ini begitu mengalir dan dialognya pun enak dibaca.  Pendek tapi generik. Ingin polifonik tapi nyatanya monofonik.


Juara pertama (256) Orang-orang Oetimu karya Felix K. Nesi
Novel ini berlokasi di Nusa Tenggara Timur dan mengisahkan tentang suku Jawan. Bukan hanya berlokasi di bagian timur, novel ini pun diimbangi dengan kekayaan pembendaharaan kata, khususnya bahasa Tetun. Pembaca diajak untuk menelusuri bagian pertama sebelum akhirnya novel ditutup dengan kembali ke adegan tersebut. Humornya pun baik dan menitik beratkan ke kritik sosial. Penokohannya digarap secara mendetail dan melebar. Pengarang sangat menceritakan budaya, mitos, suasana, dan karakter orang timur dengan akurat karena didasari oleh riset dan pengalaman yang cukup. Dapat dikatakan, novel ini merupakan novel begenre etnografis yang sangat baik. 


Juara kedua, (164)  Anak Gembala yang Tertidur Panjang di Akhir Zaman karya  Ahmad Mustafa.
Agak berbeda dengan juara pertama, juara kedua sayembara novel ini mengisahkan tentang kaum minioritas: seorang waria, kaum Ahmadiah, dan sebagainya. Pengarang cukup berhasil dengan membawa novel ini sebagai novel yang polifonik. Sangat disayangkan, dalam novel ini penokohannya cenderung hitam putih, suatu gangguan yang membawa risiko tergelincir ke arah melodrama.


Juara Ketiga, (105) Balada Supri oleh Mochamad Nasrullah
Naskah novel ini dituturkan dengan gaya jenaka dan mengisahkan tentang keluarga lintas generasi. Alur ceritanya mengambil peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi di Indonesia. Metafora-metafora dalam naskah ini cukup menggelitik dengan dialog-dialog yang cair, sehingga membuat pembaca terkesan. Hanya saja, naskah ini terkesan atau terasa berkiblat ke One Hundred Years of Solitude.


Berdasarkan empat kriteria juri tersebut, naskah Orang-orang Oetimu memang sangat cocok keluar sebagai pemenang. Bukan hanya kecakapan bahasa Indonesianya saja yang dalam, tapi pengarang berhasil menguak bahasa daerah serta budaya yang berkembang di Timur.


Sayembara Novel DKJ 2018 benar-benar sesuai tujuan tradisionalnya, yang mana memberikan peluang bagi bakat-bakat muda yang geman dengan sastra untuk berkompetisi dan dinilai secara adil, tanpa prasangka tentang pusat-daerah, tanpa bias nama besar, dan tanpa kekhawatiran akan jaringan perkoncoan. Karena semua naskah dinilai tanpa nama penulis.


Buku Max Havelaar
Dari Minangkabau ke Parahyangan
Tokoh utama dari Babad Kopi Parahyangan adalah seorang pemuda dari Minangkabau bernama Karim yang mengembara ke pulau Jawa setelah mendengar ceritanya seorang Pelaut mengenai kopi di pulau Jawa.


Ceracau si Pelaut soal kopi di Parahyangan yang rasanya lebih enak daripada kopi yang disajikan di kampung halaman Karim, Darek membuat ia begitu bergairah untuk datang ke Parahayangan. Rasanya yang manis, asam dan gurrih serta sedikit pahit lebih menggoda bagi Karim ketimbang ngerinya tanam paksa yang diberlakukan Daendels waktu itu.


Penindasan oleh Bangsa Sendiri
Baik, kita sisihkan dulu cerita soal Daendels dan sangkut pautnya dengan Perancis itu.  


Seperti yang pernah kita tahu, nama Daendels tidak bisa lepas dari tanam paksa yang pernah terjadi dalam sejarah Indonesia. Jalan Pos yang digagas oleh Daendels pada waktu membuka sejarah kelam petani di Parahyangan  karena dipaksa harus menanam kopi, mengabaikan ladang dan sawah sendiri demi memenuhi birahi Belanda yang ingin menguasa perdagangan dunia. Pada waktu itu, mereka terbius oleh nikmatnya kopi dari rasa dan uang yang dihasilkan lewat ekspor kopi dari Indonesia, terutama yang ditanam di pulau Jawa.  


Tiba di Batavia, Karim sendirian melanjutkan perjalanan menuju Parahayangan ditemani oleh Ujang (seorang kusir sahabatnya Si Pelaut) dan bertemu denga Euis seorang mojang sunda yang geulis dengan pesona khas layaknya seorang Mojang Parahyangan. Dari Euis ini juga Karim mendapat akses untuk bekerja di perkebunan kopi dan menemukan penindasan yang dialami oleh petani kopi. 


Orangtua kita jaman dulu memanfaatkan 'jasa' careuh bulan atau luwak untuk mencuri rasa kopi yang tidak bisa dinikmati sembarang orang. Meski  harus mengais-ngais kotoran, tidak lantas mereka leluasa menikmatinya. Di sisi lain, walau para meneer ogah menjamah kotoran careuh, tidak lantas pribumi terutama terutama masyakarakat strata rendah bisa seenaknya menikmati kopi. Meminumnya adalah pelanggaran yang harus dihukum berat. 


Yang membuat perih hati bagi Karim, penindasan yang dialami oleh para petani justru lebih nyata dilakukan oleh para mandor dan para kaum priyayi dari bangsa sendiri. Kompeni lewat para kontrolier malah terkesan cuci tangan setiap terjadi  keributan dan kerusuhan. Masa bodoh dengan mereka, selama produksi kopi tetap lancar.   


Seorang Mandor bernama Satria mempunyai hubungan khusus dengan Euis yang meninggalkan kenangan pahit bagi keduanya, melibatkan ayah Euis seorang tenaga kesehatan - Mantri Darma, juga seorang petani cacah - Kang Asep, yang bekerja di perkebunan kopi itu.  Dendam kesumat yang berpilin di antara mereka dibalut dalam konflik yang apik.


Latar Budaya Sunda - Minang 
Dialog antara tokoh baik dalam bahasa Minang atau Sunda dikemas Evi dengan dialog yang ringan namun terasa nyastra. Dibanding novel Evi lainnya yang pernah saya baca (CineUs dan Twiries), Babad Kopi Parahyangan ini tampil berbeda, lebih dewasa dari sebelumnya.  


 "Apa mau kau cari Awak?" ucap Karim, suaranya ketus. Dari sorot matanya meruak bara amarah, Datang dari mana kesumat itu? Tentu Euislah yang menyiram api dalam sekam. Apakah gadis itu mempergunakan Karim demi membalaskan dendamnya? Kang Asep hanya dapat menduga-duga - halaman 201


Babad Kopi Parahyangan memotret kehidupan sosial masyarakat Sunda dan Minang pada tahun 1870an dengan tokoh utamanya Karim dan Euis dan menjadikan kopi sebagai benang merah yang mengikat konflik di sepanjang cerita.


Karakteristik orang Minang yang melekat pada Karim seperti tipikal Pengembara, berbahasa melayu yang puitis dan agamis (walau Karim pernah 'tergelincir', kelak masa lalunya ini berpengaruh bagaimana ia memperlakukan Euis). Sementara karakteristik orang Sunda akan kita temukan pada sosok Euis dan kang Asep yang berpengaruh kuat pada Karim.  


"Orang Sunda itu tidak pemalas, Rim. Tidak perlu dipaksa-paksa buat kerja. Kami hanya mengambil sesuatu dari alam secukupnya. Dan prinsip itu diputarbalikkan sedemikian rupa oleh Kompeni sehingga orang-orang memercayainya, bahkan orang Sundanya Sendiri"


Lapak Buku Saya
Narasi dari Kang Asep di atas seakan mewakili bantahan dari orang Sunda yang sudah kadung dicap malas. Saya jadi ingat cerita teman yang dinasihati ibunya jangan mau nikah sama orang Sunda  dengan alasan yang sama, pemalas. 


Sifat orang Sunda yang welas asih dan setia seperti yang digambarkan pada karakter Kang Asep dan teman-temannya di perkebunan seakan jadi cara Evi membantah cap negatif yang identik dengan orang Sunda.  Meski pun di sisi lain ada Satria yang culas dan tidak segan mengorbankan teman dan keluarga sendiri demi kepentingannya sendiri. 


Tapi seperti yang sudah saya bilang sebelumnya, motif dari Satria dilatari karena dendam dan sakit hatinya di masa lalu. Sedahsyat itu kekuatan kesumat, bisa hinggap pada siapa saja, bahkan kalau pun Satria bukan seorang pemuda Sunda.


Konflik Sosial 
Dalam satu waktu, Karim mengenal Raden Arya Kusumah Jaya, bupati pada masa itu yang mengenalkan Karim pada Max Havelaar, tokoh novel Multatuli yang dditulis oleh Douwes Dekker, seorang Belanda yang punya keprihatinan dan mengkritik pemeritahnya melalui novelnya itu.  


Struktur pemerintahan di Parahyangan pada masa itu sesungguhnya cuma akal-akalan Belanda untuk memperalat dan menciptakan peluang konflik perpecahan yang bisa terjadi.  Raden Arya Kusumah terbelit intrik kepentingan dan batinnya terkait  tanam paksa kopi, belum lagi kecemburuan pihak lain karena merasa iri dengan posisi dan kedudukan yang dimilikinya.


Transisi Antar Bab
Tapi jangan khawatir, novel ini bukan jenis novel yang berat untuk dibaca, walau terkesan cukup rumit. Evi berhasil menyajikan cerita lewat penuturan yang lincah. Dari satu bab ke bab lain akan menggelitik kita untuk terus membaca berkat fragmen mendebarkan yang selalu muncul di akhir bab.  Ini sih udah kayak candu seperti kopi, membuat kita ingin terus menyesap ceritanya, sepahit apapun itu. 


Bagian cerita antara Karim, Raden Arya dan Philip Vitalis (sahabat Raden Arya) membutuhkan kesabaran lebih eksta buat saya untuk tidak melewatkannya. Alur cerita agak datar namun membuat saya lebih paham pemikiran Douwes Dekker lewat novel Multatuli dan reaksi petinggi Belanda pada masa itu.


Membaca novel Babad Kopi Parahayangan juga bercerita kearifan lokal, bagaimana hubungan orang tua kita pada masa lalu dengan para leluhurnya. Euis dengan sesajen yang dibuatnya, dan Karim dengan silek harimaunya. 


Babad Kopi Parhayangan sukses membuat saya senang terhibur dengan alur cerita dan diksi yang digunakan Evi dalam bertutur, meski masih dibuat penasaran  antara hubungan Kenikir, Khapi dan para leluhurnya.  Ada celah masa di antara mereka dengan tokoh lainnya yang membuat kita harus sabar meraba-raba ada apa yang terjadi. 


Jadi semakin penasaran dengan kelanjutan Tetralogi Babad Kopi Parahyangan.


Sumber Rujukan:
Novel Babad Kopi Parahyangan
http://www.bengkelsastra(dot)com/2018/12/novel-etnografis-menjadi-primadona(dot)html
https://www(dot)resensiefi(dot)my(dot)id/2020/03/babad-kopi-parahyangan-pahitnya-sejarah(dot)html