Friday, June 26, 2015

PENYAKIT JIWA MASAL



PENYAKIT JIWA MASAL


)*Ali Ahsan Al-Haris


Melihat kondisi sekeliling ini serasa membuatku tertawa selalu, memang dunia ini penuh dengan kelucuan. Ada senior yang selalu merasa paling benar, anti kritik dan tak mau mendengarkan saran dari juniornya. Dosen yang sok-sok menjadi palin rajin dan merasa paling benar bahwa penelitianya menjadi tonggak sejarah keilmuwan modern. Teman yang selalu meng-klaim bahwa semua yang berpengaruh adalah hasil ciri payahnya. Mungkin yang terbaru kualami adalah seorang sosok keluarga yang tak mau mengerti mengapa adiknya menjadi seperti sosok yang tak karuan polahnya (tingkah) dan cenderung terbelenggu dengan pemikirinya sendiri.

Ada fase dimana tulisan ini tiba-tiba hilang dari kata humanism, atau mungkin lebih tepatnya hengkang dari sifat humanis yang katanya menjadi kosmo kehidupan. Pengaruh lingkungan yang kualami akhir-akhir ini membuatku cenderung berfikir non humanis. Buat apa, terkadang aku merasa percuma memikirkan orang-orang di sekelilingku. Berbicara definisi diri, aku cenderung emosi dan tak mau tahu tentang permasalahan teman-teman (sebut saja lingkungan).

Aku lebih senang seperti ini, menulis tanpa ada judul dan tema yang saklek. Ya, aku rasa ini merdeka. Aku bebas menulis apa yang ingin kutulis, tanpa harus ada sebuah silabus yang menuntun tulisan ini mudah untuk di baca para user. Sedikit saya bocorkan, kondisi bangsa ini sudah amburadul penuh dengan kemunafikan. Presiden asu, Dewan-dewan yang berwatak tai asu tak mungkin aku percaya lagi. Apalagi ? media masaa !! ini sama buruknya dengan TAI kalian.  Bayangkan saja tulisan yang sedang kalian baca ini aku sengaja untuk mencari bahan tulisan. Padahal aku menulis ini kan karena aku ingin menulis saja, bahanya dari realitas empiris kehidupan. Bukan seperti wartawan atau para redaktur yang sengaja mencari berita. Tolong di bedakan membuat berita dan mencari berita. Aku harap kalian faham, sungguh.

Sebentar, saya mulai bingung dengan apa yang kutulis. Sembari saya mencari ide coba kita berpindah ke lain topic. Apakah kalian sering berdiskusi, membaca buku atau menghadiri semacam pengajian, obrolan warung kopi yang biasa kita sebut obrolan tak bertuan. Ya, saya yakin forum-forum formal maupun non formal tersebut banyak membahas permasalahan pelontar masalah. Maksud saya, harapan besarku kalian itu tulis dan publish. Jadilah wartawan untuk diri kalian sendiri. Saya berikan contoh, saat kalian sedang ngopi atau diskusi. Saya yakin ada beberapa point penting yang kalian tangkap dan fahami, nakh itu bisa kalian perdalam dan kaji se-komprehensif mungkin lalu cobalah kalian buat semacam tulisan. Bisa kalian publis di Personal Mesaage BBM, Blog, Web, kalian buat semacam meme yang pasti akan di baca oleh khayalak umum.

Ini bukan masalah eksistensi coy, tapi ini terkait pendidikan politik, budaya, sosial ekonomi ke masyarakat Indonesia yagng hari ini sedang kena penyakit jiwa masal (Bahasa ini saya pinjam dari salah satu pendiri jamaah Ma’iyah). Kalau kita bisa rutin maka ini sama halnya dengan penyembuhan penyakit jiwa masaal.

Kerono ibu, wong kang welas asih, tanpa pamrih marang poro putro, kanggo ngebekti uripe, paring dungo lan ngelmu, kanggo sangu wiwit lahir, utuh tresna neng putro, lan paring pitulung, mugi pikantuk kamulyan, dalan padhang gampang laku jembar ati, ojo nganthi kesasar.

Apa hubunganya paragraf di atas dengan penyakit jiwa massal ? saya jelaskan sedikit, opini adalah sebuah pemikiran yang berangkay dari pengalaman, renungan atau kebenaran yang bersifat pribadi dan cenderung di pengaruhi oleh lingkungan (menurutku). Paragraph bernada jawa itu adalah puisi “Ibunda –karangan Umbu Landu Paranggi” yang di aransemen dengan syair dhandhangggula. Puisi tersebut menceritakan bahwa perjuangan seorang ibu yang sangat luar biasa tersebut tak bisa diremehkan dan dibalas oleh siapapun kecuali cinta dan kasih sayang para anak-anaknya.

PENDIDIKAN KARAKTER (SALAHKAH)



PENDIDIKAN KARAKTER (SALAHKAH)

-Ali Ahsan Al-Haris-

Apakah kalian berasal dari keluarga yang lengkap, dalam arti orangtua kalian lengkap. Ya, saya rasa hal ini akan berpengaruh kepada pendidikan dini seorang anak. Kalau kalian tahu, banyak dari teman saya yang semasa kecil sudah kehilangan salah satu dari orangtuanya. Lantas apakah hal ini berpengaruh terhadap pendidikan non formalnya, dalam arti keluarga ? sedikit banyak iya.

Tulisan ini bukan bermaksud untuk menghakimi atau  membenarkan suatu teori. Sedikit saya singgung. Biasa kita temui dalam kepenulisan ilmiah latar belakang akan berlanjut pada suatu studi kasus, namun tulisan ini akan membedakan itu semua. Studi kasus yang saya alami dan amati akan menjadi latar belakang mengapa tulisan ini layak untuk kalian baca. Terlebih lagi jika di diskusikan.

Kembali ke topik. Saya tak membenarkan kalau seorang anak lahir dari keluarga yang lengkap akan menentukan pendidikan karakter seorang anak. Banyak kita temui sifat orang tua yang cenderung egois atau rendah hati pasti tertiru oleh anaknya, sesuai peribahasa  buah tak jatuh dari pohonya. Entah salah siapa atau memang tak faham dari awal, orangtua mana yang tak ingin anaknya menjadi baik, berkarakter dan bersifat baik. Ini semua ujungnya hanya menjadi angan semata. Padahal bisa kan kalau orangtua menyadari terlebih dahulu kalau dia memiliki sifat yang cenderung kurang baik untuk di tiru oleh anaknya. Harapanya hal ini tidak di ajarkan ke anaknya, sungguh.

Apakah ini masalah gen !! bisa jadi benar, dan saya mengamini hal itu. Toh hal ini sudah terbukti secara ilmiah pula. Namun apakah kita menyerah dengan hal ini. Saya rasa tidak.  Kalau kalian menjadi anak pertama, mungkin aku takan menyalahkan hal ini. Karena kalian belum memiliki sosok kakak untuk membimbing kalian. Yang ada pendidikan itu langsug bersumber dari orangtua, tampa kita menyaring terlebih dahulu apakah itu baik untuk kita interpretasikan atau tidak.

Aku rasa kalian bingung dengan apa yang saya tulis, tapi jadilah pembaca yang mencoba menghargai saran orang lain. Kalau kalaian tidak bias, maka jadilah penulis yang baik; jangan seperti diriku yang gaya penulisanya tak baik ini.

Saya Ceritakan Padamu Salah Satu Mimpiku



Saya Ceritakan Padamu Salah Satu Mimpiku
-Ali Ahsan Al-Haris-

Aktifitas membaca buku, Koran, majalah bahkan sekedar menonton film-film dengan genre yang berbeda setiap orangya membuat arti perbedaan itu serasa semakin indah. Bisa dibilang diversivitas keilmuwan dan ancangan wacana setiap orang yang menggeluti bidang tersebut menjadi semakin bermakna ketika berada dalam satu forum untuk sekedar sharing dan ngobrol gak jelas.

Ada seorang kawan saya yang kerjaanya hanya menonton film action, lebih dikerucut dalam genre peperangan antar suku, negara, konspirasi, mafia dan flashback suatu negara dalam memperjuangakan kemerdekaanya. Kawan saya tersebut dapat bercerita panjang lebar bagaimana strategi suatu kelompok atau negara dalam memenangkan peperangan tersebut, dia bahkan sampai tahu apa pesan yang benar-benar substantive penulis scenario sampaikan. Hal inilah yang membuat kawan saya memiliki nilai lebih dalam pengamatan visualisasi. Saya bilang seperti ini karena dia bukan sekedar menonton, tapi dia belajar dan mengkritisi atas apa yang telah ia tonton.

Dunia baca, banyak kawan saya yang suka membaca –terlepas jenis bacaan apa yang ia baca, saya rasa hal ini juga membuat pribadiku tergeletik. Saya merasa dunia baca berbeda dengan dunia menonton seperti yang saya ceritakan diatas. Aku tersadar bahwa selain menonton film, hasil membaca juga dapat mempengaruhi kepribadian seseorang. Hal ini bisa benar dan bisa juga salah, namun bagi pembaca blog saya yang sudah mengalami hal ini akan mengatakan bahwa semua ini hampir benar. Pernah saya mendapatkan cerita dari teman saya bernama Miftah, dia bercerita tentang seorang temanya yang bernama dimas, -Miftah bercerita saat Dimas selesai membaca sebuah buku yang saya sendiri lupa apa judulnya- , Dimas serasa ingin berkepribadian moderat dan tak mau menjadi manusia yang kompromi. Hal ini sedikit membuktikan bahwasanya dunia baca dapat mempengaruhi kepribadian seseorang.

Oh iya, sedikiti menyinggung. Apakah kalian tahu hutan ? saya rasa anda pasti tahu. Apakah pembaca tahu ekosistem ? –jujur saya berkeinginan untuk membuat sebuah perpustakaan atau ruang baca dengan tata ruang berada di dalam ruangan akan tetapi banyak pohonya. Kalau pembaca masih bingung dengan apa yang ada difikiran saya, bayangkan saja saya memiki sebuah halaman belakang yang cukup luas, di halaman tersebut terdapat banyak pohon namun keberadaanya tidak terlalu menganggu aktifitas, banyak rumput yang tertata rapi, ada air mancur dan kolam ikan hiasnya; nakh disitupula akan ada beberapa kursi dan meja kecil serta rak-rak buku dengan koleksi minimal 200.000 buku yang saya miliki. Bebas siapa yang mau membaca, mereka akan bebas berekspresi mau membaca dengan gaya seperti apa.

Ini kan bicara soal mimpi, nakh perlu pembaca ketahui, salah satu mimpi saya ya Garden Library itu. Aku sering tertawa sendiri jikalau membayangkan hal tersebut memang ada. Karena akan bagus saat aku melihat para tamuku membaca buku sembari bersandar pada sebuah pohon, membaca sambil memberi makan ikan, membaca sambil menyeruput kopi dan merokok di dukung pemandangan yang rindang.

Mimpi tersebut bukan berarti aku adalah maniak perpustakaan yang sering keluar masuk perpustakaan untuk membaca atau meminjam buku. Memang saya akui aktifitas di perpustakaan pernah saya alami. Seingat saya pernah menjadi anggota perpustakaan pada SMP kelas 1, itupun karena paksaan dari guru Bahasa Indonesia saya, namunn saya sadari berawal dari paksaan guru saya malah menjadi sebuah kebutuhan kalau sehari tidak membaca bagaikan ada yang kurang dalam hidupku. Selain membaca, perpustakaan SMP menjadi tujuan utamaku saat aku tidak memiliki uang jajan, memang aku di kasih oleh ibu saya; akan tetapi hobiku yang sering ke warnet dan menyewa komik Naruto membuatku harus mengirit uang saku.

Pada saat saya SMK terhitung menjadi anggota Perpustakaan pada saat saya Kelas 2, kenapa tidak pada saat kelas 1 saja saya menjadi anggota karena pada saat saya kelas 1 sudah menjadi anggota Perpustakaan Daerah Kabupaten Jepara. Di perpusda koleksinya lebih banyak, saya banyak membaca sejarah-sejarah Orde Baru dan Orde Lama. Namun karena saya menyadari tidak adanya bacaan yang menunjang keilmuwanku dibidang Teknologi Pengolahan Ikan maka saya gabung menjadi anggota perpustakaan seolahku.

Nakh, saat menjadi mahasiswa saya terhitung menjadi anggota perpustakaan kampus saat saya semester 5, hal ini berangkat karena awal semester saya masih kos dan bulanan lumayan banyak sehingga lebih memilih membelanjakan uang bulanan saya untuk membeli buku yang saya suka. Jelas karena Kota Malang yang banyak menjual buku-buku murah dan koleksinya yang sangat banyak menjadikanku surga membaca. Sampai sekarang tak banyak koleksi yang saya punya, namun secara manfaat saya merasakan lebih dan ini adalah hal yang sangat luar biasa.

Pada saat saya semester 7, saya pindah kontrakan. Karena bulanan yang tak tentu dan sering habis maka dari itu pula saya sering maen ke perpustakaan. Disamping aku tetap dapat membaca buku juga irit uang.

Kembali ke pokok cerita, selayang pandang tentang diriku di dunia perpustakaan yang tidak terlalu istimewa membuatku bermimpi untuk memiliki perpustakaan atau ruang baca sendiri, hal ini dapat dimanfaatkan oleh warga sekitar rumahku. Betapa senangnya saat hobimu di gandrungi dan bermanfaat bagi orang lain.
Saya rasa cukup, semoga cerita singkat tersebut dapat menginspirasi pembaca, entah.

Salam hangat dari saya, Ali Ahsan Al-Haris
Behind the Gun @aliahsanID

Thursday, June 25, 2015

Ali Syariati (Sebuah Catatan Kecil)



-Ali Syariati-
(Aku Tidak Mengenal Dia, Tapi Aku Mengenal Pemikiranya).

)*Ali Ahsan Al-Haris

Ali Syariati Sedang Berpose (Sumber Gambar: Leviyamani)
Ali Syariati adalah salah seorang tokoh yang membantu perjuangan Imam Khomeini dalam menjatuhkan rezim Syah Iran yang lalim, untuk menegakkan kebenaran dan keadilan menurut ajaran Islam. Doktor sastra lulusan Universitas Sorbonne Prancis ini berjuang tak kenal lelah dan takut. Selama hidupnya, ia mengabdikan dirinya untuk membangunkan masyarakat Islam Iran dari belenggu kezaliman. Pikiran-pikiran dalam ceramahnya telah membuat para pemuda dan mahasiswa Iran tergugah semangatnya untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan.

Syariati, anak pertama Muhammad Taqi dan Zahra, lahir pada 24 November 1933, bertepatan dengan periode ketika ayahnya menyelesaikan studi keagamaan dasarnya dan mulai mengajar di sebuah sekolah dasar, Syerafat. Ali lahir dalam keluarga terhormat. Dalam keluarga ini, ritual dan ritus keagamaan ditunaikan dengan seksama.

Pada masa kanak-kanak, ketika teman-temannya asik bermain, Syariati asik membaca buku-buku sastra seperti Les Miserable karya Victor Hugo. Kegemaran ini terus berlanjut hingga masa remajanya. Sejak tahun pertamanya di sekolah menengah atas, ia senang membaca buku-buku filsafat, sastra, syair, ilmu sosial, dan studi keagamaan di perpustkaan pribadi ayahnya yang memiliki koleksi 2000 buku kegemarannya inilah yang membuat ia jarang bermain dengan teman-teman sebayanya.

Pada 1955, Syariati masuk Fakultas Sastra Universitas Masyhad yang baru saja diresmikan. Selama di universitas, sekalipun menghadapi persoalan administrative akibat pekerjaan resminya sebagai guru full-time, Syariati paling tinggi peringkatnya di kelas. Bakat, pengetahuan, dan kegemarannya kepada sastra menjadikannya populer di kalangan mahasiswa.

Di universitas, Syariati bertemu Puran-e Syariat Razavi, yang kemudian menjadi istrinya. Karena prestasi akademisnya di universitas itu, dia mendapat beasiswa untuk melanjutkan studi ke luar negeri. Pada April 1959, Syariati pergi ke Paris sendirian. Istri dan putranya yang baru lahir, bernama Ehsan, menyusulnya setahun kemudian.

Selama di Paris, Syariati berkenalan dengan karya-karya dan gagasan-gagasan baru yang mencerahkan, yang mempengaruhi pandangan hidup dan wawasannya mengenai dunia. Dia mengikuti kuliah-kuliah para akademisi, filsuf, penyair, militan, dan membaca karya-karya mereka, terkadang bertukar pikiran dengan mereka, serta mengamati karya-karya seniman dan pemahat. Dari masin-masing mereka, Syariati mendapat sesuatu, dan kemudian mengaku berutang budi kepada mereka. Di sinilah Syariati berkenalan dengan banyak tokoh intelektual Barat, antara lain Louis Massignon yang begitu dihormatinya, Frantz Fanon, Jacques Berque, dan lain-lain.

Pribadi Syariati penuh dengan semangat perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan. Walaupun tidak berada di Iran, ia tetap berjuang menentang rezim Iran. Antara 1962 dan 1963, waktu Syariati tampaknya habis tersita untuk aktivitas politik dan jurnalistiknya.

Setelah meraih gelar doktornya pada 1963, setahun kemudian syariati dan keluarganya kembali ke Masyhad, Iran. Di sini, ia mengajar di sekolah menengah atas. Pada 1965, dia bekerja di Pusat Penelitian Kementerian Pendidikan di Teheran. Kemudian pada 1967, Ali Syariati mulai mengajar di Universitas Masyhad. Inilah awal kontaknya dengan mahasiswa-mahasiswa Iran. Universitas Masyhad yang relative tenang dan teduh, segera saja semarak. Kelas Syariati tak lama kemudian menjadi kelas favorit. Gaya orator Syariati yang memukau, memikat audiens, memperkuat isi kuliahnya yang membangkitkan orang untuk berpikir.
 
Salah Satu Buku Karya Syariati. (Sumber Gambar: Bukalapak)
Sejak juni 1971, Syariati meninggalkan pekerjaan mengajarnya di Universitas Masyhad, lalu dikirim ke Teheran. Ia bekerja keras untuk menjadikan Hosseiniyeh Ersyad menjadi sebuah “Universitas Islam” radikal yang modernis.

Namun 12 Juni 2012 syariati ditemukan meninggal dunia di apartemenya, akan tetapi menurut buku biografi Ali Syariati yang dikarang oleh Ali Rahnema , Syariati dikabarkan meninggal di rumah sakit Southampton Inggris akibat serangan jatung. Akan tetapi banyak pihak termasuk saya yang beranggapan bahwa syariati meninggal karena dibunuh oleh sebuah agen rahasia Iran, SAVAK.karena wajar saja pada saat itu adalah rezim Shah Reza Pahlevi dan gagasan syariati yang anti feodalisme maupun antipemerintahan membuatnya dibunuh.

Terlepas kabar tersebut benar atau tidak sampai sekarangpun belum ada bukti yang saya temui, semoga saja pemikir modernis islam yang handal ini diterima di sisi Allah SWT atas jasa-jasa pemikiranya yang melawan pemerintah lalim dan subversive.


Salam hangat dari saya, Ali Ahsan Al-Haris.
Jadikanlah membaca sebagai budaya anda.
#AliSyariati