Saturday, June 6, 2020

Resensi Novel Ibu Tercinta (Please Look After Mom)


Resensi Novel Ibu Tercinta (Please Look After Mom)


Judul   : Ibu Tercinta/ Please Look After Mom
Penulis : Kyung-Sook Shin
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama (Cetakan ke-5, Februari 2020)
Jumlah Halaman: 296 hlm
ISBN   : 9786020315409


"Ibu Tercinta" menceritakan tentang kisah sebuah keluarga kecil di Korea Selatan yang kelihangan ibu mereka di Stasiun Seoul. Kisah di awali dengan menghilangnya sang ibu setelah tertinggal kereta yang menuju kota tempat anaknya tinggal. Buku ini menceritakan proses pencarian sang ibu oleh anak-anaknya yang telah dewasa dan memiliki kehidupannya masing-masing. 


Jual Buku Baru & Bekas Cek Instagram Pedagang Kampung
Setiap usaha pencarian sang ibu membawa anak-anaknya kepada pertanyaan-pertanyaan yang tidak mereka sadari sebelumnya, yaitu seperti apa ibu mereka sebenarnya, apa yang ibu dambakan, apa yang ibu rasakan selama ini, dan bagaimana ibu menjalani hidup sampai saat ini. Semua itu muncul setelah ibu mereka hilang dan tidak diketahui keberadaannya.


"Kau tidak lagi bisa berkata bahwa kau mengenal ibumu sepenuhnya." (hal. 34)


Buku ini terbagi menjadi 5 bagian, dimana setiap bagian menggunakan sudut pandang yang berbeda-beda. Pembaca diminta untuk berkonsentrasi penuh saat membaca buku ini karena penulis menggunakan sudut pandang dan alur cerita yang berubah-ubah. Kyung-Sook Shin berusaha untuk menggambarkan sosok sang ibu di mata setiap anaknya. Setiap tokoh di dalam cerita menggambarkan sosok ibu mereka berbeda-beda satu sama lain. 


Ada yang merasa ibu mereka pilih kasih dan lebih menyanyangi anak sulung, ada yang berpikir bahwa tingkah laku ibu mereka kadang-kadang aneh dan tidak masuk akal. Satu bagian di dalam buku ini menceritakan sang suami yang tidak pernah memberikan perhatian dan cintanya kepada sang istri sejak menikah sampai sang istri menghilang di Seoul. Keluarga itu merasa hancur dan kehilangan jantung mereka, karena jantung keluarga mereka adalah sang ibu. 


Sosok ibu yang khawatir apabila salah satu anaknya tidak bisa dihubungi selama beberap jam, sosok ibu yang membawa makanan dan lauk pauk khas Korea Selatan setiap kali mengunjungi anak-anaknya di Seoul, sosok ibu yang tidak pernah memikirkan apa yang diinginkannya, sosok ibu yang mendambakan putranya menjadi jaksa, dan sosok istri yang selalu bersabar saat sang suami pergi dari rumah dengan wanita lain saat musim semi dan baru kembali di musim dingin. Sang ibu di keluarga ini adalah segalanya.


"Kau tidak pernah bertanya-tanya,'Sukakah Ibu berada di dapur?'" (hal. 69)


Melalui "Ibu Tercinta" Kyung-Sook Shin menjelaskan kepada dunia satu sosok yang selama ini sering terlupakan oleh banyak orang. Sosok yang senantiasa berada disamping kita, namun tidak kita sadari keberadaannya. Sebagian besar orang tidak pernah memikirkan, apa yang ibunya inginkan, apa yang ibunya impikan selama ini, apakah semua impiannya sudah terkabul. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu tidak ada yang mengetahuinya selain sang ibu sendiri. 


Buku ini mengajak kita (re:para pembaca) untuk berusaha lebih memahami isi hati sang ibu, yang selalu ada untuk keluarganya, selalu ada untuk anak dan suaminya. Buku sangat saya sarankan untuk dibaca, bahkan bisa dihadiahkan untuk keluarga Anda. Salah satu karya terbaik dari sastrawan Korea Selatan yang telah mendapatkan Manhae Literature Prize, Dong-in Literature Pirze, Yi-Sang Literary Prize serta Prix de l'Inapercu Prize dari Perancis.

Febriesa Tri Nugroho

Resensi Novel Bumi Tere Liye


Resensi Novel Bumi Tere Liye


Judul Buku: Bumi
Jenis Buku: Novel
Penulis: Tere Liye
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 978-602-03-0112-9
Tahun Terbit: Januari 2014
Tebal: 440 halaman


SINOPSIS
Novel Bumi karya Tere Liye ini menceritakan tentang seorang anak perempuan yang berumur 15 tahun bernama Raib. Sejak kecil ia sudah mempunyai sebuah rahasia, yaitu kekuatan untuk bisa menghilang. Dengan cara menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan dan seketika ia menghilang. Awalnya Raib tidak mengerti mengapa ia bisa menghilang, hingga akhirnya Tamus datang menghampirinya. Tamus adalah orang dari dunia lain yang mengirim si Putih dan si Hitam ke rumah Raib. Si Hitam ternyata adalah suruhan Tamus untuk mengawasi Raib sejak kecil. Dan si Hitam pun juga tidak terlihat dengan orang lain kecuali Raib.

Jual Buku Bekas & Baru Cek di Instagram Pedagang Kampung



Petualangan ini di mulai ketika Raib, Seli, dan Ali masuk ke aula sekolah. Di tempat itu, mereka di hadang oleh Tamus dan anak buahnya. Namun, mereka berhasil lolos dari Tamus karena bantuan dari guru mereka yaitu Miss Selena. Novel ini menjelaskan bahwa di cerita ini ada empat dunia berbeda. Yaitu Bumi, Bulan, Matahari, dan Bintang. Mereka hidup di tempat yang sama, namun saling menyibukkan diri di dunia masing-masing sehingga mereka tidak bersentuhan sama sekali.


Setelah lolos dari kejaran Tamus, Raib dan kawan-kawan tiba di sebuah rumah dengan kota yang tidak mereka kenali. Hingga pada akhirnya mereka bertemu dengan pemilik rumah yang bernama Ilo. Ilo mempunyai istri bernama Vey dan dua orang anak bernama Ily dan Ou. Keluarga ini banyak membantu Raib dan kawan-kawan dalam menjalankan petualangannya.


KELEBIHAN
Dari segi bahasa, Tere Liye menggunakan bahasa yang sangat mudah dimengerti semua kalangan. Ia juga dapat dengan sangat jelas dan nyata memaparkan suasana yang ada di dalam adegan tertentu.


Alur cerita tidak tertebak, mengundang pembaca untuk mencari tahu lebih banyak dan lebih dalam mengenai rahasia-rahaisa yang kian banyak terungkap seirnging dengan perjalanan.


Tere Liye dalam buku bumi ini telah menciptakan begitu banyak karakter unik. Setiap karakter begitu berbeda dan memiliki karakterisasi yang dikembangkan secara mendetail. memberikan tempat bagi para pembaca untuk menemukan diri mereka mirip dengan salah satu karakter buku ini. 


KEKURANGAN
Tentunya buku ini juga memilki kekurangan yaitu tebalnya buku ini membuat pembaca pemula malas untuk membaca buku ini. Namun, selain itu saya tidak menemukan kekurangan lain buku ini.


PESAN MORAL
Pesan moral yang ingin disampaikan buku ini adalah ketika dalam kondisi terpaksa dan serba terdesak, disitulah kita akan menemukan kelebihan- kelebihan yang kita punya. Dibalik kondisi yang menghimpit, ada potensi yang siap melejit. Selain itu, buku ini juga ingin mengajak pembaca untuk menemukan bakat-bakat terpendamnya dan mengasahnya melalui kerja keras. Buku ini juga membawa banyak unsur kekeluargaan dan pertemanan yang saling mendukung dan erat.


Saya merekomendasikan buku ini untuk semua kalangan, namun diutamakan untuk anak-anak di kalangan SD hingga SMP.


PERBANDINGAN
Selain buku "Bumi", Tere Liyejuga menulis buku lain berjudul "Pulang". Saya secara personal lebih menyukai buku "Pulang" karena mengandung lebih banyak kejadian yang realistis dan relevan. Saya juga lebih memilih buku ini karena lebih dewasa dan kompleks. Buku ini juga lebih padat aksi, dimana buku "Bumi" banyak mengandung adegan berdiskusi dan percakapan antara tokoh. Saya merekomendasikan buku ini bagi para pencinta aksi.


"Ketahuilah, sumber kekuatan terbaik adalah yang sering disebut dengan tekad, kehendak. Jutaan tahun usia planet ini, ribuan tahun kehidupan tiba di dunia ini. Semua mencoba bertahan hidup. Maka kehendak yang besar bahkan lebih besar bahkan lebih kuat dibandingkan kekuatan itu sendiri."

 Tere Liye, Bumi


Friday, May 29, 2020

Resensi Buku Menjerat Gus Dur


Resensi Buku Menjerat Gus Dur


Judul Buku       : Menjerat Gus Dur
Penulis             : Virdika Rizky Utama
Penerbit           : NUmedia Digital Indonesia
Tahun terbit    : Desember 2019
Tebal               : xxi+376 hlm.
Ukuran kertas : 17,6 × 25 cm.


Sepak terjang Gus Dur ada di beberapa titik. Untuk itu, tidak aneh apabila Gus Dur lebih sering menjadi sumber kontroversial di tengah-tengah kita. Hal tersebut tidak lain karena yang dijadikan pertimbangannya begitu kompleks. Di sini mengapa Gus Dur terlihat melangkah lebih maju dari yang lainnya.


Buku bisa di beli di Instagram "Pedagang Kampung"
Buku “Menjerat Gus Dur” yang ditulis oleh Virdika Rizky Utama adalah serpihan sejarah, terlebih yang berkaitan dengan pelengseran Gus Dur dari kursi presiden. Di samping itu, dalam buku tersebut terlebih digambarkan bagaimana kondisi negara dan pemerintahan pra-Gus Dur. Hal tersebut sangatlah penting, supaya dalam membaca kita tidak terputus dari variabel utamanya.


Pelengseran Gus Dur, dalam paparan Virdi, dibidik tidak hanya dalam satu sisi. Ketika Soekarno dan Soeharto dilengserkan dengan pertimbangan dekadensi legitimasi, yakni politik, ekonomi, dan moral, hal yang sama juga yang menjadi bidikan pembicaraan dalam buku ini dalam upaya pelengseran Gus Dur pada waktu itu. Yang menguatkan kualitas sebagai buku sejarah, buku ini didasarkan atas sebuah dokumen penting yang berhasil ditemukan Virdi dengan tidak sengaja alias kebetulan.


Buloggate dan Bruneigate digoreng untuk menurunkan reputasi Gus Dur dari sisi moral. Untuk itu dibangunlah narasi pada waktu itu, “bagaimana bisa seorang presiden ingin membersihkan KKN, namun terindikasi atau terlibat dugaan korupsi” (h. 9). Tuduhan bahwa Gus Dur tidak berpihak kepada umat Islam juga menambah tumpukan serangan bahwa Gus Dur sudah mengalami dekadensi legitimasi.


Pada bab I, dijelaskan bagaimana Orde Baru dan kondisi masyarakat pada masa kepemimpinan Soeharto. Sebagai titik balik dari kebijakan Soekarno, Soeharto dalam memimpin Indonesia menggunakan paradigma “ekonomi sebagai panglima” dari yang sebelumnya “politik sebagai panglima” (h. 11).


Karena Soeharto membuat sistem ekonomi ditangan pasar dengan mekanisme favoritisme, blokade pasar dengan kekuasaan serta mekanisme pasar yang digunakan oleh pengusaha dan penguasa demi keuntungan yang sebesar-besarnya, sehingga bukan pemerataan ekonomi yang terjadi melainkan oligarki yang semakin menguat dan membumi. Selanjutnya dapat diperhatikan bagaimana bisnis Soeharto dan keluarganya berkembang pada masa itu.


Sementara Islam politik pada masa Orba mengalami pasang surut, meskipun pada akhirnya dibentuklah ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) sebagai simbol kepedulian pemerintah kepada Islam. Dalam hal ini, Gus Dur menolak untuk bergabung dan menjadi bagian dari organisasi ini.


Bab I, diakhiri dengan lengsernya Soeharto pada 21 Mei 1998 dengan kekacauan dan gonjang-ganjingnya. Namun yang menarik, dalam buku ini justru disebutkan, bahwa turunnya Soeharto pada waktu itu bukan karena mendengar suara mahasiswa, melainkan koalisi yang dibangunnya menarik dukungannya pada 20 Mei 1998 (h. 48).


Pada bab 2 dijelaskan pemerintahan pada masa BJ Habibie dengan susunan kabinet dan polemik serta usaha-usahanya.


Sedangkan pada bab 3 mengulas tentang sejarah penting bagaimana Indonesia melakukan pesta demokrasi yang pertama sebagai bagian dari buah reformasi 1998. Yang menjadi permasalah utama pada pemilu 1999 adalah kebutuhan UU yang memberi jaminan bagi keberlangsungan pemilu yang demokratis dan pelaksanaan pemilu yang diagendakan oleh MPR maksimal pada bulan Juni 1999.


Dengan berbagai lika-liku yang panas dan tidak mudah yang dipaparkan oleh Virdi, akhirnya Gus Dur berhasil memenangi pemilu dengan perolehan suara 374, sementara Megawati 313. Hasil ini membuat megawati berdiam seribu bahasa karena merasa dipermalukan. “Pokoknya saya tidak mau dipermalukan”, begitulah komentar Megawati ketika Saifullah Yusuf menanyakan kesediaan Megawati untuk menjadi Wakil presiden (103).


“Kita harus mempertahankan keutuhan negara kita dihadapan negara lain yang terkadang menganggap ringan perasaan dan harga diri kita. Ini bukan tugas ringan, ini tugas berat. Apalagi karena kita sedang didera oleh perbedaan paham yang besar oleh longgarnya ikatan-ikatan bangsa”, begitu komentar Gus Dur setelah mengucapkan sumpah presiden (h. 107). Pembahasan ini masuk dalam bab 4 dalam buku Menjerat Gus Dur.


Menurut Virdi langkah reformasi belum terjadi pada masa pemerintahan Habibie. Gus Dur melakukan langkah-langkah reformasi pertama kali dengan membina orang-orang yang dipercaya untuk mengawasi reformasi dan pengelolaan negara (h. 145). Departemen yang dinilai merugikan masyarakat dan menjadi lumbung korupsi satu demi satu dibubarkan. Diantara yang dibubarkan adalah Departemen Penerangan (Deppen), Departemen Sosial (Depsos), dan mengurangi kekuasaan Setneg.


Meskipun ia akhirnya mendapat serangan, Gus Dur tetap kekeh dengan pandangannya bahwa pemerintah sebaiknya tidak terlalu banyak campur tangan dalam urusan masyarakat (h. 146). Menjalankan amanat reformasi tidaklah mudah. Gus Dur bahkan ketika berkeinginan untuk membubarkan TAP MPR No. XXV/1966 tentang pelarangan ajaran Marxisme-Leninisme, Gus Dur sampai dituduh sebagai bagian dari persekongkolan dengan komunisme (h. 146).


Awal kegaduhan hingga dilengserkannya Gus Dur bermula dari pemecatannya terhadap Jusuf Kalla (Menteri Perdagangan dan Perindustrian) dari Partai Golkar dan Laksamana Sukardi (Menteri BUMN) dari PDI-P. Bahkan Gus Dur menyodorkan bukti korupsi Jusuf Kalla kepada Akbar Tandjung setebal 400 halaman (h. 149).


Akibat pemecatan ini dan berlanjut dengan pembahasan munculnya 40 nama-nama musuh Gus Dur dengan tugasnya masing-masing membuat buku Virdi ini tambah menarik untuk ditelusuri lebih lanjut. Mereka diantaranya adalah Fuad Bawazier (mantan Menteri keuangan), Arifin Panigoro (Ketua Fraksi PDI-P di DPR), M. Jusuf Kalla (Bukaka), Amien Rais (Partai Amanat Nasional), Akbar Tandjung (Golkar), Eggi Sudjana (Ketua Umum PPMI), Dawam Rahardjo (Rektor Unisma, Bekasi), Wiranto (mantan Menko Polkam), Feisal Tanjung (mantan Panglima ABRI), dll.


Kurang lebih, dalam analisis Virdi, ada empat kelompok yang menurunkan reputasi kepresidenan Gus Dur, yakni kelompok yang kecewa karena kalah dalam pemilihan presiden, sisa-sisa Orba, Poros Tengah, dan TNI (h. 155).


Pada bab 5, Buloggate dan Bruneigate menjadi pembahasan yang menarik dan menjelaskan bukti sejarah yang semestinya. Kedua isu ini, sebagaimana kita ketahui, menjadi senjata untuk menurunkan reputasi Gus Dur. Kata kunci untuk mengurai masalah Buloggate ada dalam sosok Suwondo, mantan tukang pijat Soeharto dan pernah memijat Gus Dur juga. Virdi menyebut, “tidak ada indikasi bahwa ada hubungan antara Gus Dur atau keluarganya dengan Suwondo. Namun, musuh politik Gus Dur bersikeras menuduh Gus Dur terlibat dalam masalah ini” (h. 160).


Dalam sub bab tentang Dokumen Perencanaan, Virdi menyebutkan bahwa para elit politik melakukan rapat yang dilatarbelakangi dipecatnya Laksamana Sukardi dan Jusuf Kalla. Bahkan rapat tersebut membicarakan kemungkinan-kemungkinan untuk menjatuhkan Gus Dur, mengangkat Megawati menjadi presiden, dan kemungkinan serangan para pendukung Gus Dur.


Dalam upaya pelengseran Gus Dur, dari berbagai lini melakukan tugasnya masing-masing. Dalam buku ini, sangat mencengangkan memang membacanya, sebab tercatat nama-nama yang sepertinya tidak mungkin. Nama-nama itu ditulis dengan jelas.


Desakan agar Gus Dur mundur, sebagaimana disampaikan oleh Akbar Tandjung, adalah sesuatu yang wajar dalam negara demokrasi, selama masih dalam koridor demokrasi (h. 203).


Yang menyayangkan adalah konflik pada waktu itu tidak mempunyai manfaat sama sekali bagi negara dan demokrasi. Virdi menyebutkan bahwa konflik mereka hanya antagonis semata dan tidak ada manfaatnya, khususnya bagi peningkatan kualitas demokrasi (h. 212).


Pada bab 6 dibahas tentang penuntutan kepada Soeharto dan keluarganya. Habibie gagal untuk mengusut Soeharto. Inpres (Instruksi Presiden) No. 30 tahun 1998 hanya berfungsi untuk mengulur-ngulur waktu pengadilan Soeharto. Akhirnya, tugas itu jatuh ke tangan Gus Dur.


Pada 1 November 1999, Gus Dur meminta Jaksa Agung, Marzuki Darusman, untuk membuka kembali kasus Soeharto. Pada 6 Desember 1999, SP3 kasus suharto dicabut. Ini menunjukan penyelidikan terhadap Soeharto berlanjut. Tujuh yayasan yang dibidani Soeharto adalah Dharmais, Supersemar, Dakap, Gotong Royong, Amal Bhakti, Muslim Pancasila, Trikora, dan Dana Sejahtera Mandiri.


Ketika Kapolri Rusdihardjo menolak untuk menangkap Tommy Soeharto yang buron, akhirnya Gus Dur memberhentikan Rusdihardjo. Namun, apa yang dilakukan oleh Gus Dur justru memicu amarah para lawan politiknya. Apa yang dilakukan oleh Gus Dur dibenarkan oleh Jaksa agung Marzuki Darusman. Menurutnya, di samping ada dorongan publik, adanya alasan keamanan yang melatar belakangi pemberhentian tersebut.


Akhirnya, pada bab terakhir, disebutkan oleh penulis buku bahwa “setelah Gus Dur lengser, politik kekuasaan hanya sekedar bagi-bagi jabatan. Politik sudah tidak menyentuh substansinya, sebagai alat untuk menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat dengan cara-cara demokratis. Tidak ada lagi keberanian untuk mendobrak kelaziman yang sebenarnya keliru dalam praktik demokrasi. Dan Gus Dur merupakan aktor sekaligus korban dari praktik politik yang demikian keliru tersebut” (h. 332).


Dalam sepekan terakhir, sebelum peringatan satu dasawarsa meninggalnya KH Abdurrahman Wahid, buku ‘Menjerat Gus Dur’ sudah ludes di pasaran. Buku terbitan Numedia Digital Indonesia itu menjadi polemik sekaligus perbincangan luas di kalangan masyarakat. Penyebabnya tak lain karena investigasi yang dipaparkan penulis memuat keterlibatan tokoh-tokoh besar yang turut dalam proses penjatuhan Gus Dur.


Salah satu bagian terpenting dari karya Virdika Rizky Utama ini adalah dilampirkannya dokumen rahasia yang ditulis Fuad Bawazier. Dokumen empat halaman tersebut berupa surat laporan terkait rencana-rencana yang sudah dilakukan untuk menjatuhkan Gus Dur.


Surat yang dikirim ke Akbar Tandjung pada 29 Januari 2001 itu, mengungkap pelaksanaan rencana yang diberi nama ‘Sekenario Semut Merah’. Di dalamnya terdapat nama-nama dengan tugas masing-masing orang yang sudah dilaksanakan.   


Fuad Bawazier, Menteri Keuangan Kabinet Pembangunan VII itu menjadi ‘kepala operasi’ dan membagi tugas kepada beberapa pihak untuk penggalangan opini, menjaring dukungan masyarakat, propaganda media, termasuk merekrut preman, cendekiawan, dan pengusaha. Tujuannya jelas; menjatuhkan kredibilitas Presiden Gus Dur melalui kasus Buloggate dan Bruneigate yang dinilai telah berjalan sesuai skenario.


Fuad, dalam surat yang ditulis, meyakini kekuatan dan efek operasi tahap pertama sudah sesuai ekspektasi, sehingga menurut pandangannya harus ditingkatkan kepada pelaksanaan operasi jilid kedua yakni; memaksa Gus Dur mundur dan mendorong Megawati menjadi presiden sekaligus menjadikan Amien Rais sebagai wakilnya.  Kenapa Fuad merekomendasikan Ketum PDI P sebagai pengganti? Baginya, Megawati bisa dikendalikan dan pada akhirnya akan disingkirkan melalui penggembosan dari dalam lewat isu ketidakbecusan dalam mengatasi krisis ekonomi dan penyelesaian disintegrasi bangsa. Tugas itu dipercayakan kepada Amien Rais yang dinilai lincah karena berada di lingkar kekuasaan.   


Dokumen tugas yang dikirim ke Akbar Tandjung itu memuat tujuh garis besar laporan sekaligus rekomendasi yang dihasilkan dari pelaksanaan skenario tahap pertama. Berikut ini kutipan langsungnya.  


BEM PTN (Badan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Nasional) dan BEM Perguruan Tinggi Swasta yang selama kita telah koordinir di Cilosari dan Diponegoro (PB HMI) serta kelompok kanan ormas Islam yang tersentral di tiga titik lainnya yakni; Masjid Sunda Kelapa, Istiqlal dan Al Azhar mulai bergerak masif, bergelombang, dan bersamaan hampir di seluruh Indonesia dengan satu komando isu menuntut Gus Dur Mundur. Khusus untuk pengepungan senayan dan rangka mem-pressure DPR agar menerima hasil kerja pansus yang menyatakan Gus Dur telah menyalahkan kekuasaan (abuse of power) secara langsung dipelopori oleh para alumni ILUNI pro-kita, para rektor serta BEM UI dan UMJ. Mereka ini bergerak di bawah komando langsung Ketua Umum PB HMI, Fakhruddin CS.


Pada saat sidang paripurna digelar, adik-adik mahasiswa ini akan bergabung langsung dengan seluruh massa aksi rekan-rekan Pemuda Partai Keadilan yang langsung di bawah komando saudara Hidayat Nur Wahid, Gerakan Pemuda Ka'bah yang dimobilisir oleh saudara Ali Marwan Hanan, massa PBB di bawah saudara Hamdan Zoelva, massa PAN di bawah saudara Patrialis Akbar, dan massa rakyat dan preman yang diorganisir oleh saudara Yapto dan DPP Pemuda Pancasila. Pada saat itulah komando akan saya pegang langsung, sedangkan operator lapangan akan dipimpin oleh Ketua Umum KAMMI, AMPI, GPK, BM PAN, PB HMI, HAMAS, dan IMM.


Gerakan ini Insya Allah akan memperoleh dukungan penuh dari Zoelva Lindan dan Julius Usma yang telah mampu mempengaruhi beberapa kantong massa PDIP untuk bergabung melakukan demonstrasi menyikat Gus Dur di Sidang Parlemen.


Kita juga telah melakukan aksi borong dollar di pasar Valuta asing dan bursa efek-untuk menjatuhkan nilai tukar rupiah-di dalam dan luar negeri (terutama di Hongkong, dan Singapura) secara langsung di bawah kendali Bendahara Umum DPP Golkar (Fadel Muhammad-pen). Aksi borong dollar ini juga didukung oleh Bambang Tri Atmojo, dan Liem Sioe Liong, Arifin Panigoro.


Seluruh kerja media massa (cetak dan elektronik) yang bertugas mem-blow up secara kolosal dan provokatif semua pemberitaan berkaitan dengan tuntutan mundur terhadap Gus Dur sudah di-arrange langsung oleh saudara Parni Hadi dan Surya Paloh, sedangkan operator teknis di lapangan saya telah menyiapkan banyak kaki terutama di parlemen.


Penggiringan opini publik oleh para tokoh dan cendekiawan atas kegagalan pemerintahan Gus Dur lewat tulisan di media massa yang dimobilisir langsung oleh Azumardi Azrha, Dr. Syahrir, dan rekan-rekan KAHMI telah mampu meyakinkan publik bahwa Gus Dur memang benar-benar gagal mengemban amanat reformasi.


Tugas saudara Din Syamsuddin untuk mengendalikan MUI lewat kasus Ajinomoto telah berhasil memaksa para ulama dan tokoh agama mencabut dukungannya kepada presiden.  


Sebagai bahan pertimbangan operasi di lapangan, Fuad Bawazier juga meminta Akbar Tandjung untuk memberikan seluruh informasi perkembangan situasi di dalam gedung Senayan melalui Anas Urbaningrum sebagai kurir.


"Saya optimis bahwa skenario ini akan berjalan mulus. Dengan begitu, misi untuk menyelamatkan seluruh asset politik dan ekonomi serta invertasi kita serta pengeluaran dana operasi sebesar 4 T, yang sudah saya sediakan tidak menjadi sia-sia dan dapat mengembalikan kejayaan kita yang telah dirampas sejak reformasi," tulis Fuad Bawazier di bagian akhir surat. 



Sejauh Mana Dampak Buku “Menjerat Gus Dur”?.

Namun, pertanyaan penting yang dapat diajukan di sini adalah, “Sejauh mana buku tersebut memiliki pengaruh dan dampak kuat di masyarakat?” Maksud masyarakat di sini, juga termasuk elit politik kita. Perihal pertanyaan ini penting diajukan di tengah tipikal media sosial yang sedang tumbuh di Indonesia; memiliki kecepatan, masif, dan sekaligus cepat menghilang. Gejala Viral Dalam media sosial, ada istilah ungkapan baru yang menjadi bagian dari gejala konsumsi masyarakat digital, yaitu viral. Dimaksud viral adalah informasi mengenai peristiwa itu tersebar luas dan menjadi perhatian publik untuk dibicarakan sekaligus juga diwacanakan kembali. Kondisi viral ini seperti virus, ia bisa menjalar sangat cepat dan berdampak kepada orang banyak. Dengan kata lain, viral dan bagaimana rantai informasi itu bergerak cepat dalam media sosial bisa sampai begitu masif hingga mencapai pengguna telepon genggam secara personal. Di tengah lautan informasi yang terus membludak sampai di layar kaca telepon genggam, kondisi itu tidak bisa bertahan lama. Dengan hanya waktu seminggu peristiwa yang viral tersebut bisa berganti dengan informasi lainnya, memiliki tautan, baik skala lokal, nasional, dan internasional. Sebaliknya, peristiwa yang viral itu sangat mungkin bertahan apabila ada semacam rekayasa sosial seperti konteks kasus Ahok; ada yang menggerakkan di ranah online dan kemudian bertautan dalam ranah offline melalui aksi demonstrasi. Tentu saja, dalam melakukan itu, tidak sedikit uang yang dikeluarkan.


Nasib Buku Menjerat Gus Dur 
Namun, jika hanya dilakukan secara kerelaan individual untuk membicarakan dan menyebarkan informasi mengenai buku itu, saya yakin, ia akan berumur pendek. Kondisi kemudian bisa diperparah dengan diamnya para elit politik yang disebutkan nama-namanya dalam buku tersebut. Tidak terhubungnya buku tersebut dengan talkshow yang selalu menjadi pembicaraan publik seperti Mata Najwa dan ILC juga menambah pendeknya umur isu dalam buku ini. Di sisi lain, jika pembaca yang mengkonsumsi buku-buku tersebut kebanyakan dari latar belakang NU sendiri, buku tersebut hanya melingkar dalam komunitas yang terbatas di tengah keseragaman ormas dan komunitas lain. Sementara, jika berharap kepada komunitas akademisi, buku tersebut akan bersuara dan diartikulasikan kembali ke medium yang relatif sunyi dari pembaca, seperti jurnal. Karena itu, membicarakan buku tersebut dari spektrum lebih luas menjadi penting. Di sini, melihat kejatuhan Gus Dur melalui konspirasi terencana dari kacamata NU dan Gusdurian saja tidak cukup membuat buku ini menjadi refleksi bersama. Sebaliknya, buku ini justru harus bisa memperluas audiens bahwa ini semata-mata bukan hanya mengenai Gus Dur sebagai figur yang dihormati dalam internal NU. Melainkan adanya pembajakan demokrasi yang dimainkan oleh para elit politik yang memiliki irisan dengan oligarki. Di sini, isu-isu hak asasi manusia, pembelaan masyarakat sipil dan minoritas, dan penguatan demokrasi dengan membatasi gerak peranan militer dikebiri seiring dilengserkannya Gus Dur. Dengan kata lain, penjatuhan Gus Dur adalah semacam dalih besar bagaimana transisi demokrasi kita berjalan mundur.


Cara Lain Mengenal Gus Dur 
Dengan membuka spektrum luas mengenai buku ini, orang-orang yang tidak memiliki irisan yang kuat dengan Gus Dur dan NU setidaknya memiliki tarikan nafas yang sama. Bahwasanya persoalan pedongkelan Gus Dur adalah bagian sejarah hitam dari agensi politik yang saat ini masih memiliki pengaruh yang kuat. Cara semacam ini memberikan ruang pewarisan pengetahuan kepada generasi sesudahnya yang lebih melihat diri sendiri dan kebebasan individu. Di mana media sosial adalah ruang berbagi narsisme diri sekaligus kegelisahan atas masa lalu yang tak sepenuhnya menjadi masa lalu. Cara ini juga menciptakan bagaimana ingatan mengenai Gus Dur untuk tidak bergerak sebagai ingatan kolektif yang komunal. Lebih jauh dari itu, Gus Dur dan nilai advokasiinya mengenai Islam, keindonesiaan, dan demokrasi menjadi ingatan kolektif bersama. Di mana individu memberikan semacam sumbangsih melalui refleksinya mengenai Gus Dur. Memang, sepeninggalnya Gus Dur ada gerakan Gusdurian yang bergerak secara kultural dan masif di pelbagai daerah. Buku Menjerat Gus Dur ini, bagi saya membuka kemungkinan lebih luas lagi mengenal figur Gus Dur dengan cara yang berbeda.


Sumber referensi:
Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/115057/menjerat-gus-dur--skenario--semut-merah---fuad-bawazier-dan-rencana-menikung-megawati
https://nyarung.id/2020/01/11/resensi-buku-menjerat-gus-dur/
https://ibtimes.id/sejauh-mana-dampak-buku-menjerat-gus-dur/



Thursday, May 7, 2020

Bermimpi Bertemu Mbah Nun


Bermimpi Bertemu Mbah Nun

Semoga ini bukan pansos, melainkan hanya sebuah cerita yang bagiku mengandung pertanyaan besar.

Saya dua kali bermimpi bertemu dengan Mbah Nun. Mimpi pertama di Desember 2019. Saat itu saya sangat gelisah, tertekan dan frustasi karena suatu hal. Pada puncak saya merasakan itu semua, malamnya bermimpi sedang menghadiri hajatan/selamatan/kenduren di rumahnya Mbah Nun. Layaknya kenduren di desa pada umumnya, saya bersama para undangan mengantri bersalaman dengan tuan rumah (Mbah Nun).

Saat tiba giliran bersalaman, sedihnya saya pada waktu itu, Mbah Nun bersalaman tanpa menatap wajah saya. Berbeda dengan orang-orang sebelum saya bersalaman.

Meski Mbah Nun tidak menatap wajah saya, beliau berkata padaku agar tetap tenang dan di suruh nya saya duduk di dalam rumah.
"Tenang ae, Le. Ora opo-opo, aman. Allah SWT Moho pengerten" - Begitu ucap si Mbah tanpa menatap wajah saya.

Saat saya berjalan menuju dalam rumah, tampak di dalam sudah ada Abah Fuad dan orang-orang yang tidak saya kenal. Saat saya hendak mau duduk, tiba-tiba saya terbangun dari tidur dan beristighfar atas mimpi yg saya alami.


Mimpi itu menjadi residu kenangan lebih dari sepekan, saya riset kecil-kecilan apa itu mimpi, bunga tidur, wasilah, astral projectition dll yg sekiranya dapat menjawab apa makna dari mimpi yg saya alami. Masih belum yakin, saya beranikan bertanya dengan beberapa senior di Maiyah Religi Malang tentang yang saya alami. Jawabannya beragam, ada yg menyenangkan dan menyedihkan.

Yang saya pahami, apa yang Mbah Nun ucapkan menyuruh agar saya tetap tenang dan tidak gegabah.

Mimpi kedua, 7 Mei 2020 menjelang sahur.
Tiba-tiba saya dan istri berada di dalam rumah, lagi-lagi sedang menghadiri kenduren entah di rumah siapa. Yang jelas suasana pada waktu itu sedang duduk melingkar, kiri saya ada Kang Sabrang dan Mas Rampak, sedangkan Istri berada di depan saya duduk disebelahnya Ibu Novia.

Saya kurang paham itu kenduren dalam rangka apa, pun istri saya melirik dari jauh seolah bertanya ini acara apa. Kita berdua mengalami kebingungan, seolah hanya kita berdua yang sadar bahwa ada sesuatu yang tidak kita pahami. Herannya, Kang Sabrang seolah paham yg saya alami, sambil menatap dan memegang lutut saya yg sedari tadi duduk bersila disamping beliau, Kang Sabrang berkata "Yaopo, wes jelas a?".

Lho ya, perkataan Kang Sabrang malah membuat saya tambah bingung.

Selesai acara di dalam rumah, kami semua keluar rumah untuk shalawatan dan makan bersama dengan jamaah yang lain. Suaranya Mbah Nun terdengar jelas sedang melantunkan shalawat, jelas dan indah.

Herannya lagi, saya tidak tampak sosok Mbah Nun. Padahal suaranya terdengar sangat sangat jelas. Saya mencari di antara jamaah yang hadir tidak ada, padahal suara Mbah Nun sangat dekat dengan telinga saya. Di tengah kesibukan saya mencari Mbah Nun untuk bersalaman dan mengenalkan istri saya kepada beliau, tiba-tiba ada sosok laki-laki tua berbaju koko (Bukan Mbah Nun) memeluk saya. Saat itulah saya terbangun dari tidur.

Untuk mimpi yang terakhir, saya tidak berkonsultasi dengan senior-senior saya di Maiyah atau riset di sana sini demi sebuah jawaban. Saya hanya tersenyum di tengah keheranan.

Hari ini libur kerja, waktu yang tepat untuk bersih-bersih. Di tengah kesibukan itu, saya menemukan buku ini. Koleksi lama, masih bagus karena memang saya rawat.

Dalam hati bertanya, apa kedua mimpi bertemu Mbah Nun jawabannya ada pada dua buku ini?


Malang, 7 Mei 2020
Ali Ahsan Al Haris

Wednesday, April 29, 2020

KECELAKAAN BERFIKIR ITU BERNAMA: BANTUAN DARI PEMERINTAH


KECELAKAAN BERFIKIR ITU BERNAMA: BANTUAN DARI PEMERINTAH


Saya, kamu, kalian dan banyak orang lainnya yang membayar pajak. Uang pajak itu kita titipkan ke Pemerintah. Pemerintah kita jadikan kasir dan bendahara, kita berikan fasilitas kendaraan dan kantor untuk mereka, kita berikan gaji dan tunjangan yang sangat cukup untuk mereka.


Mereka kita suruh untuk mengurusi agar sembako tidak naik, kita suruh mereka mengurus agar jalan-jalan bagus dan tidak berlobang. Kita suruh mereka mengurusi agar biaya pendidikan dan kesehatan murah. Kita suruh mereka agar semua rumah di bumi Nusantara teraliri listrik dan air dengan biaya murah. Kita ingin uang-uang yang kami titipkan ke mereka dipergunakan untuk kemudahan masyarakat.


Saat saudara kita di lereng Gunung Merapi menjadi korban bencana, saat saudara-saudara kita terkena banjir bandang di Bondowoso, saat saudara-saudara kita di pelbagai daerah sumber penghasilannya hilang karena Pandemi Covid-19. Sesuatu yang aneh terjadi.


Mereka menyebut bantuan pemerintah. Mereka berkata kalau Pemerintah sedang membantu rakyatnya. Mereka berkata pada semua orang, semua tumbuhan tak terkecuali pada Iblis jika ia (Pemerintah) sedang membantu rakyat Indonesia.


Padahal, itu adalah uang rakyat. Uang rakyat yang di titipkan ke Pemerintah agar di kelola dengan bijak. Padahal, mereka tahu kalau dirinya (Pemerintah) tidak memiliki uang.


Tapi mengapa ia sangat kejam berkata bahwa itu adalah bantuan Pemerintah!

Thursday, April 23, 2020

Terlalu Banyak Membaca Itu Tidak Baik


Terlalu Banyak Membaca Itu Tidak Baik


Aneh tidak sih jika kita di tanya seseorang sudah berapa banyak buku yang kita baca. Terlebih jika ada komparasi berapa lama kita membagi waktu dalam membaca buku dan Al-Quran. Hal-hal semacam ini sering saya dengar di bangku-bangku warung kopi girasan, sekat rak buku perpustakaan, bazar buku dan group-group diskusi. Puncak dari pertanyaan itu adalah apa yang kita sudah kita kerjakan dari banyaknya buku yang tandas kita baca. Sebuah momok yang seolah sengaja dibenturkan untuk kalangan pembaca dan tidak.


Pada buku pergolakan pemikiran islam karangan Ahmad Wahib, beliau berpendapat jika terlalu banyak persentase waktu untuk membaca itu tidak baik. Kita hanya sekedar akan menjadi reservoir ilmu. Pemikiran otentik yang kita adakan maksimal hanya dalam kerangka kemungkinan-kemungkinan yang diberikan dalam suatu buku dan perbandingannya dengan buku lainnya. Banyak membaca harus diimbangi dengan banyak merenung dan banyak observasi langsung. Harus ada keseimbangan antara membaca, merenung dan mengamati. Dengan demikianlah kita akan mampu membentuk pendapat sendiri dan tidak sekedar mengikut pendapat orang atau memilih salah satu di antara pendapat yang berbeda-beda.


Mbah Nun pernah berkata jika kita harus selalu menjadi manusia yang terus menerus belajar dan sinau bareng. Kita tidak tahu apa yang selama ini kita fahami dan dapatkan benar bagi diri dan kemanusiaan atau malah menyesatkan. Sebagai manusia pembelajar tentu kita harus memiliki sumber ilmu, itu bisa kita dapatkan dari mengikuti kajian kitab kuning para Kyai, membaca Al Quran, membaca buku dll. Sebagai telaah dari hasil belajar secara mandiri, sebaiknya kita memiliki sebuah kelompok diskusi, pengajian, seminar dll yang hasilnya dapat membuat hasil belajar kita semakin kokoh sebagai kebulatan sistim pemikiran.


Ali Ahsan Al Haris
Malang, 23 April 2020







Mengkritik Kartu Prakerja, Tapi Diam-Diam Ikut Mendaftar


Mengkritik Kartu Prakerja, Tapi Diam-Diam Ikut Mendaftar


Kang Belva atau sosok yang sedang viral bernama lengkap Adamas Belva Syah Devara mengumumkan pengunduran dirinya sebagai staf khusus Presiden Joko Widodo. Kang Belva mengundurkan diri secara resmi per 15 April 2020, bisa kalian cek sendiri di akun instagram pribadinya. Alasannya biar nggak terjadi konflik kepentingan dan Pak De Joko beserta para Menteri dapat konsentrasi mengurusi hal lain terutama penanganan Covid-19 dan Mudik atau Pulang Kampung yang lagi-lagi sedang viral juga. Hahaha


Kita tahu kalau Kang Belva itu CEO Ruangguru, Start Up yang pemenang tender jasa pelatihan Kartu Prakerja (Sampai sore ini infonya masih begitu). Kritikan kepada Kang Belva muncul karena perusahaan yang ia pegang menang tender program pemerintah. Banyak yang menduga bahwa Kang Belva menggunakan posisinya sebagai staf khusus agar Ruangguru menang tender.


Terlepas dari benar tidaknya tuduhan tersebut, Kang Belva mengambil langkah secara laki’ untuk mundur dari jabatannya sebagai Stafsus. Selain dapat mengakhiri polemik yang ada, langkah tersebut memang sewajarnya diambil. Biar bisa jadi contoh untuk pejabat publik yang lain.


Bicara Kang Belva tentu tak luput dengan pelatihan Kartu Prakerja. Saya pribadi tidak paham betul bagaimana mekanisme pelatihan Kartu Prakerja di laksanakan. Namun jagad media dan masyarakat banyak menyorot perihal materi / silabus yang aslinya dapat kita unduh secara gratis lewat Youtube maupun artikel yang tersebar di internet.


Mengapa materi pada pelatihan Kartu Prakerja menjadi pergunjingan? Karena pelatihan tersebut menghabiskan dana yang tidak sedikit, bahkan beberapa sumber menyebutkan menelan biaya sampai puluhan Milliar. Ya, dana sebesar itu digelontorkan di tengah Pandemi Covid-19 yang tidak tahu kapan berakhir.


Oke tarif nafas sejenak. Seruput kopi dulu. Hehe
Lanjut.


Program pelatihan Kartu Prakerja di ikuti oleh jutaan masyarakat Indonesia, dari peserta yang mendaftar akan di saring kembali untuk mengikuti pelatihan secara resmi. Sampai tahap ini, para pendaftar harus berkompetisi dengan peserta yang lain.


Para peserta yang lolos administratif akan mendapatkan pelatihan berdasar silabus yang pemerintah/vendor buat. Mereka akan melalui pemaparan materi demi materi, Pre dan Post Test serta praktek. jika mereka lulus maka berhak mendapatkan sertifikat.


Selama program pelatihan Kartu Prakerja, Pemerintah wajib menyediakan sarana dan prasana untuk menunjang program tersebut. Dana dari mana? Ya dari puluhan Milliar rupiah itu dong. Jika kita amati secara mendalam, program ini sangatlah bagus jika pelaksanaannya tepat sasaran. Ingat, tepat sasaran lho ya.


Pembahasan ini aslinya sangat dalam, saya hanya ingin membahas di permukaannya saja. Yakni dalam konteks SILABUS PELATIHAN KARTU PRAKERJA YANG KATANYA BISA KITA DAPATKAN DI YOUTUBE.


Saya menilai tujuan utama pemerintah membuat program pelatihan kartu prakerja agar sumberdaya manusia yang terserap ke dunia kerja sudah memiliki soft skill dan hard skill yang mumpuni, meski itu dirasa tidak mungkin, minimal peserta yang lulus sudah memiliki basic pada bidangnya.


Sebelum mengkritik program ini, ijinkan saya bercerita pengalaman kawan saya bernama Amin.


***
Kawan saya ini sudah bekerja 8 tahun menjadi seorang Barista. Ia sudah mahir membuat berbagai minuman, mengetahui pelbagai jenis kopi, mahir mengoperasikan alat manual brew sampai mengoperasikan mesin perlbagai merk. Pada tahun 2011 ia memutuskan ingin merantau ke Italia, menjadi Barista pada sebuah hotel bintang 5 di Kota Turin. Semua persyaratan adminisratif ia penuhi dengan sukses termasuk mahir dalam berbahsa inggris, satu hal yang menjadi masalah buat dia. Kawan saya tidak memiliki Sertifikat keahlian atau sertifikat profesi yang menyatakan bahwa ia benar-benar telah menguasai dan paham profesi Barista itu sendiri.


Jadi, pada tahap ini skill dan pengalaman kerjanya selama 8 tahun di pelbagai Hotel dan Café tidak berhasil untuk meloloskannya kerja di Italia. Akhirnya ia mencari Lembagai Pelatihan Kerja (LPK) untuk membeli sertifikat. Ia merogoh uang 3 Juta hanya untuk sebuah kertas 3 lembar. Naas sertifikat yang ia peroleh belum berhasil meloloskannya, alasannya karena Lembaga yang mengeluarkan sertifikat tidak kredibel.


Delapan bulan selepas kejadian tersebut, Badan Ekonomi Kreatif (BeKraf) mengadakan sertifikasi profesi untuk Barista secara gratis. Namanya juga gratisan, selain pesertanya yang dibatasi mereka harus melalui ujian demi ujian untuk dapat lolos menjadi peserta resmi. Perjuangan pantang menyerahnya itu berbuah hasil selepas enam hari lamanya mengikuti pelatihan. Seritifikat yang ia peroleh itu ia gunakan untuk merantau ke negeri Pizaa tersebut. Ingat, sertifikat tersebut juga ada masa aktifnya lho ya.
***


Oke, cerita tentang kawan saya selesai.


Kembali ke permasalahan yang saya bahas perihal SILABUS PELATIHAN KARTU PRAKERJA YANG KATANYA BISA KITA DAPATKAN DI YOUTUBE. Apakah berlatih lewat youtube yang kita jadikan sebagai acuan dapat menjamin seseorang dapat mendapatkan esensi materi serta praktek dalam profesi yang kontennya menyerupai Silabus yang dibuat Pemerintah pada pelatihan Kartu Prakerja? Tentu sangat mungkin.


Yang jadi masalah adalah jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia dan jumlah pendaftar itu sendiri. Saya tidak memiliki data resmi berapa banyak perusahaan yang masih menggunakan sertifikat keahlian/profesi sebagai dasar perusahaan menerima calon karyawan. Namun praktek semacam itu masih banyak kita temui. Hal ini diperparah dengan syarat minimal Pendidikan yang banyak mengganjal para pelamar terserap dalam dunia kerja.


Mungkin solusinya para peserta ini harus berwirausaha dengan bekal pelatihan yang mereka terima. Mustahil jika jutaan peserta itu harus terserap ke lapangan pekerjaan, harusnya merekalah yang menjadi cikal bakal dalam membuka lapangan pekerjaan. Terlalu utopis ya? Hehe


Pemerintah perlu memiliki juru bicara yang lihai dalam menyampaikan pelatihan kartu pra kerja, sebagus-bagusnya program jika tidak transparan dan pelaksanaanya tidak bagus akan membuang waktu dan biaya.


Herannya Pemerintah kita terlampau sering membuat sulit di pahami, wajar jika setiap kebijakan yang keluar selalu memunculkan keganjilan di tengah rakyatnya. Untung saja rakyat Indonesia sudah kebal di kibuli sama pemerintahnya sendiri.


Ali Ahsan Al Haris
Malang, 23 April 2020