Ini adalah tulisan kedua, untuk membaca tulisan
pertama silhakan klik Hati Yang Tak Selesai
Selalu menyalahkan
keadaan, dan mengutuk bahwa Tuhan tidak adil atas nasib yang sekarang ia
terima. Membandingkan hidupnya dengan orang lain, termasuk kontrasnya kehidupan
yang ia jalani dengan adik-adiknya. Semua orang yang melihatnya berangkat
bekerja, rasanya ingin ia kata-katai dan bangsat-bangsat kan karena ia kira
sedang merendahkan profesinya sebagai Satpam.
“Maka yang disebut
orang dewasa adalah manusia dengan hati yang selesai”. Kata Mbah Nun.
Si anak pertama yang berprofesi sebagai Satpam ini memiliki tetangga penjual nasi goreng. Ia menggoyang wajan pesanan demi pesanan untuk pelanggannya. Ia curahkan energinya untuk melayani pelanggan dengan sopan dan sebaik-baiknya pelayanan. Meski setiap wajan yang ia goyang tak pernah berharap mendapat uang, ia pasti akan mendapatkannya. Mengapa? Karena itu soal keharusan transaksi yang terjadi antara penjual dan pembeli, itu wajar dan memang logis.
Dalam urusan
bekerja dan perniagaan. Kita mengenal konsep Gaji & Pendapatan. Si Satpam
setiap bulannya mendapatkan gaji dari kantor. Si penjual nasi goreng setiap
harinya mendapatkan penghasilan. Namun kita lupa jika ada kuasa Tuhan bernama
Rezeki.
Sebab yang kita terima dari hasil bekerja tidak sama dengan rezeki dari Tuhan. Beda sekali, Cok. Mendapat pekerjaan sebagai PNS seperti yang si Satpam cita-citakan bisa jadi adalah sebuah musibah. Memiliki gaji tinggi, pangkat tinggi bahkan jualan yang laris manis pun bisa jadi itu adalah cobaan dari Tuhan. Bisa tidak kita diberikan amanah tersebut. Atau malah berujung menjadi musibah.
Baca juga Kenaikan Harga di Pasar Tradisional Itu Perang Harga Atau Hasil Musyawarah
Kasus si Satpam ini
atau bahkan kita sendiri yang mengalami hal serupa sama saja dengan bunuh diri
jangka panjang lewat penyembahan-penyembahan kita terhadap berbagai keinginan
diri yang subyektif, egoistik yang pada akhirnya membuat kita semakin terpuruk,
hancur dan kalah secara mental karena keinginan kita yang tidak pernah tercapai.
Hati kita dirundung
penyakit. Hati kita tak pernah selesai.
Kerja kok jadi
Satpam. Ini kan apes-apesnya pekerjaan. JANCOK.
Mbah Nun
mengajarkan kepada kita dalam menjalani hidup harus bisa “Ngegas dan Ngerem”.
Kamu bekerja di restoran, godaannya adalah dapat makan minum sepuasnya, itu
tidak baik. Kamu menjadi Bendahara yang memegang uang perusahaan, godaannya
adalah kamu bisa leluasa nyolong uang perusahaanmu. Kamu jadi pimpinan,
tidak serta merta seenaknya sendiri memanfaatkan jabatanmu untuk melakukan
tindak-tindakan yang mudarat. Parahnya, mentang-mentang kamu rajin Shalat dan mengaji,
lantas kamu dengan entengnya mengkafirkan yang lain. Semua ada batasnya, hidup
harus pintar Ngegas dan Ngerem.
Baca juga Hai Pak Anis Baswedan, Mundur Saja dari Gubernur DKI
Allah mengatakan
bahwa “Ia patuh kepada hamba-Nya yang mematuhi-Nya”. Jika berpendapat Allah itu
pelit, maka Ia akan menahan rezeki-Nya atas kita. Jika kita yakin dan gembira
bahwa Allah maha kaya raya dan pemurah, maka Allah akan melimpahkan rezeki-Nya
atas kita meski tidak harus berwujud hal-hal yang menurut konsep manusia
disebut sebagai rezeki.
Kita memang tidak
pernah selesai dengan diri kita sendiri. Dalam kancah sosial budaya saja, kita
masih saja ribut dengan hal-hal yang sebenarnya masih dapat kita urai dan
selesaikan dengan bicara baik-baik, musyawarah dan rendah hati.
Baca juga Lelaki Tua dan Kebiasaan Anehnya
Saya menjadi
teringat pesan dari Ibunda saya. Beliau mewanti-wanti agar saya paham betul
mana itu “Keinginan dan Kebutuhan”. Konteks tersebut bukan terjadi hanya pada
pengelolaan uang, namun multiefek. Keinginan yang paling dangkal itu selera.
Keinginan yang sangat dalam dan berenergi itu nafsu.
“Setiap gerak batin
meminta ongkos energi, sehingga hidup yang tidak boros adalah manajemen
untuk meminimalisir penggunaan energi untuk keinginan”. Kata Mbah Nun.
Puncaknya, mungkin
tampak berat. Kita tidak perlu memiliki keinginan mendalam untuk mencari uang,
harta, benda, pangkat dan status sosial. Karena jika kita selalu bekerja keras
dengan langkah yang benar, maka kita akan mendapatkannya meskipun kita sama
sekali tidak menginginkan hal tersebut. Jadi, energimu itu dipakai untuk
bekerja saja.
Baca juga Propaganda Media, Media Propaganda
Masih ingat cerita
protesnya para Malaikat ke Allah saat diciptakannya Adam dan diangkatnya beliau
menjadi khalifah di bumi? Allah
menciptakan kita sebagai khalifah yang tinggi derajatnya, masa iya eksistensi
itu dicederai dengan memberhalakan uang, harta benda dan jabatan sebagai tujuan
primer.
“Cukuplah kita
berupaya menjadi manusia yang rajin bekerja, terus melatih keterampilan, skill,
berlaku profesional, bisa dipercaya, orang merasa aman kalau menitipkan sesuatu
kepada kita. Konsentrasikan diri pada pembangunan kepribadian semacam itu, maka
salah satu akibatnya Insyaallah akan uang yang mencari dan mengejar
kita”. Kata Mbah Nun
Baca juga Legalisasi Pernikahan Sesama Jenis dan Rokok
Bagaimana? Kita
sudah selesai dengan hati kita atau belum?
Terimakasih
Malang, 20 Maret
2021
Ali Ahsan Al Haris
No comments:
Post a Comment