Saturday, May 7, 2022

Hikmah Silaturahmi 1: Bertemu Janda

Sumber Ilustrasi Gambar: pixabay
Saya mengenal seseorang yang dua puluh lima tahun lebih hidup menjanda? sebelum ada jawaban, tentu ada latar belakang masalahnya. Inilah serunya jika berbicara dengan orangtua.

**
Ia (perempuan yang saya kenal) menikah di umur 24 tahun. Entah bagaimana ceritanya, laki-laki yang ia nikahi itu sebelumnya sudah memiliki istri. Parahnya, ia tahu suaminya sudah beristri lewat hal yang tidak pernah ia duga sekali pun. Yakni istri pertama datang ke kantor tempatnya bekerja dan melabraknya. Ia dituduh perebut lelaki orang. Seisi penghuni kantor heboh, semua pasang mata bertanya seraya menghakimi "masa iya temanku ini perebut lelaki orang?" -salah seorang perempuan berujar.

Menurutnya, ia tertipu dua orang: suami dan ayah mertuanya. Sebelum menikah, suaminya mengaku bujang, hal ini diperkuat dengan pernyataan ayahnya jika anaknya memang belum menikah. Ia tak habis pikir, "kok tega-teganya mereka berdua membohongiku", ujarnya.

Baca Juga: Istriku Seribu

Pernikahan mereka tetap berjalan. Ia memiliki lima anak dari pernikahannya dan rela menjadi istri kedua. Di titik ini, saya tidak berani bertanya alasan apa yang melatarbelakanginya bertahan. Biarkanlah itu menjadi misteri.

Saat anaknya yang kelima berumur dua tahun. Ia dihadapkan dengan pilihan yang lagi-lagi, dapat membuat perasaan seorang istri di mana pun hancur berkeping-keping. Ia disuruh mengundurkan diri dari pekerjaannya dan ditawari ikut pindah ke Lombok. Bukan hanya itu saja, jika ia setuju untuk pindah ke Lombok, maka ia akan akan tetap menjadi istri kedua karena istri pertamanya juga ikut pindah.

Baca Juga: Cantik Itu Luka

Ia menolak tawaran dari suaminya. Ia mengatakannya dengan tegas sembari tersedu-sedan, air matanya bercucuran, ia berusaha tegar dan kuat meski bibirnya tercekat karena kecewa yang teramat dalam.

Tak berlangsung lama, suaminya benar-benar pergi ke Lombok dengan istri pertamanya. Ia ditinggalkan begitu saja tanpa pernyataan yang jelas: cerai atau tidak. Selama lima tahun, ia hidup tanpa status yang jelas sampai akhirnya ia sendiri melayangkan perceraian secara resmi ke Pengadilan Agama.


**
Ia memilih tidak menikah lagi karena alasan 'Takut dan Traumatik'.

"Anak-anakku sudah besar. Jika menikah lagi, saya takut suamiku cuman mengincar hartaku. Atau, saya paling takut jika suamiku nanti malah ngincar anak-anak perempuanku", ujarnya.

Rasa traumatik ia dapatkan atas pengalaman buruknya membina rumah tangga dengan suaminya dulu. Sedangkan rasa takutnya itu muncul dari berita-berita di sosial media, "Ayah memerkosa anaknya sendiri", ia takut kejadian semacam itu menimpa dirinya.


Saat saya bertemu dengannya, kelima anaknya sudah menikah semua. "Mereka sudah punya rumah sendiri-sendiri. Kecuali yang Ragil, ia dan istrinya hidup di sini, Ibu ndak mau kalau disuruh tinggal di rumahnya. Ibu mau menikmati masa tua di rumah ini. Rumah peninggalan Bapak Ibuku dulu, Mas".

"Oh nggih, Bu", sahutku.

Kami masih terus mengobrol sampai tidak terasa senja sudah menyapa. Saya dan Istri berpamitan pulang, ia mendoakan dan menasehati kami.

"Sing sabar yo, podo pengertiane. Ojo podo tukaran. Sitok kudu ngalah, kudu ngendo. Ojo podo atose. Mengko isok buyar kahanane. Mbangun rumah tangga kuwi cobaan berate mari akad sampe umur rabimu ngidek 15 tahun". Ia menasehati kami seolah sedang menasehati anaknya sendiri. Dengan takzim, kami mengamini doanya.


Kami berdua mendapat nasehat, anakku mendapat angpao lebaran. "Ini buat adek. Nanti buat beli ice cream, ya", ujarnya sembari mencium anakku.


No comments:

Post a Comment