Monday, April 25, 2022

Jamaah Warung Kopi dan Desas-desus Korupsi Berjamaah

Sumber Gambar : Twitter Humas Pemda  DIY
Di samping Masjid dekat rumah ada sebuah warung kopi, selepas sholat Tarawih, saya dan beberapa jamaah sering "nyangkruk" di sana sembari minum kopi, makan gorengan dan rerasan. Saat weekend, Masjid dan warung akan sangat ramai. Maklum, mayoritas jamaahnya para pekerja luar kota.

Bagi saya dan beberapa jamaah lainnya, warung kopi ini bagaikan saksi bisu untuk cerita-cerita kami. Mulai dari 'ngrasani' Jokowi sampai yang saya dengar secara langsung Sabtu (16/04) minggu lalu: "Desas-desus Korupsi Berjamaah".

Tidak patut dibilang kelompok, namun jamaah shalat Tarawih yang biasa ngopi ke warung samping Masjid, orangnya ya itu-itu saja. Termasuk saya.

Kami memanggilnya, Mas Mustang (nama panggilan) -belakangan saya ketahui nama itu disematkan kepadanya karena di bullying saat shalat jamaah keseringan memakai kaos dengan gambar mobil Mustang. Hal itu aslinya gak masalah, cuman anti mainstream di tengah-tengah jamaah yang memakai baju koko - ia adalah PNS di salah satu Puskesmas. Mas Mustang, si penggemar Arsenal dan maniak Sampoerna Mild ini selalu memiliki cerita menarik yang menghibur kami. Termasuk yang ia ceritakan malam itu.

***

Saat itu Mas Mustang baru 1,3 tahun menjadi PNS di salah satu Kecamatan, Kabupaten Wakanda. Sekaligus menjadi pengalaman pertamanya merasakan Puskesmasnya didatangi auditor eksternal. Sebelum menjadi PNS, dulunya ia adalah Perawat di Klinik Swasta yang pasienya cukup ramai. Oleh Kepala Kliniknya dulu, ia diberikan tugas tambahan sebagai penanggung jawab Sarana Prasarana (SarPras), di mana salah satu job desknya adalah menerima, membuat dan memberikan laporan pembelanjaan bahan baku habis pakai ke Kepala Kliniknya dulu.


Semenjak menjadi PNS, Mas Mustang hanya pelayanan seperti biasa. Menurutnya, ia merasa bersyukur karena tidak terbebani Jabatan Struktural. Menurutnya, Jabatan Struktural di Instansi Negeri bebannya cukup besar yang tidak sebanding dengan tunjangannya.

Mas Mustang juga mengaku, menjadi seorang Perawat PNS manfaat finansial bulanan yang ia dapatkan hanya Gaji dan Jaspel (Jasa Pelayanan) saja. "Jaspel adalah tambahan penghasilan seorang Tenaga Kesehatan yang besarannya ditentukan dari banyaknya kunjungan pasien, besaran golongan dan lama pengabdian", tuturnya.


**

Setelah auditor eksternal menerima laporan dari tim keuangan. Salah satu tim auditor memanggil pegawai paling senior dan junior. Bu Atik (nama samaran), menjadi pegawai paling senior setelah pensiunnya, Bu Wati (nama samaran). Untuk pegawai paling junior diwakili oleh, Mas Mustang sendiri.

Dipanggilnya mereka berdua membuat kaget Kepala Puskesmas dan Bendahara Pengeluaran. Gelagat itu diketahui oleh Mas Mustang dan karyawan lainnya.


Bu Atik mendapatkan giliran pertama yang diwawancarai, mereka bicara di ruangan berbeda saat tim auditor eksternal lainnya mengecek kelengkapan dokumen. Wajah-wajah Kepala Puskesmas, KTU dan Bendahara Pengeluaran tampak cemas, hal itu membuat Mas Mustang juga ikut bingung. Tidak ada arahan harus menjawab apa, yang ia pikirkan hanya jangan sampai membuat jawaban yang berimplikasi merugikan banyak orang.

Bu Atik sudah selesai tanya jawab dengan auditor, saat keluar dari ruangan wajahnya tampak kuyu, seolah kelelahan.


"Pak F****** (Nama asli Mas Mustang)", tanya auditor, "JP yang sampeyan terima per bulan berapa?"

Mas Mustang, bingung bukan main. Ia tahu ini pertanyaan jebakan. Saat ia resmi pindah ke Puskesmas, ia tanya ke rekan-rekannya yang bekerja di Puskesmas lain JP yang didapatkan berapa. Menurutnya, di Puskesmasnya bekerjalah JP paling rendah, padahal tingkat kapitasi BPJS nya tinggi, belum lagi pasien yang daftar umum.

"Kurang lebih satu juta, Bu" jawab Mas Mustang

"Lha ya, berapa?"

"Maksimal 900 Ribu per bulan, kadang malah turun" jawabnya dengan malu


"Beneran? Sampeyan gak bohong?", tanya auditor seraya membenarkan posisi duduknya.

"Benar, Bu. Saya tidak bohong"

"Kok bisa ya. Dari data keuangan, JP yang kamu terima dari Januari sampai sekarang sebesar 1,7 Juta flat per bulan. Kok kamu cuman berima 900 ribu" jawab auditor sembari terheran-heran.

Merasa mendapatkan pukulan telak, Mas Mustang hanya diam saja. Posisi duduknya berubah, wajahnya ditekuk ke bawah. Dalam hati ia bergumam, "Bakal rame ini".

Proses audit selesai, ada beberapa hal yang wajib dilengkapi oleh pihak Puskesmas.


Besoknya, Kepala Puskesmas mengadakan rapat mendadak di Hall Puskesmas. Ia, dan tim keuangan meminta maaf ke semua karyawan karena JP yang karyawan dapatkan tidak sesuai dengan nominal aslinya. Mereka berdalih melakukan hal itu demi menutupi uang operasional seperti perbaikan dan perawatan gedung.

Ibu Sekar (nama samaran), sebagai penanggung jawab Sarana Prasarana yang salah satu jobdesknya membuat laporan pertanggungjawaban belanja, terheran-heran dengan pernyataan itu. "Lha selama ini saya mengerjakan laporan kan ada pembelian untuk perbaikan dan perawatan, itu uangnya ke mana?" Batinnya.

**

Selain merasa iba ke Mas Mustang, kami juga menertawakannya. Gokilnya, sampai detik ini ia masih menerima JP dengan nominal yang ia sebutkan ke auditor. Hasil audit eksternal tidak memberikan apapun. Gokil, kan!


"Orang-orang itu memang sudah gila. Kok seenaknya sendiri mengambil uang yang seharusnya menjadi hak kami. Sumpah, saya sangat sakit hati, mereka semua itu dzalim", ujar Mas Mustang dengan mata binar.

No comments:

Post a Comment