Sunday, May 8, 2022

Hikmah Silaturahmi 2: Duda 65 Tahun itu Menikah Lagi

Sumber Ilustrasi Gambar: unsplash

Pada edisi pertama, saya menulis tentang perempuan yang dua puluh lima tahun lebih hidup menjanda. Dari kehidupannya itu, ada hikmah dan pelajaran yang dapat kita petik, terutama pada babakan seni hidup berumah tangga.

Di edisi yang kedua, saya akan bercerita tentang duda bernama Lintang (nama samaran). Di kampung, ia cukup dihormati para warga. Lintang menyandang status duda saat berumur 65 tahun atau 5 tahun yang lalu. Mendiang istrinya meninggal karena gagal jantung.

Saya tidak begitu akrab dengannya, kami hanya bertukar sapa saat bertemu di Masjid. Kabar beredar, Lintang menikah lagi dengan Endang (nama samaran), seorang janda berumur 59 tahun. Saat mendengar kabar tersebut, jujur saya kaget dan penasaran.


"Apa yang ia cari? Apakah masih berhasrat seksual?", batinku.

***

Di malam ke 27 Ramadhan, Masjid di tempat saya tinggal biasa mengadakan shalat tasbih. Sebelum beranjak shalat sembari mendengar tadarus, saya dan beberapa bapak-bapak ngopi di warung dekat masjid. Kebetulan saya bertemu dengan, Lintang. Ia memakai sarung berwarna biru kecoklatan dengan setelan kemeja putih.

"Lho, Pak Lintang piyambak?", tanyaku sembari duduk di sisi kiri meja.

"Iya, Mas. Ngopi dulu sebelum ikut maleman". Ia menjawab seraya merokok.

Saya dan pengunjung lainnya, termasuk dengan Pak Lintang ngobrol panjang lebar. Mulai dari misteri malam lailatul qadar, mafia minyak goreng dan wacana perpanjangan masa jabatan Presiden. Di tengah hangatnya obrolan malam itu, perasaanku cukup was-was saat hendak menanyakan kebenaran dia menikah lagi.


Akhirnya momen itu datang, kemarin (7/5/2022) saya dan istri bertandang ke rumahnya. Cuaca Malang di sore hari yang dingin mulai menghangat saat saya minum jahe panas suguhan dari tuan rumah.

Lintang memiliki 6 anak dari pernikahannya yang pertama. Semuanya telah berkeluarga dan memiliki tempat tinggal masing-masing. Kini, ia hanya hidup berdua dengan istri keduanya.

Melihat mereka berdua, seperti menyaksikan dua manula yang pertama kali jatuh cinta. Hidup mereka tampak bahagia, tapi tidak dengan fisiknya yang sudah tua dan renta.


Sebagai pembuka obrolan, Lintang menceritakan kisah mudanya; karirnya dulu dan keluarganya. Dari sini, saya memiliki informasi yang memadai tentang siapa partner bicaraku.

"Pak Lintang, ngapunten. Nopo motivasi jenengan Rabi maleh?", saya bertanya dengan nada rendah seraya melempar senyum ke istrinya. Pertanyaan itu sengaja kutanyakan dalam rangka mengkonfirmasi kabar yang beredar juga untuk mempersingkat durasi bertamu.

***

Jujur, ketika mendengar kabar dirinya menikah lagi. Pikiran saya memikirkan dua hal: gabut dan hasrat seksual. Tapi setelah mendengar jawaban langsung dari, Lintang. Pikiran saya semakin terbuka. Terutama sudut pandang seorang duda melihat sebuah pernikahan yang kedua.


"Beda, Mas. Hidup dengan istri dan anak-anak", ia mulai bercerita.

"Kalau hidup dengan istri, kita kan ada yang merawat. Pun sebaliknya. Kita butuh apa dan mau apa, hanya pasangan kita yang bisa memahami. Berbeda jika dirawat sama anak. Memang mereka merawat kita dengan sepenuh hati, tapi rasanya beda, Mas", Lintang melanjutkan dengan haru.

Awalnya yang saya pikirkan menikah di usia tua hanya urusan ranjang belaka, ternyata ada makna besar dibalik itu semua. Dan itu semua terjawab dari pelakunya langsung.


Obrolan kami makin panjang dan lebar, niat awal yang hanya ingin bertamu, malah menjadi diskusi panjang dan bermanfaat. Sepanjang obrolan, saya mulai mengenal lebih dalam siapa sosok tetanggaku ini. Ia paling tidak suka jika diajak diskusi perihal politik namun begitu demen jika membahas tanaman, terutama bonsai.

"Anak-anak semakin tumbuh besar, ia akan mencari masa depannya masing-masing. Siapa lagi teman menua kita jika bukan istri, Mas?", di tengah obrolan, Lintang memberikan pertanyaan. Saya tahu jika ia tak perlu jawaban. Ia melanjutkan.

"Dulu, saat orang tua ku meninggal, jiwaku berlubang. Saya sangat sedih, Mas. Tapi, ternyata ada yang lebih sakit dan menyedihkan daripada itu", ia berhenti, matanya tetiba sayu.


"Kehilangan istri jauh lebih memukul jiwaku. Saya roboh, merasa tidak semangat lagi menjalani hidup. Apalagi, ia telah menemaniku selama 40 tahun lebih", Lintang melanjutkan sembari menatap kosong ke depan. Dapat kupahami perasaannya. Pasti ia sangat sedih.

Terima kasih
Malang, Minggu 8 Mei 2022
Ali Ahsan Al Haris




No comments:

Post a Comment