Monday, April 4, 2022

10 Tips Membeli Rumah Yang Tak Pernah Kalian Temukan Di Mana Pun



Rumah menjadi kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi manusia. Selain menjadi tempat tinggal, rumah juga (dianggap) sebagai aset mengingat harganya yang naik setiap tahun. Bagi generasi milenial seperti saya, membeli rumah berada di urutan nomor sekian. Banyak artikel membahas jika generasi kami lebih mementingkan pemenuhan gaya hidup seperti: makanan; fesyen; traveling dan gawai. Selain alasan tersebut, generasi kami dianggap tidak pandai menabung dan berinvestasi buntut gaya hidupnya yang hedon. 


Daripada berlarut-larut dalam kebingungan dan keraguan mau membeli rumah. Generasi milenial wajib membaca 10 tips membeli rumah yang tak akan pernah kalian temukan dimanapun. Ingat, mumpung masih muda dan kuat bekerja.

Saturday, February 5, 2022

Belajar Menjadi Pendengar

 



Saat masih kecil, saya selalu menjadi pendengar yang baik. Terutama saat dinasehati kedua orang tua. Seringnya sih kumat, memilih diam agar dikira Bapak atau Ibu, jika anaknya mendengar nasihat-nasihatnya. Mengingat masa-masa itu, rasanya ingin me rewind dan mendengar dengan takzim nasihat-nasihatnya.

Di luar rumah. Saya, masih tetap menjadi pendengar yang baik. Beberapa tetangga menganggap kalau saya orangnya cuman "Enggah, Enggeh, Tok". Hahaha. Memang benar juga. Lha yaopo! Di fase itu, saya tidak tahu cara merespon sebuah nasihat selain "Enggeh", "Huumm", "Iyooo" dan "Siap". Bakal gokil jika saya menimpalinya, pasti saya dicap sebagai pembantah dan pembangkang. Nah, repot kan!

Kini, saya kok merasa tidak pernah menjadi pendengar yang baik.

Di rumah, saat Istri sedang bercerita tentang pekerjaannya atau cerita tentang anak kita bermain di sore hari dengan anak-anak tetangga. Saya benar-benar tidak mendengarnya dengan baik. Kita sibuk bicara sendiri-sendiri. Istri selesai cerita, gantian saya. Begitu terus.

Thursday, December 9, 2021

Bijak Dalam Mengelola Fiskal

 Pembuat kebijakan itu selalu pilihan- pilihan sulitnya adalah ketika kamu terlambat atau ketika kamu berlebihan. Mencari titik timing yang tepat dan dosis yang tepat itu adalah pekerjaan dari pembuat kebijakan yang paling menantang. [Voiceover: Inilah Endgame] GITA WIRJAWAN: Hai teman-teman, hari ini kita kedatangan Ibu Sri Mulyani, Menteri Keuangan Republik Indonesia. Mbak Ani, terima kasih atas kedatangannya. SRI MULYANI: Terima kasih undangannya. - Saya manggilnya Mas Gita atau Gita? - Gita saja. Saya lebih muda. Saya mau ngobrol banyak sama Mbak Ani, mungkin mulai dari latar belakang Mbak Ani. Lahir di Sumatera, terus dari umur 7 kalau enggak salah ya? - 7 bulan. - Terus gimana bisa sampai ke sini, belajar ekonomi, terus sekolah di UI, dll., silakan. - Itu perjalanan panjang banget ya. Orang tua saya adalah guru pada saat itu. Mereka mahasiswa dari Universitas Gajah Mada, Fakultas Pendidikan, dulu belum menjadi IKIP. Kemudian untuk mereka bisa jadi sarjana, mereka harus wajib kerja sarjana, maka mereka memilih ke Sumatera. Tapi orang tua saya menikah, dan waktu itu anaknya sudah tiga waktu memilih untuk pindah ke Sumatera untuk wajib kerja. 

Friday, August 20, 2021

Resensi Novel O Eka Kurniawan

 “Hanya orang yang nggak bisa ngaceng, bisa berkelahi tanpa takut mati.”


Judul : O - Novel

Penerbit         : PT. Gramedia Pustaka Utama

Pengarang : Eka Kurniawan

Editor : Mirna Yulistianti

Tahun : 2016

ISBN : 978-602-03-2559-0

Halaman         : 470 Hal


Novel nyaris lima ratus halaman ini membuat saya bingung, sudah tebal, alurnya maju mundur cantik manja gak jelas dan butuh pemahaman ekstra untuk memahami maksud penulis. Eh, itu tanggapan saat awal membaca novel ini. Saat lembar demi lembar melanjutkan membaca, saya mulai faham ke arah mana Eka mengajak pembacanya untuk tenang dan berpikir. Praktis dua minggu saya menandaskan buku ini. Top


Beberapa Karya Fiksi Dari Eka Kurniawan. Sumber Gambar: rizaalmanfaluthi com

Mau dibilang ini fabel, tidak juga. Karena di dalamnya juga berkisah manusia,bahkan benda dalam novel ini benda juga dapat berbicara. Selain itu, banyaknya tokoh menjadikan para pembaca harus banyak-banyak mencatat nama dan perannya dalam cerita rekaan Eka.


Baca: Perempuan Patah Hati Yang Menemukan Cinta Lewat Mimpi - Eka Kurniawan


Eka Kurniawan (lahir di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, 28 November 1975; umur 45 tahun) adalah seorang penulis asal Indonesia. Ia menamatkan pendidikan tinggi dari Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Eka Kurniawan terpilih sebagai salah satu "Global Thinkers of 2015" dari jurnal Foreign Policy.

Thursday, August 12, 2021

Kyai Sobirin dan Kesetiaannya Dengan Al-Quran

Ia biasa dipanggil Si Kutu, hidup menggelandang dari satu kota ke kota lainnya demi menyambung hidup. Ia bekerja sebagai tukang foto kopi, ngekos di pinggir sebuah lembah, kamarnya kecil dan berada di lingkungan yang kumuh. Hanya ada tiga gubuk dan satu mushola kecil di sekitar ia tinggal, dihuni beberapa mahasiswa dan tukang rombeng. Maklum, sewa kamarnya murah.


Si Kutu sering bermasalah dengan tidur malamnya, terutama menjelang subuh. Ia terganggu suara bacaan Al-Quran yang berasal dari mushola kecil di ujung jalan gubuknya. Ia berencana mencekik leher orang yang membaca Al-Quran malam-malam itu, menyumpel mulutnya dengan serbet, memukul kepalanya dengan benda tumpul sampai ia mampus. Namun, berkali-berkali ia berencana, berkali-kali ia gagal. 

Saturday, July 24, 2021

Mengupas Setiap Esai Pada Buku Istriku Seribu Karya Emah Ainun Nadjib

 

Koleksi Pribadi

Kumpulan esai ini memuat 20 judul yaitu Tiga Negeri Poligami, Takiran Berkat, Mata Meta-rahasia, Mana Ada Buku Membaca, Beri Ia Satu, Kukasih Kau Seribu, Tanah Lempung Arca Guru Sejati, RT Remeh RW Kerdil, Manajemen Kentrung, Berbaring Menangis di Tengah Jalan Raya, Sudrun dan Tuhan Tak Mau Diduakan, Malam Kemerdekaan di Alexandria, Jilati dan Telanlah Dunia, Dan Kepada Istri ar-Rahimku di Rumah, Istri Kepala Rumah Tangga, Tiga Skala Persuami-istrian dan Lupa kepada Syahwatmu Sendiri, Permaisurimu: Allah, Muhammad, atau Dunia?, Poligami di Dunia Katak, Satu Suami Ratusan Istri, Tuhan Mengajak Berdiskusi, dan Negeri Boleh Abstain dan Melarang Poligami.

Di bawah ini akan diuraikan bagian pendahuluan, isi dan penutup esai tiap-tiap judul.

1.            Tiga Negeri Poligami

Bagian pendahuluan terdapat pada paragraf satu sampai lima. Pendahuluan berisi tentang tokoh aku (Emha) yang menjumpai ada tiga macam negeri di dunia dalam hal menyikapi poligami. Ada negeri yang membolehkan, ada yang tidak memberikan aturan pembolehan atau pelarangan dan ada yang dengan tegas melarang poligami. Dari data tersebut, Emha kemudian merefleksikannya pada kondisi Indonesia. 

Bagian isi terdapat pada paragraf enam sampai tiga belas. Pada bagian ini Emha menyoroti pola pikir masyarakat Indonesia dalam menghadapi suatu kasus, contohnya adalah kasus poligami. Seperti dalam kutipan di bawah ini.

Monday, July 12, 2021

Setelah Cebong Kampret, Kini Muncul Jamaah Tidak Percaya Covid-19






Ketidakpercayaan sebagian masyarakat terhadap adanya Covid-19, bisa karena matriks pengetahuannya, bisa juga karena ketidaktahuannya. Ada orang yang tidak percaya pada sesuatu karena pengetahuannya melampaui sesuatu yang ia tidak percayai, atau bisa juga karena ia tidak punya pengetahuan. Opsi lain karena silang sengkarut pemberitaan mengenai sesuatu hal, membuat ia memasang pertahanan dengan cara tidak mempercayainya. Fakta menunjukkan bahwa orang yang percaya adanya Covid-19 bisa terpapar atau bisa juga tidak terpapar Covid-19. Sementara orang yang tidak percaya pada adanya Covid-19 juga ada yang terpapar dan ada yang tidak terpapar. (Mbah Nun, 2021).


Saat Covid meledak di Wuhan, saya sempat meremehkan virus tersebut tidak akan sampai ke Indonesia, apalagi kok berani-beraninya masuk Malang. Bebal sekali kan. Perlahan, saya percaya kalau Covid itu nyata. Lha wong buktinya ada kok, yang mati banyak. Namun kepercayaan itu tidak berarti menjadikan saya parno. Ya tetap slow, bentuk ikhtiarnya agar tak terjangkit ya memakai masker dan minum vitamin.


Setahun lebih pandemi berlangsung, masyarakat kita muncul cluster baru. Kalau dulu Cebong dan Kampret. Sekarang percaya covid dan tidak. 


Hal tersebut menarik dibahas karena bukti covid memang ada. Ribuan orang mati di pelbagai daerah, Faskes dan RS kewalahan dengan banyaknya kasus covid, dan masih banyak orang yang bilang covid itu konspirasi. Gini gini, kalau toh benar konspirasi, idealnya kita tak denial. Seng mati lho okeh, Cak. Dalih yang sering mereka gunakan: Covid hanya ada di RS, belum pernah ada orang mati karena covid di jalan, sawah atau pasar, matinya rata-rata di RS; dia mati karena dicovidkan oleh RS dll. Masyarakat terkesan dibenturkan dengan Nakes. Memang repot kalau berhadapan dengan orang bebal.


Skipp


Adanya cluster yang percaya dan tidak terhadap covid membuat saya penasaran akar masalahnya. Kok moro-moro gak percaya, padahal buktinya banyak. Analisis klinisnya dapat kita akses di google, eh kok … Hal beginian kadang bikin gemes, mau ngasih tahu orang lain kalau covid itu nyata ke cluster tak percaya covid, yang ada malah debat kusir. Tak berujung, emosi. Begitu juga dengan yang saya alami. Memilih menjalankan protkes sendiri daripada harus berlelah lelah menghimbau orang. Kesel, Cak. 


Silahkan hidup berdaulat, tapi yo jangan lupa pertimbangan sosialnya. Sudah tahu zaman genting seperti ini, mbok ya kalau ke luar rumah; fasum; pasar dll pakai masker. Ora ndung nantang-nantang covid ngunu lah