Friday, August 20, 2021

Resensi Novel O Eka Kurniawan

 “Hanya orang yang nggak bisa ngaceng, bisa berkelahi tanpa takut mati.”


Judul : O - Novel

Penerbit         : PT. Gramedia Pustaka Utama

Pengarang : Eka Kurniawan

Editor : Mirna Yulistianti

Tahun : 2016

ISBN : 978-602-03-2559-0

Halaman         : 470 Hal


Novel nyaris lima ratus halaman ini membuat saya bingung, sudah tebal, alurnya maju mundur cantik manja gak jelas dan butuh pemahaman ekstra untuk memahami maksud penulis. Eh, itu tanggapan saat awal membaca novel ini. Saat lembar demi lembar melanjutkan membaca, saya mulai faham ke arah mana Eka mengajak pembacanya untuk tenang dan berpikir. Praktis dua minggu saya menandaskan buku ini. Top


Beberapa Karya Fiksi Dari Eka Kurniawan. Sumber Gambar: rizaalmanfaluthi com

Mau dibilang ini fabel, tidak juga. Karena di dalamnya juga berkisah manusia,bahkan benda dalam novel ini benda juga dapat berbicara. Selain itu, banyaknya tokoh menjadikan para pembaca harus banyak-banyak mencatat nama dan perannya dalam cerita rekaan Eka.


Baca: Perempuan Patah Hati Yang Menemukan Cinta Lewat Mimpi - Eka Kurniawan


Eka Kurniawan (lahir di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, 28 November 1975; umur 45 tahun) adalah seorang penulis asal Indonesia. Ia menamatkan pendidikan tinggi dari Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Eka Kurniawan terpilih sebagai salah satu "Global Thinkers of 2015" dari jurnal Foreign Policy.



Dia dikenal dengan karyanya Cantik Itu Luka yang dirilis tahun 2002. Novel ini telah diterbitkan ke dalam bahasa asing. Setelah berkali-kali Indonesianis dari Cornell University, Ben Anderson, meyakinkannya untuk menerjemahkan novel itu ke dalam bahasa Inggris. Tak hanya Ben, Tariq Ali ikut meyakinkan Eka, dengan langsung datang ke Jakarta. Naskah terjemahan Inggrisnya di Verso Books, yang salah satu editornya adalah Perry Anderson, adik Ben.


Eka adalah Sarjana Filsafat dari Universitas Gadjah Mada. Cerpen pertamanya dimuat di harian Bernas, Yogyakarta, dengan judul: Hikayat Si Orang Gila. Skripsinya "Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis", telah diterbitkan sebagai buku juga.



Eka menulis sejak SMA, namun ketika tinggal dan kuliah di Yogyakarta dia sangat produktif. Di SMA-nya Eka mencetak sejarah sebagai alumni yang pertama kali kuliah di UGM. Sehari-hari, selain menulis novel, bersama istrinya, Ratih Kumala, Eka juga ikut membantu menulis cerita untuk sinetron.


Novel ini menceritakan tokoh utama bernama O, ia adalah monyet betina yang hidup di Rawa Kalong bersama kekasihnya Entang Kosasih dan monyet lainnya. Kekasihnya itu memiliki keyakinan kelak ia akan menjadi manusia. Oleh karena itu, sebelum benar-benar menjadi manusia, ia harus belajar bagaimana berperilaku menjadi manusia. Hal tersebut juga diyakini, O, keyakinan kelak ia akan menjadi manusia membuatnya keluar dari Rawa Kalong dan berkelana. Titik ini menjadi awal mula banyak scene cerita, arah cerita yang semula dominan pada O dan kekasihnya itu perlahan bergeser, malah saya rasa bergesernya cukup jauh.


Kita akan dipertemukan dengan polisi bernama Sobar dan Joni Simbolon dengan revolvernya yang dapat berbicara. Polisi itu, terutama Sobar memiliki dendam ke Toni Bagong, seorang preman yang mengencani perempuan cantik yang ia sukai bernama Dara. Naas Dara tak pernah  menerima suntingan dari Sobar, ia lebih memilih hidup dengan Toni Bagong yang setiap hari menyiksanya. Belakangan diketahui, Dara membenci profesi polisi karena Ayahnya meninggal saat terjadi konflik perebutan lahan dengan Pemerintah Soeharto. Ayahnya mati ditembak polisi.


Baca: Cinta Tak Ada Mati - Eka Kurniawan


Ditengah-tengah Eka bercerita tentang kedua polisi dan Toni Bagong, diselipkan scene O yang berteman dengan anjing lelaki bernama, Kirik. Scene ini mendapatkan ruang yang cukup panjang dari Eka. Betalumur, lelaki pesakitan yang menjadi pawangnya O itu membuka jalan bagaimana novel ini akan berakhir.


Setiap hari, Betalumur dan O berkeliling kampung mempertunjukan aksi topeng monyet murahan itu. Jika banyak penonton yang suka dengan pertunjukan mereka, ia akan banyak mendapatkan uang, namun kenyataannya, penonton melemparkan recehan karena kasihan melihat mereka. Uang saweran yang tak seberapa itu selain digunakan untuk menyambung hidup, juga dipergunakan Betalumur mabuk-mabukan. O hanya mendapatkan jatah pisang, kalau sedang beruntung, ia akan mendapatkan ikan. 


Hidup mereka nomaden, sampai nasib membawanya ke sebuah gedung tua dan angker untuk mereka tinggali bersama sepasang pasutri pemulung. Mat Angin dan Ma Kungkung istrinya yang baik hati itu tak pernah capek menasehati Betalumur untuk menabung dan mengingatkannya berhenti mabuk-mabukan. 



Betalumur yang memiliki keinginan mendapatkan banyak uang, diakomodir oleh Rudi Gudel, seorang preman yang hobi memakan daging anak anjing panggang. Ia akan memberikan banyak uang ke Betalumur jika berhasil membawa Kirik hidup-hidup. Hal itu bukan terjadi begitu saja, dulu, Rudi Gudel bekerja untuk Jarwo Edan, preman yang juga hobi memakan daging anak anjing ini mati terkoyak-koyak digigit anjingnya sendiri karena tak terima anaknya disembelih dan dimakan di depannya langsung. Sejak saat itu, demi membalas kebaikan Jarwo Edan, ia berjanji akan menyembelih anjing dan anak-anaknya di atas kuburan Jarwo Edan.


Perburuan Betalumur tidak berjalan dengan mudah, ia harus berebut dengan Rini Juwita, perempuan yang mengadopsi Kirik. Pada scene ini, terjadi keseruan juga dimana Rini Juwita dan kedua anaknya itu, aslinya takut jika harus membawa Kirik ke rumahnya, mengingat si Marko, suaminya, sangat tidak suka dengan anjing. Tidak sukanya kenapa? hanya di spill jika saat Marko kecil, ia pernah menyaksikan adik perempuannya dimakan/dikeroyok anjing sampai mati.


Pada akhirnya si Marko mati dengan cara yang mengerikan. Saat ia pulang dari kerja, ia bertanya ke istrinya anak-anaknya pada main kemana, Rini menjawab jika anak-anak mereka bermain di ruangan bekas gudang, saat Marko berjalan memasuki gudang, Rini dengan cepat menutup pintu dan menguncinya dari luar. Marko suaminya itu dicabik-cabik anjing besar, ganas dan sangat galak yang ia bawa dari penangkaran. 


Baca: Cantik Itu Luka - Eka Kurniawan


Kembali lagi ke Betalumur yang memburu Kirik, Rini Juwita berhasil menyelamatkan Kirik dari maut dengan membayar Rudi Gudel dan anak buahnya saat hendak menggorok leher dan kaki Kirik di atas kubuan Jarwo Edan.


Kisah ini ditutup dengan Betalumur yang tiba-tiba menjadi babi ngepet. Ia diburu oleh warga karena kedapatan ngepet di rumah pengusaha. Mayatnya membusuk di tempat sampah.


Perlu pembaca tahu, pada resensi ini, saya memakai scene cerita Betalumur. Masa iya tokoh utamanya monyet kok malah membahas Betalumur! Hehehe. Baik, sebelum saya pungkasi, akan sedikit saya bahas akhir cerita kisahnya, O.


O, ia tetaplah seekor monyet yang menyedihkan. Saya merasa aneh kenapa kok dia bisa hidup lagi, padahal sebelumnya ia mati dan dikuburkan. Ia berhasil bertemu dengan Kaisar Dangdut, sosok lelaki yang ia yakini sebagai Entang Kosasih kekasihnya itu. Menurut saya, scene bertemunya O dengan kaisar dangdut malah kurang menarik. Saya lebih terpukau dengan scene Si Kutu, Kyai Muhtarom dan Kyai Sobirin yang menanti Sri Astuti kekasihnya itu.



Kritik pada novel ini:

Scene Kyai Muhtarom dan Todak Merah si Tikus dan Nyai Banjarawati terlalu dipaksanakan oleh Eka. Memang sih niatnya agar ending pada cerita logis, tapi, ia malah cocok menjadi cerita pendek yang berdiri sendiri.


Malang, 20 Agustus 2021

Ali Ahsan Al Haris

Terimakasih. 


No comments:

Post a Comment