Saturday, February 8, 2020

RESENSI BUKU “ABC ANARKISME"


RESENSI BUKU “ABC ANARKISME"


Jika bicara ataupun mendengar kata “anakisme” mungkin yang terlintas dalam benak kita ialah sebuah kekerasan, kekacauan, ataupun ketidakaturan. Tapi, apakah itu benar?


Di dalam buku ABC Anarkisme, karya Alexander Berkman, menjelaskan bahwa anarkisme ialah sebagai konsepsi kehidupan sosial dengan kebebasan dan harmoni yang paling rasional dan praktis. Alexander Berkman percaya bahwa anarkisme adalah hal yang paling bagus dan terbesar yang pernah dipikirkan oleh manusia; satu hal yang memberi kebebasan dan kesejahteraan.


Buku ke 9 yang saya baca dan resensi di 2020
Memang, sebelum membaca buku ini, paradigma saya selalu menganggap bahwa anarkis adalah sebuah hal kekacauan, ketidakaturan, dan selalu identik dengan sebuah kekerasan. Tetapi setelah membaca dan memahami maksud dan tujuan buku anarkis bukanlah itu semua. Anarkisme ialah sebuah kondisi masyarakat di mana semua laki-laki dan perempuan bebas, juga mana semua menikmati kesetaraan dan manfaat dari kehidupan yang teratur dan masuk akal (halaman 5).


Dalam buku ini terdapat empat belas bab, yang masing-masing bab mempunyai keterkaitan dengan pembahasan dari awal. Berkman menulis buku ini berdasarkan pengalaman pribadinya. Karya aslinya pertama kali diterbitkan di Amerika pada tahun 1929, oleh Vanguard Press di New York, dengan judul What is Communist Anarchism? Sedangkan buku ABC Anarkisme (The ABC Anarchism) diterbitkan pertama kali di Inggris pada bulan Mei 1942, oleh Freedom Press.


Anarkisme Bukan Kekerasan

Kebanyakan orang masih memiliki konsep yang salah mengenai anarkisme. Beberapa orang membicarakan anarkisme, tetapi tidak mengetahui sesuatu pun tentang konsepsinya. Berkman menganggap, bahwa banyak kaum Sosialis dan Bolschevik mengatakan hal yang salah mengenai apa itu anarkisme. Mereka sebenarnya mengetahuinya dengan baik, tapi sering berbohong, dan menganggap bahwa anarkisme tetaplah sebuah ketidakteraturan dan kekacauan.

Guru besar sosialisme—Karl Marx dan Friedrich Engels—telah mengajarkan bahwa anarkisme akan datang dari sosialisme. Marx dan Engels mengatakan bahwa pertama-tama mesti memiliki jiwa sosialisme, setelah sosialisme akan terdapat anarkisme. Anarkisme ialah kondisi masyarakat yang lebih bebas dan indah untuk hidup dari sekadar sosialisme (halaman 3).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, menjelaskan, anarkisme ialah ajaran (paham) yang menentang setiap kekuatan negara; teori politik yang tidak menyukai adanya pemerintahan dan undang-undang. Hal ini berarti anarkisme adalah sebuah ideologi yang tidak menyukai adanya tatanan atau sebuah struktur dalam suatu wilayah (negara) yang di mana struktur tersebut berkuasa di dalamnya. Yaitu pemerintah, atapun otoritas-otoritas yang menghalangi sebuah kebebasan.


Jika paradigma bahwa selalu menganggap bahwa anarkisme adalah sebuah konsep tentang kekerasan, tentu akan salah kaprah. Padahal dipahami lebih lanjut, buku ABC Anarkisme menganggap kekerasan adalah bukanlah konsep dari anarkisme. Itupun terjadi kekerasan apabila ada ketidakaturan ataupun kekacauan—yang biasa bisa dilakukan oleh otoritas-otoritas yang berkuasa.


Dalam konteks ini pula, apakah hanya orang anarkis yang melakukan sebuah tindakan kekerasan? Bukankah seorang demokrat, seorang monarki ataupun seorang oligarki pun juga pernah melakukan sebuah “kekerasan”. Bukankah semua itu sama (pernah melakukan kekerasan).


Baca tulisan saya yang lain: Resensi Novel Dunia Sophie Joestein Gaarder


Saat tejadi atau terwujudnya anarkisme tergantung dari dua faktor: pertama, secepat apakah kondisi yang tumbuh menjadi tidak tertahankan secara fisik dan spiritual kepada sebagian besar umat manusia, terutama kepada pekerja. Kedua, dari tingkat pemahaman dan penerimaan pandangan anarkis itu sendiri.


Di dalam buku sejumlah 254 halaman ini, Berkman menjelaskan anarkisme bukanlah ketidakateratuan, bukan perampokan dan pembunuhan, bukan sebuah perang dan bukan pula melempar bom. Tetapi, (sekali lagi saya tekankan) memiliki arti bahwa kita harus bebas. Bebas, bahwa tidak seorang pun boleh memperbudak, menjadi majikan, atau merampok anda, atau pun memaksa kita.


Lebih singkat, anarkisme berarti semua menikmati kesetaraan dan manfaat dari kehidupan yang teratur dan masuk akal. Ajaran anarkisme adalah ajaran tentang perdamaian dan tidak ada penjajahan, di mana terjadi sebuah kehidupan yang suci tanpa adanya perbudakan ataupun kelas sosial.


Pada saat membaca buku ini, pembaca disarankan untuk membaca atau mengulanginya sekali atau berkali-kali. Karena di dalamnya terdapat beberapa kalimat atau istilah yang sulit untuk dicerna oleh pembaca awam. Namun, ketika kita sudah paham akan maksud dan tujuan buku ini, segeralah merefleksikan pikiran sejenak, apa maksud dari anarkisme ini.


Ketika pembaca sudah paham, tiba-tiba muncul sebuah pertanyaan: apakah revolusi akan terjadi?
Oleh: Sunardi



Anarkisme : Revolusi Harmoni Bukan Kekerasan


ABC Anarkisme merupakan buku yang mengulas mengenai anarkisme untuk pemula. Buku ini diawali dengan menceritakan latar belakang sang penulis, Alexander Berkman. Alexander Berkman lahir pada tahun 1870 di Wilno (Vilnius) yang saat itu menjadi bagian dari Kekaisaran Rusia. Dia dikenal sebagai anarkis yang radikal. Ia terjun ke lapangan guna mengorganisir aksi-aksi langsung perjuangan kaum anarkis yang ada dalam serikat-serikat pekerja.


Berkman menuliskan pandangan-pandangannya tentang anarkisme di dalam buku ini. Dia memaparkan dengan gamblang apa sebenarnya anarkisme yang sering dianggap sebagai sebuah kekacauan dan kekerasan; seperti anggapan para kaum sosialis dan Bolshevik. Berkman beranggapan bahwa mereka yang menganggap anarkisme sebagai sebuah ketidakteraturan adalah kesalahan. Padahal, guru terbesar dalam sosialisme; Karl Marx dan Friedrich Engels juga guru besar kaum Bolshelvik; Lenin mengajarkan bahwa anarkisme akan datang dari sosialisme, serta akan terjadi setelah Bolshevisme. Bahwa kemudian hal itu akan memberikan kebebasan untuk hidup.

Dalam pembahasan selanjutnya, Berkman memaparkan tentang makna anarkisme. Dia mengatakan bahwa kekerasan tidaklah tepat jika hanya ditujukan pada anarkisme. Karena di bawah kondisi tertentu seseorang mungkin harus mengambil jalan kekerasan, contohnya saja ketika warga Negara yang dipakaikan seragam tentara. Lantas dengan demikian, apa ia berhak melempar bom dan melakukan tindak kekerasan. Brutus membunuh Caesar karena ia takut jika kawannya menghianati republik dan menjadi raja. Itu bukan berarti Brutus tidak mencintai Caesar, tapi karena Brutus lebih mencintai Roma.


Benda itu adalah Pemerintah

“Di daerah dan di setiap zaman, selalu ada pembunuh para tiran, yaitu para laki-laki dan perempuan yang mencintai negeri mereka hingga rela mengorbankan hidup mereka. Biasanya mereka justru bukan berasal dari anggota parpol tapi hanya pembenci tirani. Adakalanya mereka adalah penganut agama yang fanatik, seperti Kullman, seorang katolik saleh yang berupaya untuk membunuh Bismark (Hal.11).


Yang benar adalah bahwa di tiap Negara, di tiap gerakan sosial, kekerasan telah menjadi sebuah bagian dari perjuangan semenjak dulu. Berkman menjelaskan bahwa anarkisme adalah tentang perdamaian dan harmoni, tentang non-penjajahan, tentang kesucian hidup dan kebebasan. Tetapi para anarkis adalah manusia seperti yang lain; sensitif terhadap kemungkaran dan ketidakadilan dan marah terhadap ketidakadilan, sehingga menyebabkan mereka menyuarakan protes melalui kekerasan. Namun, tindakan seperti itu ekspresi dari tiap individu, bukan berasal dari suatu teori. Sebab, benda yang paling menjajah adalah benda yang paling ikut campur dan memaksa untuk hidup tidak seperti yang kita kehendaki. Benda itu bernama Pemerintah.


Berkman juga memaparkan secara gemblang tentang anarkisme komunis. Makna dari anarkisme komunis adalah: penghapusan pemerintah, otoritas yang koersif dan semua agen-agennya, serta kepemilikan bersama.  Bentuk masyarakat yang paling praktis dan paling diinginkan; toh ada dan tidak adanya pemerintahan akan berjalan sama saja, atau justru lebih baik. Bab selanjutnya Berkman juga menjelaskan bagaimana Organisasi Buruh untuk revolusi nasional. Hanya kebebasan yang bisa membuat revolusi sosial menjadi efektif dan bermanfaat. Dan akan menyingsing hari dimana manusia untuk pertama kalinya memiliki kesempatan penuh untuk tumbuh dan berkembang di dalam kegembiraan yang bebas dan murah hati dari anarki.


Baca tulisan saya yang lain: Resensi Buku Demokrasi dan Kekecewaan


Namun, pada tanggal 28 Juni 1936 Berkman mengakhiri hidupnya dengan cara menembakkan pistol pada dirinya sendiri. Ia meninggal hanya tiga minggu sebelum kaum anarkis Spanyol dan Durruti, berdiri menentang Jenderal Franco dan reaksi Fasis. Apabila ia bertahan sedikit lebih lama, maka ia tidak akan begitu remuk hati dengan generasi yang lebih muda. Selalu ada generasi baru yang menggantikan yang lama.


Berkman menulis buku ini pastilah memiliki sebuah misi. Sebuah pesan yang ingin dia sampaikan, bahwa anarkisme adalah pembawa revolusi untuk dunia. Dan dengan buku ini, Berkman sangat ingin mematahkan anggapan dunia tentang anarkisme yang selalu dianggap sebagai sebuah kekerasan dan ketidakaturan. Buku ini sangat direkomendasikan jika anda ingin mengetahui apa itu anarkisme dan segala hal yang berkaitan dengan Anarkisme.


Baca tulisan saya yang lain: Resensi Novel Negeri Para Bedebah Tere Liye


“…. Pada zaman modern, revolusi tidak hanya berarti barikade. Hal itu mengingatkan pada masa lalu. Revolusi sosial adalah hal yang sangat berbeda dan lebih penting; ia melibatkan reorganisasi keseluruhan hidup masyarakat – Alexander Berkman”.

Oleh: Pinky Annisa


Friday, February 7, 2020

MENGAPA HARUS BERDOA?

MENGAPA HARUS BERDOA?



Tuhan akan marah pada hamba-Nya yang sombong, tidak pernah berdoa. Namun, Tuhan juga marah jika melihat hamba-Nya banyak berdoa, tanpa bekerja.


Sejak kecil saya di ajarkan kedua orangtua dan guru-guru saya untuk selalu beroda kepada Allah SWT. Apapun yang kita alami, susah senang dalam kehidupan eloknya kita curhat kan kepada Allah SWT lewat doa-doa kita. Karena dengan doa apa yang kita inginkan dapat didengar oleh Allah SWT, padahal Allah SWT adalah Maha Pendengar. Namun, pernah saya berpikir mengapa harus berdoa? Untuk apa berdoa?


Bertambahnya umur, luasnya pergaulan dan bertambahnya bahan bacaan menjadikan saya banyak bertanya untuk apa laku agama bernama berdoa itu. Untuk apa semua itu, padahal hanya dengan usaha dan kerja keras saja keinginan setiap manusia dapat tercapai. Mengapa? Ada apa dibalik ritual berdoa itu? Bahkan setiap agama memiliki ritual ibadah semacam itu.


Meski doa artinya menyeru dan memohon, di dalamnya tersimpan kekuatan untuk bangkit dan membuat loncatan dalam hidup jauh kedepan. Ketika saya atau pembaca berdoa kepada Allah SWT, beban yang kita alami seolah menjadi ringan karena telah kita bagi beban itu ke yang Maha Agung, yang di tangan-Nya tergenggam semesta raya ini. Jika kita lebih dalam mengamatinya, proses berdoa yang mengadu dan membuka diri mengalirkan energi illahi. Sehingga kita serasa memperoleh kekuatan baru yang berlipat-lipat ganda. Dengan berdoa sungguh-sungguh, kita telah melakukan proses pencarian gelombang energi semesta sehingga semesta akan berpihak kepada kita.


Mungkin beberapa dari kita berdoa hanya pada saat terjepit pada situasi yang tidak mengenakan, saat kita sedang berduka, menginginkan sesuatu, baru kita datang meminta pertolongan kepada Allah SWT. Padahal, menurut Rasulullah SAW., doa yang disampaikan baik waktu suka maupun duka, akan lebih baik dikabulkan. Terkadang, saking semangatnya kita meminta sesuatu ke Allah SWT, dalam doa kita malah terkesan mendikte Allah SWT.


Dalam berdoa, kita sering terjebak mana kebutuhan dan keinginan sehingga dalam doa yang kita panjatkan terkesan mendikte Allah SWT. Hendaknya dalam doa yang kita panjatkan ke Allah SWT itu secara tulus dan pasrah kepada Allah SWT. Menyadari bahwa apa yang kita anggap baik belum tentu baik bagi Allah SWT, kita serahkan saja keputusan itu ke Allah SWT yang Maha Besar. Ada empat kemungkinan jawaban Allah SWT dalam menjawab doa kita.


Pertama, doanya dikabulkan sebagaimana yang diminta dalam waktu dekat. Kedua, dikabulkan namun dalam waktu lama setelah seorang hamba berkali-kali datang pada-Nya untuk meminta hal yang sama. Ketiga, doanya dikabulkan namun diganti dalam bentuk lain yang lebih cocok bagi kepentingan hamba-Nya. Salah satunya adalah diganti dengan dihindarkan dari malapetaka. Keempat, segala kebaikan yang diminta akan dikabulkan dengan berlipat ganda, tetapi diberikan nanti di akhirat.


Dari pelbagai macam cara Allah SWT menjawab doa kita, ada orang berdoa yang isinya penuh pujian dan terimakasih, tetapi ada juga yang bernada protes dan keluh kesah atas nasib hidupnya yang tidak beruntung. Nah saya dan pembaca pada posisi mana?


Perlu disadari juga, kehidupan yang sukses tidak selalu dikaitkan dengan doa semata, melainkan kerja keras dan cerdas dengan mengikuti hukum alam, yang sesungguhnya hukum alam itu pun merupakan ciptaanya Allah SWT. Maka Allah SWT memerintahkan kita untuk, "Bekerjalah Kamu Dengan Sungguh-Sungguh Lalu Serahkan Semuanya itu kepada-Ku". Namun karena hal ini pula diantara dari kita masih saja menyepelekan sebuah doa.


Bagi pembaca yang mengikuti berita perpolitikan negeri ini sering mendengar atau melihat para tersangka KPK yang merasa kasusnya itu adalah fitnah dan mereka mentaksir dirinya sedang di uji oleh Allah SWT. Sehingga saat mereka di dalam penjara sangat rajin bersembahyang dan berdoa. Sikap demikian itu dipahami dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT beban di penjara akan berkurang. Tetapi, secara akal sehat, apa kepentingan Allah SWT memasukan dirinya ke penjara? Jika narapidana itu kemudian bertobat, itu sangat bagus dan wajar. Tapi rasanya tidak bagus jika mengkaitkan korupsi lalu di penjara di artikan sebagai takdirnya Allah SWT.


Padahal, saat mereka belum menjabat, para koruptor berdoa agar diberikan jabatan, berusaha sekuat-kuatnya, senggol kanan kiri dan kalau perlu menyogok pun melakukan praktek kolusi dengan menjual integritas diri mereka demi menduduki sebuah jabatan. Saat mereka sudah menjabat, malah berlomba-lomba merampok kekayaan dan merebut yang bukan haknya sampai melupakan Allah SWT. Lucunya, saat kasus korupsinya terungkap, mereka malah berucap bahwa Allah SWT telah memberikan mereka ujian. Ucapan mereka yang seperti itu adalah pelemparan tanggung jawab dan kesalahan besar kepada Allah SWT yang telah mengabulkan doanya.


Ketika susah ikut mengemis, ketika mendapat sedikit jabatan saja ikut berlomba-lomba merampok, begitu terus sampai jadi lingkaran setan. Dengan berdoa bersungguh-sungguh, kita percaya dan pasrah pada kemampuan Allah SWT, sudah semestinya Allah SWT akan mengabulkan doa-doa kita.


Allah SWT itu Maha Sempurna dan tidak mungkin melalukan kesalahan, sedangkan kita sebagai manusia adalah mahluk yang lemah dan serakah dimana sangat mungkin dalam melakukan kesalahan. Seyogyanya kita harus berhati-hati dalam berdoa karena dalam setiap doa kita, mungkin Allah SWT mengabulkan padahal kita belum siap menerima konsekuensi dari doa tersebut.


Nah, saya memiliki seorang kawan yang tidak mau berdoa kepada Allah SWT. Alasannya karena dia malu meminta dan sangat tidak pantas keinginannya dikabulkan oleh Allah SWT. Setiap dia ingin meminta sesuatu ke Allah SWT, dia selalu bertanya ke dirinya sendiri. Ini keinginanku apa keinginan Allah SWT ?


Terimakasih
Malang, 6 Januari 2020


Ali Ahsan Al Haris

Thursday, February 6, 2020

MAIYAH ADALAH SEBUAH POHON BESAR

MAIYAH ADALAH SEBUAH POHON BESAR



Biasanya, Malang dari sore sampai jam 8 malam selalu diguyur hujan. Kok tumben-tumbenan kemarin sore cuaca sangat cerah dan sedikit membuat gerah. Selepas jam kerja memburuh, saya langsung melipir ke toko buku membelikan titipannya adek yang kemarin gagal ikut PO buku.


Kang Dika sedang membuka acara

Pulang dari toko buku selepas shalat Maghrib, dilanjut makan malam dan menyelesaikan tulisan di blog. Meski badan sedikit capek dan ingin rehat, sebelum berangkat ke rutinan Rebo Legi rasa kantuk yang sangat berat mulai menyerang. Saya merasa mata ini sulit sekali untuk diajak kompromi meski badan sudah kena asupan kopi. Tetap gak manjur, mungkin solusinya tidur.


Baca tulisan saya yang lain: Maiyah dan Spontanitas


Saya datang ke rutinan agak telat, jam 21.10 baru datang. Yah meski acara belum juga dimulai sih. Sesampainya disana sudah ada Kang Muji dkk di meja dekat parkiran. Tampak di dalam ruangan ada Kang Dika terdengar dengan ketawanya yang khas.


Dari Kiri:
Kang Buna, cak Bagong dan Kang Dika
Tema rutinan malam itu tentang "Aremaiyah", dipandu langsung oleh Kang Dika ditemani narasumber utama Cak Bagong dan Kang Buna. Sekilas, pemilihan tema malam itu berangkat dari kristalisasi diskusi Kang Ardi, Kang Dika, Cak Bagong dkk berkaitan dengan banyaknya lingkar Maiyah di Malang Raya diantaranya Aremaiyah, Obor Ilahi, Maiyah Batu Aji dan Religi sendiri sebagai simpul. Belum lagi lingkar atau komunitas yang lipatannya atau kegiatannya hampir dan atau beririsan dengan Maiyah itu sendiri seperti Kenduri Shalawat dll yang ada di Malang. Dari hal tersebut disepakati bahwa perlu ada sinau bareng atau sekedar sharing bagaimana sejarah Aremaiyah berdiri termasuk kegiatannya yang selama ini berlangsung. Dari hal tersebut harapannya semoga meluruskan apa yang selama ini kurang atau ada salah persepsi menjadi terformula dan berkembang lebih besar lagi.


Baca tulisan sayang yang lain: Saat Saya Ditanya Seorang Kawan, Kenapa Ikut Maiyah 


Kang Dika membuka sesi pertama dengan wacana yang bagiku sangat menarik. Yakni mengibaratkan Maiyah sebagai sebuah pohon yang sangat besar. Dibawah pohon itu banyak terdapat aktifitas, seperti berdagang, bersekolah, makan, diskusi bahkan kencing lalu pergi begitu saja. Taruhlah pohon besar itu kita analogikan sebagai Maiyah Religi sebagai simpul Maiyah di Malang dan aktifitas dibawahnya itu sebagai lingkar-lingkar yang ada di Malang. Mereka memiliki kegiatan masing-masing dengan ciri khas masing-masing pula. Ada yang ber-Maiyah karena menyukai Mbah Nun, senang dengan tulisan-tulisan Mbah Nun, senang karena dalam setiap acara Sinau Bareng CNKK banyak bershalawat dan menyanyi serta banyak jalan lagi. Dari hal itu saja  dapat ditemukan pelbagai tipikal macam jamaah Maiyah termasuk di Malang (Banyak jalan masuk dalam ber-Maiyah) Termasuk Aremaiyah yang cikal bakal berdirinya fokus pada bakti sosial dan setiap rutinan membaca shalawatan.

Dokumentasi Pribadi

Cak Bagong selaku narasumber pertama bercerita ke para jamaah Maiyah Religi bagaimana proses berdiri dan sejarah perjalanan Aremaiyah. Banyak kisah senang dan susah yang Cak Bagong alami, dari pasang surutnya kehadiran penggiat dan susahnya mencari sumber pendanaan. Dari pelbagai kisah yang Cak Bagong ceritakan, saya menyukai kisah para penggiat dalam menggagas Gerakan Uang Surga. Menurut penuturan Cak Bagong yang saya tangkap, gerakan ini didasari karena sulitnya mencari sumber pendanaan dalam setiap acara. Para penggiat berandai jika para jamaah Maiyah di Malang yang mencapai ribuan itu mau sodaqoh senilai Rp. 5,00 per hari, gak bakalan ada cerita setiap rutinan dan belanja untuk operasional dan bagi-bagi sembako terhambat dana. Nyatanya, kenyataan itu tidak sesuai ekspetasi. Tentu akan panjang jika saya ceritakan kembali, setidaknya begitulah gambaran para penggiat Aremaiyah alami selama ini.




Dari pengalaman Cak Bagong menggawangi Aremaiyah, beliau berpesan kepada Jamaah yang hadir pada malam itu untuk selalu istiqomah, sabar dan selalu introspeksi diri. Sepi ramainya jamaah yang hadir rutinan, lesu semangatnya para penggiat dan banyak masalah lain yang menerpa tidak dimaknai sebagai takdir dari Allah semata. Cak Bagong berpesan kalau para penggiat harus selalu berpikir apa yang akan saya lakukan lagi, apa yang kurang maksimal dan apa yang harus dibenahi dengan dasar mendekatkan diri kepada Allah SWT agar apa yang dilakukan itu bukan hanya ambisi nafsu semata.


Cerita dari Cak Bagong itu banyak direspon oleh jamaah, salah satunya dari Kang Ardi. Menurutnya, apa yang diceritakan Cak Bagong dapat kita jadikan acuan untuk belajar mengidentifikasi diri sendiri kira-kira kita ini tipikal manusia apa. Apakah kita ini manusia shalat, manusia sabar, manusia puasa, manusia sodaqoh dsb. Tentu tipikal manusia yang dimaksud Kang Ardi tidak lantas bermakna literer semata. Jika saya boleh menilai Cak Bagong lewat cerita panjangnya tentang perjuangan beliau dan para penggiat Aremaiyah, saya menganggap Cak Bagong adalah manusia sabar. Tersirat lewat cerita perjuangan beliau dan para penggiat yang sabar dan istiqomah. Selain itu, jika kita sudah paham diri kita manusia tipikal seperti apa, inshaallah dalam hubungan dengan Tuhan dan sosial terasa lebih bermakna.


Saat Kang Buna membaca Shalawat
Dari pelbagai respon yang datang dari para jamaah, tiba-tiba saya merasa "Ngeh" jika pembicaraan para jamaah malam itu bermuara pada pencarian jati diri. Ada seseorang yang mencari jati dirinya dengan selalu berbuat eksis agar mendapat sanjungan dari yang lain, ada yang mencari jati dirinya dengan terus mencoba jenis dagangan, begitu pula mencari jati diri dengan ber-Maiyah. Yang sangat penting dari proses pencarian jati diri itu, kita mau lulus dihadapan manusia atau dihadapan Allah SWT?


Baca tulisan saya yang lain: Surat Terbuka Untuk Jamaah Maiyah Baru


Saat Mbah Yasin selesai membacakan doa penutut rutinan, tiba-tiba Kang Dika berkelakar bahwa kita ini sibuk mencari jati diri. Padahal jati diri ada di Semarang (Maksudnya Stadio Jati Diri) hehe.


Sebagai pamungkas tulisan. Saya pribadi dengan sadar mohon maaf sebesar-besarnya kepada para jamaah khususnya Maiyah Religi Malang jika apa yang saya tulis banyak salah bahasa dan data. Selain itu, tulisan ini BUKANLAH REPORTASE rutinan, sungguh bukan karena itu bukan maqom saya dalam menuliskan hal tersebut. Apa yang kalian baca hanya residu kenangan dan rasa bahagianya saya karena dapat mengikuti rutinan Rebo Legi. Sekali lagi, Ngapunten ingkang katah.



Malang, 5 Februari 2010

Ali Ahsan Al Haris.

Tuesday, February 4, 2020

SELERA MEMBACA BUKU KELUARGA SAYA

SELERA MEMBACA BUKU KELUARGA SAYA



Selain saya dan Ayah yang memiliki hobi membaca, dua adik perempuan saya juga memiliki hobi yang serupa. Tentu saya tidak kaget karena sejak kecil mereka berdua sudah di kader oleh Ayah untuk mencintai buku dan kitab-kitab klasik Islam.


Meski sama-sama memiliki hobi membaca, kami semua memiliki selera bacaan yang berbeda-beda. Selera bacaan Ayah cenderung ke sastra klasik Islam, kitab kuning dan filsafat timur. Selera bacaan seperti itu di ikuti oleh adik perempuan pertama saya meski tidak sama persis dengan Ayah. Berbeda dengan Adik perempuan kedua saya yang sedari SD sudah memiliki kartu anggota Perpusda Jepara, ia memiliki selera bacaan yang jauh berbeda dari kami bertiga, dia lebih menyukai novel remaja. Dari beberapa koleksi bukunya yang pernah saya baca, koleksinya banyak bertema tentang persahabatan, percintaan dan keluarga. Tapi, saya cukup bangga dengannya karena telah membaca buku "Dunia Sophie" setebal 550 halaman dimana buku tersebut biasa dibaca dikalangan Mahasiswa.


Bagi keluarga kami, buku adalah barang tersier. Maklum kami adalah orang desa, akses toko buku dan mahalnya buku membuat kami berpikir ulang untuk membeli buku. Tapi secara tidak langsung, buku sudah menjadi kebutuhan primer bagi keluarga kami. Ayah dan Ibu tidak memberi uang khusus ke anak-anaknya untuk membeli buku. Jika saya dan adik-adik ingin membeli buku, kami harus sangat berhemat. Menekan pengeluaran yang sekiranya mana itu kebutuhan dan keinginan, begitu pesan Ibu ke anak-anaknya. 


Adik saya sering curhat jika ingin membeli buku ini dan itu tapi sulit kesampaian karena uang tabungannya selalu kurang, dia selalu mengeluh karena uangnya selalu habis untuk membeli paket data, jalan-jalan dan skincare (Salah sendiri gak berhemat) Wkwkw. Nah, karena adik-adik tahu jika saya sulit memberi mereka uang untuk membeli sesuatu kecuali buku, kans itulah yang mereka pergunakan sebagai kesempatan untuk "Majek" Mas nya membelikannya sebuah buku. Hal itu terjadi pada kedua adik perempuan saya, chat WhatsApp mereka banyak berisi kabar keluarga dan screenshoot list buku apa saja yang harus saya beli untuk mereka. Sekali lagi, cara "Majek" mereka ke Mas nya berhasil, saya akan sangat ringan mengeluarkan uang demi buku-buku yang ingin mereka baca. Beda kasus kalau keinginan mereka selain buku, apalagi kosmetik. Duhhh.


Tentu tulisan ini bukanlah keluh kesah saya, melainkan hanya rasa sayang saya ke adik-adik. Selain itu, mereka juga belum memiliki penghasilan. Wajar jikalau saya yang di "Pajek" mereka berdua. Agar mereka tidak terjebak dalam zona nyaman, saya selalu menagih resensi buku yang saya belikan untuk mereka. Mungkin metode ini dirasa kurang bagus, kenapa kok tidak disuruh menabung saja? Sudah, adik-adik saya sudah melalukan hal itu dan saya tahu betul bagaimana mereka mengikat kencang pengeluarannya. Lain alasan lagi, kenapa syaratnya enggak rangking satu atau dapet nilai bagus? Oh tidak, saya memiliki prinsip jikalau pendidikan formal hanya menjadikan kita sebagai generasi penghafal, saya ingin adik-adik saya dapat berkembang sesuai potensi mereka, saya ingin mereka menjadi diri sendiri, kelak mereka akan menentukan mau menjadi seperti apa dan berkarya apa dan sementara ini saya bisa membantu mereka lewat akses bacaan seperti yang mereka inginkan.


Ayah dan Ibu saya tentu ingin melihat anak-anaknya sukses, terpandang di masyarakat dan memiliki status yang baik. Setiap orang tua pasti memiliki impian seperti itu, termasuk saya melihat adik-adik saya. Tapi, lagi-lagi itu hanyalah impian, tugas orangtua hanyalah memberikan bekal Akhlakul karimah, Disiplin, Akunting dan Melek teknologi (Mengapa empat alasan ini, pembaca dapat membacanya lebih lanjut di Mukadimah Majelis Alternatif dengan tema "Anak dan Perubahan Diri). Allhamdulillah orangtua kami mendidik kami seperti itu. Selebihnya, anak-anaknya lah yang akan menyetir sendiri nasibnya. 


Saya penasaran, kelak akan bagaimana adik-adik saya.
Semoga Allah memberikan kesempatan kepadaku untuk selalu membersamai mereka, keluargaku yang tersayang.


Malang, 4 Februari 2019




Friday, January 31, 2020

MEMAHAMI HUMOR SUFI NASRUDDIN HODJA


MEMAHAMI HUMOR SUFI NASRUDDIN HODJA

*Resensi Buku Kumpulan Humor Nasruddin Hodja oleh Ali Ahsan Al haris

Selepas membaca buku "Panduan Ringkas Gerilya Kota" saya berencana membaca buku "ABC Anarkisme" karangan Alexander Berkman. Pilihan untuk membaca dan meresensi buku Kumpulan Humor Nasruddin Hodja terbitan Kakatua itu karena buku tersebut belum tuntas saya baca di tahun 2020. Saya membeli buku tersebut di sebuah pameran buku tempat saya menjadi buruh. Saya mendapatkan buku cetakan kedua yang memiliki 220 halaman.


Saya pertama kali mendengar nama beliau dari Mbah Nun di sinau bareng (Saya lupa lokasinya)...Mbah Nun bercerita saat Nasruddin Hodja tidak diterima di usir dalam jamuan makan malam pembesar kerajaan karena memakai pakaian yang lusuh. Hodja sempat adu mulut dengan pihak keamanan kerajaan padahal dia adalah tamu undangan. Karena banget jengkelnya, akhirnya Hodja ganti memakai pakaian yang dinilai khayalak umum bagus dan formal. Singkat cerita sesampainya di ruang jamuan, Hodja tiba-tiba membuka seluruh pakaiannya yang hanya menanggalkan celana kolor nya, pakaian yang Hodja copot itu kemudian ia towel-towel kan ke makanan di meja makan sembari berkata "Ini, kalian hanya menerima pakaianku bukan diriku". Dari cerita yang Mbah Nun ceritakan itu membuat saya berniat untuk mencari buku karangan Nasruddin Hodja.


Lain cerita, mungkin pembaca sudah mafhum dengan nama Jalaluddin Rumi dan Abu Nawas. Di Indonesia sendiri, mungkin buku Rumi yang mudah kita temui di toko buku, untuk Abu Nawas, sepengetahuan saya jarang ditemukan yang versi terjemahan. Saya pernah membaca karangan Rumi, isinya mayoritas untaian kalimat-kalimat indah yang bermakna mendalam. Perlu tadabbur mendalam untuk memahami apa yang Rumi sampaikan itu. Nah, apa yang saya baca dari humor-humor nya Hodja mirip dengan apa yang Rumi tulis, tapi dalam versi jenaka. Kalau kalian memposisikan hanya membaca saja tanpa mencoba menggali apa yang Hodja tulis, saya pastikan akan menemui sisi humornya, tapi apakah hanya itu saja? Tentu tidak, ada banyak tulisannya Hodja meski terkesan sederhana, bagiku bermakna mendalam. Ya meski aktualnya saya masih gagal paham.


Buku ini terdapat 220 judul dengan pelbagai tema. Apresiasi sangat besar dari saya untuk tim penerbit Kakatua Yogyakarta yang telah menerbitkan karangan sastra klasik ke versi Bahasa Indonesia.

Dari pelbagai judul dalam buku ini, ada beberapa judul yang bagiku menarik. Seperti:


ANJING DAN BATU

Nasruddin Hodja mengunjungi sebuah kota untuk suatu keperluan. Waktu itu musim dingin. Ia berjalan malam-malam, pulang ke penginapan. Di depan sebuah rumah, tiba-tiba seekor anjing galak menggonggong dan tak mau berhenti. Anjing itu rupanya curiga dengan orang asing.


Nasruddin membungkuk untuk mengambil batu. Ia ingin melempar anjing itu. Tapi batu yang ia pegang ternyata terpendam terlalu kuat ke dalam tanah, sukar diambil.


"Kota aneh!" gumam Nasruddin. "Mereka mengikat batu-batu di tanah tapi membiarkan anjing lepas bebas berkeliaran."


BERSEMBUNYI DALAM PETI

Begitu seringnya Nasruddin berurusan dengan maling! Malam ini pula, ia kembali kedatangan maling. Menyadari hal ini, bukannya keluar mengusir, Nasruddin justru bersembunyi dalam sebuah peti.


Para maling mencari barang berharga kesana-kemari di rumah itu, namun mereka tak menemukan apa pun. Setelah semua digeledah, pandangan mereka menabrak sebuah peti yang ada di sudut dapur. Mata-mata rakus itu langsung membayangkan keping-keping emas, perhiasan, dan barang-barang. Namun ketika tutupnya dibuka, mereka terperanjat sekaligus kecewa.


"Apa yang kau lakukan di dalam peti ini?" bentak salah satu dengan wajah penasaran.

"Maaf," ujar Nasruddin ramah. 

"Aku malu. Kalian tak bisa menemukan barang berharga apa pun di rumahku . Begitu malunya diriku sehingga aku sembunyi."


BUKAN KELEDAI BIASA

Nasruddin Hodja menuntun keledainya ke pasar. Di situ ia menjual keledainya seharga 30 dinar. Lelaki yang membeli keledai itu dengan cepat membuka penawaran lelang di tempat yang sama.


"Lihat binatang yang kuat dan tegap ini!" teriaknya kepada orang yang berlalu lalang. 


"Apakah kalian pernah melihat keledai yang lebih bagus dan perkasa dibanding keledai ini? Lihat, betapa bersih badannya, betapa jernih matanya, dan betapa perkasa!" lalu ia masih terus menambah-nambah kehebatan binatang ini. Setelah berteriak-teriak cukup lama, akhirnya ada yang menawar 40 dinar.


"Ditawar 40 dinar sodara-sodara!" si pedagang mengumumkan pada semua orang. 


"Ayo, siapa yang berani lebih?" tantang si penjual.


"Aku berani 50 dinar!" seru seseorang dari belakang.


"Akan ku bayar 55!" seru seseorang yang lain. Nasruddin tersentak. Ia tak mengira jika keledainya itu bisa menimbulkan minat yang luar biasa.


"Betapa bodoh! Tadinya kupikir itu keledai biasa!"gumam Nasruddin, "tentulah ini binatang tiada tara! Satu di antara sejuta."


Setelah lama tak ada yang menawar lebih tinggi lagi, ia mulai menyadari bahwa keledai itu akan terjual dengan harga 55 dinar.


"Yak! Ada yang sudah berani 75 dinar, sodara-sodara Ya-ya-ya!" teriak si juru lelang mengumumkan.


"Aku berani 80 dinar!!!" Teriak Nasruddin dari deretan paling belakang.


JIKA AKU TAHU

Nasib malang menimpa Nasruddin. Keledai piaraannya hilang dicuri. Sang Hodja mulai mencarinya, berseru memanggil, kesana-kemari. Seseorang melihat tingkahnya itu dan bertanya siapa yang mencuri dan bagaimana bisa hilang.


"Jika aku tahu pelakunya, keledai itu tak akan hilang!"


KAKI KANAN LEBIH DAHULU

Suatu hari Nasruddin hendak berangkat mengajar. la mengenakan sepatunya dengan tergesa-gesa. Istrinya datang menegur.


"Mullah, jika memakai sepatu kau selalu mendahulukan yang sebelah kanan. Mengapa?


Nasruddin menjawab, "Tidakkah bodoh jika aku me- masukkan kaki kananku ke dalam sepatu kiri?"


Di atas adalah beberapa tulisan Hodja yang saya kutip, tentu banyak sekali yang sangat menarik untuk saya kutip lagi, namun alangkah lebih baiknya jikalau pembaca membaca bukunya secara langsung. Hehe


***


Nasruddin Hoja bukan tokoh fiktif! Ia ada sebagaimana asy-Syafi’i, al-Ghazali, al-Farabi, al-Khawarizmi, Ibnu Sina, dan deretan nama-nama yang kita kita kenal. Kalimah dan petuah Nasruddin Hoja, juga mencerahkan, penuh hikmah dan sarat pelajaran kehidupan, sama seperti kalimah atau kisah al-Ghazali atau Ibrahin bin Adham.


Tak berhenti di situ, Hoja diakui Lembaga Pendidikan dan Kebudayaan PBB (UNESCO). Dia dianggap sebagai tokoh yang turut memberikan andil dalam memperkaya khazanah kemanusiaan dunia. Selain dia, tokoh muslim yang namanya tercatat adalah Rumi. Demikian informasi yang saya baca dalam buku Solat Jumat di Hari Kamis: 101 Kisah Jenaka Nasruddin Hoja yang ditulis Muhibin.


Nasruddin Hoja hidup pada akhir abad ke 14 dan awal abad 15. Lahir di desa Khortu, Sivri Hisar, Anatolia Tengah Turki 776 H/1372 M, dan meninggal di kota Ak-Shehir, Propensi Konya 838 H/1432 M, dan dimakamkan pula di sana pula. Nasruddin barmazhab Hanafi. Ini menurut pendapat masyhur.


Cerita tentangnya, pertama ditemukan dalam manuskrip abad ke-15. Dalam manuskrip Ebu ‘l-Khayr-i Rumis Saltuk-name (1480 M), Nasruddin diceritakan sebagai murid sufi Seyyid Mahmud Hayreni di Ak-Shehir, Barat Laut Turki Modern. Kalau memperhatikan tahun hidupnya, Nasruddin hidup di era dinasti Seljuk.



Resensi Buku Kumpulon Humor Nasruddin Hodja, Resensi Buku Kumpulon Humor Nasruddin Hodja, Resensi Buku Kumpulon Humor Nasruddin Hodja, Resensi Buku Kumpulon Humor Nasruddin Hodja, Resensi Buku Kumpulon Humor Nasruddin Hodja, Resensi Buku Kumpulon Humor Nasruddin Hodja, Resensi Buku Kumpulon Humor Nasruddin Hodja, Resensi Buku Kumpulon Humor Nasruddin Hodja

Wednesday, January 29, 2020

Resensi Buku Panduan Ringkas Gerilya Kota

RESENSI BUKU PANDUAN RINGKAS GERILYA KOTA


Lanjut lagi dengan hasil resensi bacaan saya di tahun 2020, kali ini saya masih membaca buku yang diberikan oleh kawan saya dari Yogyakarta. Buku pertama berjudul "Di Bawah Bendera Hitam" (Sudah saya resensi), buku kedua adalah "Panduan Ringkas Gerilya Kota" yang kali ini saya resensi dan buku ketiga adalah "ABC Anarkisme"  akan saya baca dan resensi selepas ini. Masih sama seperti buku pertama, buku Panduan Ringkas Gerilya Kota tidak memiliki ISBN karena sumbernya dari unduhan internet yang tersebar luas di seluruh dunia. Buku ini sudah diterjemahkan pelbagai bahasa dan dianggap sebagai kitab suci bagi para gerilyawan di seluruh dunia. Dengan cover warna merah darah menjadikan buku ini menyampaikan pesan bahwa isi yang disampaikan adalah perlawanan dan perjuangan.


Ditulis oleh Carlos Marighella, diterjemahkan dan disunting oleh Tim Daun Malam. Buku yang saya baca ini masuk edisi kedua di tahun 2017. Terdiri dari 116 halaman dan terdiri dari banyak bab mulai definisi gerilya kota, bagaimana gerilyawan kita hidup, persiapan teknis gerilya kota, tujuan aksi gerilya kota sampai dengan teknis pengepungan lokasi.


Bicara profil penulis buku, Carlos Marighella (5 Desember 1911 - 4 November 1969) merupakan seorang Marxis revolusioner dan penulis. Carlos Marighella aktif berpolitik sejak 1930an, di Partai Komunis Brasil (PKB). Beberapa kali ditangkap, dilepaskan dan mesti bergerak di bawah tanah. Atas undangan Komite Sentral Partai Komunis Cina, Marighella berkunjung dua kali ke negeri ini, tahun 1953 dan 1954, untuk belajar soal Revolusi di negeri Tiongkok. Di tahun 1964, terjadi kudeta militer di Brasil. Marighella ditangkap namun sebelumnya dilumpuhkan dengan tembakan. Setelah pulih dan dibebaskan, ia segera terjun ke kegiatan klandestin. Dia memilih menumbangkan rejim diktator militer dengan perjuangan bersenjata yang sangat berbeda dengan pandangan di dalam PKB.


Marighella tak menghiraukan garis politik PKB, dan menghadiri Konferensi Pertama Solidaritas Amerika Latin pertama di Havana, Kuba, pada Agustus 1967. Segera setelah ia kembali dan mencanang gerakan gerilya, dia dikeluarkan dari Partai Komunis Brasil. Karena kesuksesan aksi-aksinya gerilyanya, Marighella kemudian menjadi target nomor satu dan gugur dalam serangan mendadak Departamento de Ordem Política e So-cial (DOPS) pada 4 November 1969. DOPS yang disokong Amerika Serikat adalah polisi politik yang khusus dibentuk untuk menghancur gerakan perlawanan rakyat Brasil.



Kontribusi Marighella yang paling terkenal adalah tulisannya mengenai gerilya kota, Minimanual of the Urban Guerrilla, berisikan panduan bagaimana mengganggu dan menggulingkan rejim militer Brazil. Panduan ini ditulis sesaat sebelum beliau gugur di akhir 1969 di kota São Paulo. Minimanual pertama kali diterbitkan di Amerika utara dalam edisi terjemahan bahasa Inggris oleh majalah radikal bawah tanah, The Berkeley Tribe di California pada Juli 1970. Marighella juga menulis For the Liberation of Brazil yang berisikan tulisan-tulisan mengenai gerilya dan politik setelah ia keluar dari PKB.



Tidak seperti Che Guevara dan Mao Tse Tung, yang mengutamakan aktivitas gerilya di pedesaan, teori perang gerilya Marighela memandang kota-perkotaan sebagai sumber pemberontakan. Sebagai pengusung perang gerilya kota sebagai cara untuk memadamkan dan melumpuhkan institusi politik represif dan membawa perubahan sosial radikal, karya-karya Marighella merupakan sebuah kontribusi politik dalam khazanah gerakan politik abad 21. Karyanya sangat digandrungi dan menjadi "kitab suci" oleh kaum muda revolusioner di Amerika, Eropa, dan Irlandia termasuk juga organisasi gerilya Weathermen (Amerika Utara), Irish Republican Army/IRA (Irlandia), N17 (Yunani), kaum separatis ETA (Basque), Faksi Tentara Merah (Jerman), Brigade Merah (Italia) dan Aksi Langsung (Prancis).


Sebelum saya resensi lebih dalam lagi, penting kiranya pembaca ketahui apa definisi gerilya kota. Gerilyawan kota adalah seseorang yang berjuang melawan kediktatoran militer dengan senjata, menggunakan metode non-konvensional. Seorang revolusioner dan patriot yang giat, dia berjuang bagi kemerdekaan negeri, kawan-kawan dan kebebasan dirinya. Wilayah operasi gerilyawan kota berada di kota-kota besar Brasil terdapat juga kaum kriminal atau orang-orang di luar jangkauan hukum yang bekerja di kota-kota besar. Seringkali, aksi-aksi ala kaum kriminal dijalankan oleh gerilyawan kota.


Meskipun demikian, gerilyawan kota membedakan dirinya dengan kaum kriminal. Kaum kriminal mengambil keuntungan secara pribadi dari aksi-aksinya, dan menyerang tanpa membedakan antara kaum tertindas dan kaum penindas. Akibatnya, kalangan rakyat biasa banyak yang menjadi korban. Gerilya kota mempunyai tujuan politik, dan hanya menyerang elemen pemerin- tah, bisnis besar, dan kaum imperialis asing.


Elemen lain yang sama berbahayanya dengan gerilyawan kota sebagaimana juga kaum kriminal, dan juga beroperasi di daerah perkotaan, adalah kaum kontra revolusioner. Mereka menciptakan kebingungan, merampok bank, melemparkan bom, menculik, membunuh, dan melakukan banyak tindakan yang luar bisa kejam terhadap gerilyawan kota, pendeta revolusioner, mahasiswa, dan masyarakat yang menentang tirani dan berjuang demi kebebasan.


Gerilyawan kota merupakan musuh rezim yang paling gigih, mereka secara sistematis merugikan bagi pihak otoritas dan orang-orang tertentu yang berkuasa mendominasi negeri. Tugas utama gerilyawan kota adalah mengalihkan perhatian, menundukkan, membuat rezim militer dan kekuatan represifnya menderita demoralisasi, juga untuk menyerang dan menghancurkan kemakmuran serta harta para manajer asing dan kaum kaya Brasil.



Gerilyawan kota tidak segan-segan meruntuhkan dan menghancurkan sistem perekonomian, politik, sosial Brasil, demi membantu gerakan gerilya di desa dan membantu menciptakan struktur sosial politik revolusioner, dengan kekuasaan berada di tangan rakyat bersenjata.


Secara umum, buku ini mengajarkan panduan apa saja yang perlu dipersiapkan oleh seorang atau kelompok gerilyawan. Sudah mafhum di pendengaran kita jika perang Jawa yang dikomandoi Pangeran Diponegoro sempat membuat kalang kabut Belanda, meski akhirnya beliau tertangkap juga. Selain itu, kisah Jenderal Soedirman juga membuat banyak negara berdecak kagum yang akhirnya teknik tersebut dibuat buku oleh Jenderal Besar Ahmad Haris Nasution.



Oh iya, saya sempat pusing karena lama sekali membaca buku ini. Meski banyaknya aktifitas tidak boleh saya jadikan alasan, yang jelas saya sangat kecewa dengan diri saya karena padatnya agenda membuat saya tidak dapat meluangkan waktu untuk membaca buku. Untunglah ditengah-tengah kepadatan itu saya paksa diri ini untuk selalu membaca dan membaca.


RESENSI BUKU PANDUAN RINGKAS GERILYA KOTA RESENSI BUKU PANDUAN RINGKAS GERILYA KOTA RESENSI BUKU PANDUAN RINGKAS GERILYA KOTA RESENSI BUKU PANDUAN RINGKAS GERILYA KOTA RESENSI BUKU PANDUAN RINGKAS GERILYA KOTA RESENSI BUKU PANDUAN RINGKAS GERILYA KOTA RESENSI BUKU PANDUAN RINGKAS GERILYA KOTA RESENSI BUKU PANDUAN RINGKAS GERILYA KOTA RESENSI BUKU PANDUAN RINGKAS GERILYA KOTA RESENSI BUKU PANDUAN RINGKAS GERILYA KOTA







Tuesday, January 21, 2020

Resensi Buku Di Bawah Bendera Hitam

Resensi Buku Di Bawah Bendera Hitam



Oke, lanjut lagi ke resensi buku yang selesai saya baca di tahun 2020. Buku ini berjudul "Di Bawah Bendera Hitam", bicara tentang kumpulan tulisan anarkisme semasa Hindia Belanda dulu. Di susun oleh Mas Bima Satria Putra. Tulisan yang dikumpulkan terdiri dari Ernest. E.E. Douwes Dekker, Alimin Prawirodirdjo, Darsono, Herujuwono dan Soekarno. Buku yang saya baca ini cetakan kedua pada Maret 2019 yang terdiri dari 66 halaman. Tipis memang, tapi saya membutuhkan membacanya dua kali dan masih belum mudeng juga. Hehe


Sisi yang menarik dari buku ini, selain terdiri dari tulisan masa Hindia Belanda. Buku ini tidak memiliki ISBN seperti halnya buku dari penerbit mayor atau indie lainnya. Bahkan, tertulis dengan jelas "FUCK ISBN" pada halaman awalnya. Jika melihat covernya saja, tampak dengan jelas dominasi warna merah yang merepresentasikan perjuangan dan perlawanan. Pada pojok kanan atas buku tersebut, dapat kita baca juga "Bukan Milik Negara". Entah apa maksud Pustaka Catut selaku penerbitnya, yang jelas bagi saya. Buku ini semacam perlawanan terhadap sebuah rezim pun Idiologi. Sisi menarik yang lainnya, ada versi terjemahan Bahasa Indonesia dan Versi Bahasa Belanda pada essai yang ditulis oleh Douwes Dekker.


Untuk harga dan dapat dibeli di mana, saya hanya dapat menjawab jikalau buku ini tersebar lewat komunitas-komunitas literasi dan pergerakan. Sedangkan saya mendapatkan buku ini dari kawan saya di Yogyakarta yang kebetulan jualan buku.


Baca Tulisan Saya Yang Lain: Saya Kepengen Wik Wik


Buku ini (Mungkin) akan menjawab sebagian kebingungan darimana perjuangan gerakan anti-otoritarian di Indonesia berasal dimulai. Kebanyakan tulisan sejarah mengenai ini selalu menyampaikan bahwa anarkisme muncul di Indonesia bersamaan dengan masuknya subkultur punk. Terlepas itu benar atau tidak. Kekuatan anarkisme surut akibat pengaruh berhasilnya Bolshevik memegang kendali Revolusi 1917, anarkisme punya kekuatan yang meluas di tanah-tanah koloni karena gerakan anarkisme yang mengakar kuat di negara-negara imprealis, khususnya Spanyol dan Belanda. Apalagi jika kita mengingat pengaruh anarkisme di Asia pada akhir abad 19 dan dekade pertama abad 20 cukup kuat, adalah sebuah ketidakmungkinan anarkisme tidak sampai di Indonesia.


Buku pertama yang menyinggung ini di dapatkan dari kumpulan tulisan Jacques Leclerc, Mencari Kiri. Leclerc menulis bahwa Tan Malaka mencoba mendekati gerakan buruh sindikalis pada 1945'an, yang bisa dibilang, terisolir, namun punya basis yang cukup kuat di kalangan buruh khususnya di Surabaya. Lebih lanjut lagi, didapatkan  informasi bahwa gerakan ini sudah diawali dari benih-benih anarkisme yang sudah ada sejak zaman kolonial Hindia Belanda. Bahkan, pengaruhnya cukup terasa di dalam tubuh PKI. Dan anehnya lagi, sebenarnya hal ini sudah sering disebut dalam berbagai literatur sejarah gerakan kolonial. Ruth McVey, Harry Poetze, bahkan Soe Hok Gie adalah mereka yang dengan jeli menangkap kecenderungan itu. Tapi tidak ada satupun yang benar-benar secara spesifik menulis mengenai ini. 




Ada lima penulis di sini, semuanya adalah anarkis (atau setidaknya pernah menjadi anarkis), kecuali Soekarno.


Ernest Douwess Dekker, seorang anarkis Indo-Eropa di Hindia Belanda, yang lahir di Pasuruan pada Oktober 1879. Mulanya, Dekker hendak belajar teknik di Belanda. Tetapi karena kekurangan dana, ia tidak bisa berangkat. Baru pada Februari 1910 ia bersama istri dan dua anaknya bisa meninggalkan Jawa dan pergi berkeliling Eropa. DIjk mencatat bahwa Ernest mengunjungi Belanda, Belgia, Saxon, Prussia, Bavaria dan Swiss, dan setelah beristirahat sejenak dengan kembali ke Belanda, Ernest lalu melanjutkan perjalanan ke Inggris dan negara-negara Skandinavia.


Perjalanannya membuatnya melakukan kontak dengan tokoh gerakan radikal anti-kolonial. Di Paris ia bertemu dengan Shyamaji Krishnavarma, yang dianggap sangat berbahaya karena menginspirasi pembunuhan Ajudan Sekretaris Kolonial Inggris, dan salah seorang pendukung swadeshi, gerakan boikot ekonomi Inggris di India. Pada Januari 1916, ia mengulangi pembicaraan yang telah mereka lakukan, dan menyatakan bahwa secara politis, Douwess Dekker adalah seorang anarkis.


Baca Tulisan Saya Yang Lain: Banjir dan Cerita-Cerita di Dalamnya


Pada September 1911, Douwess Dekker menerbitkan Het Tijdshcrift di Bandung. "Dia bisa memanfaatkan sejumlah kontributor internasional dengan opini kiri, jika bukan anarkis dan libertarian; dan yang lainnya dengan yang lebih esoterik," tulis Dijk. Kita bisa mengamati tulisan-tulisan dari Prancis, Jerman, Timur Tengah, Afrika Utara, Rusia, hingga Hongkong, membahas tema-tema ilmiah dan spesifik, seperti politik seksual, kajian filsafat, dan budaya. Ada artikel yang membahas membahas mengenai kontrol kelahiran, anti-militerisme, agama serta ulasan mengenai Fransisco Ferrer, seorang anarkis yang aktif bergerak dalam bidang pendidikan yang dihukum mati di Madrid oleh rezim monarki Spanyol.


Singkatnya, Het Tijdshcrift adalah sebuah majalah ilmiah yang terlampau maju pada zamannya, ketimbang sekeda. karangan-karangan dengan topik kolonial vs pribumi.


Dalam publikasinya itulah seorang radikal dengan kumis yang melintang seksi ini mengeluarkan pandangan-pandangan politik militannya. Ia menyerukan oposisi yang aktif melawan penyelewangan kekuasaan kolonial. Berbagai tulisannya secara bebas menggunakan kata-kata seperti demonstrasi, agitasi, revolusi, perlawanan pasif, mogok, sabotase, boikot dan pemberontakan, serta menegaskan bahwa kekerasan bersenjata harus digunakan. Untuk seseorang yang tinggal di Hindia Belanda, aksesnya untuk membaca jurnal anarkis Mother Earth yang dikelola Emma Goldman dari Amerika Serikat, menambah bukti bahwa ia punya jaringan yang luas dengan tokoh-tokoh anarkis, atau paling tidak membaca literatur radikal internasional.


Saya kira sementara ini dulu, mohon pembaca blog setia saya dapat menambahi yang sekiranya belum saya tulis.


Sekian terimakasih.
Salam hangat dan jangan lupa ngopi.
Ali Ahsan Al Haris
21 Januari 2020


Resensi Buku Di Bawah Bendera Hitam Resensi Buku Di Bawah Bendera Hitam Resensi Buku Di Bawah Bendera Hitam Resensi Buku Di Bawah Bendera Hitam Resensi Buku Di Bawah Bendera Hitam Resensi Buku Di Bawah Bendera Hitam 
Resensi Buku Di Bawah Bendera Hitam Resensi Buku Di Bawah Bendera Hitam 
Resensi Buku Di Bawah Bendera Hitam Resensi Buku Di Bawah Bendera Hitam Resensi Buku Di Bawah Bendera Hitam